Kebutuhan
anak tidak hanya dibangun oleh makanan yang cukup, pendidikan logika
serta kemampuan berkarya saja. Satu hal yang juga penting ditanamkan
anak sejak dini adalah kecerdasan emosi atau emotional intelligence
(EI).
Emotional Intelligence (EI) atau kecerdasan emosi dapat diartikan
sebagai kemampuan seseorang untuk mengerti dan mengendalikan emosi.
Konsep ini kemudian berkembang pesat karena dianggap sebagai komponen
penting dalam membentuk tingkah laku cerdas.
Pada anak balita, perkembangan emosi mereka sangat ditentukan oleh apa yang mereka lihat dan dengar sehari-hari. Semakin sering mereka terekspose dengan hal-hal baik, maka perkembangan emosi mereka pun juga akan menjadi baik, begitu pula sebaliknya.
Sumber Ekspose Kecerdasan Emosi
Sumber ekspose yang paling penting bagi perkembangan emosi anak-anak adalah apa yang mereka lihat dari orangtua dan keluarga. Anak-anak tidak hanya menyerap apa yang dinasihatkan oleh orangtua, tetapi mereka mereka jauh lebih meresapi sikap dan perbuatan orangtua yang mereka saksikan. Jika terjadi ketidaksesuaian antara kata (nasihat) dan perbuatan (teladan), maka sebenarnya yang diserap oleh anak adalah contoh perilaku orangtua.
Jadi, adalah sebuah hal tak efektif menasihatkan anak untuk selalu bersyukur, sementara orangtua selalu mengeluh tentang berbagai hal. Demikian juga mengajarkan anak untuk tidak malu-malu, sementara orangtua tak suka bergaul dan lebih suka menyendiri.
Selain itu, sumber lain yang semakin berpengaruh pada anak adalah televisi. Apalagi pada keluarga-keluarga yang selalu menghidupkan TV dan membiarkan anak-anak untuk terpapar apa saja yang tertayang di TV. Karena anak belum dapat membedakan antara yang nyata dan khayalan, mereka akan cenderung menyerap semua tayangan di TV sebagai “kebenaran”; termasuk juga iklan dan tayangan sinetron/kartun yang mereka lihat.
“Kebenaran” yang ditonton anak itu kemudian akan ditiru oleh anak dan mereka menganggap bahwa begitulah perilaku yang seharusnya. Emosi-emosi negatif yang banyak tertayang di TV juga akan diserap anak dan dapat membuat mereka mengalami kelabilan emosi. Anak meniru gaya kemarahan tokoh film kartun, kecengengan tokoh-tokoh sinetron, atau kebiasaan “jajan” aneka makanan dan minuman ringan seperti yang tertayang.
Memperbaiki Kelabilan Emosi
Kelabilan emosi pada anak biasa ditandai dengan gejala konsumtif (tak mampu menahan keinginan untuk memiliki sebuah barang tertentu) dan lonjakan emosi yang tak terkendali (tidak sabaran, suka marah-marah, mau menang sendiri, senang berlebihan atau sedih berlebihan tanpa ada alasan kuat, dll)
Bila hal tersebut terjadi pada anak, maka sudah waktunya Anda masuk dan memperbaiki hal tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua untuk memperbaiki kelabilan emosi dan membangun emosi yang positif pada anak adalah:
a. Menjadi teladan baik
Keteladanan orangtua dan lingkungan yang baik adalah pondasi untuk perkembangan emosi yang kuat. Orangtua memang bukan manusia sempurna. Tetapi setiap orangtua perlu berusaha keras menjadi orang yang lebih baik dari waktu ke waktu. Ketika orangtua berusaha memperbaiki dirinya dan memperbaiki kesalahannya, anak juga akan menghargai dan menyerap proses itu.
Jika kita ingin marah, kita dapat menahan nafas dan mundur sejenak, tak langsung melampiaskan kemarahan. Ketika kita melakukan kesalahan, kita meminta maaf kepada anak.
b. Membatasi ekspose negatif
Untuk mematangkan pengaruh baik, ekspose terhadap emosi-emosi negatif pun perlu dibatasi. Anak perlu dijaga dari pergaulan yang tak sehat (orang2 yang suka memaki, berkata kasar, mengeluh, berfikir negatif, dll). Demikian pun, ekspose emosi melalui TV harus dikontrol.
c. Belajar Mengenal dan Mengekspresikan Emosi
Membangun kecerdasan emosi adalah mengenalkan berbagai macam emosi kepada anak-anak dan belajar mengelolanya dengan sehat. Anda dapat mengenalkan berbagai jenis emosi kepada anak melalui kegiatan sehari-hari. Misalnya ketika anak sedang tertawa, Anda dapat mengatakan, “Waah.. adik sedang bahagia ya? Apa yang membuatmu bahagia?”
Atau kalau dia sedang sedih katakan, “Sayang, mengapa wajahmu cemberut? Kamu sedang sedih ya? Apa yang membuatmu sedih? Apa karena ibu melarangmu bermain keluar rumah tadi siang?”
d. Komunikasi Dua Arah
Hal yang penting dalam stimulus untuk membangun kecerdasan emosi adalah komunikasi dua-arah; bukan hanya satu arah. Orangtua belajar untuk bertanya dan tak hanya memerintah, orangtua belajar mendengarkan dan berdialog dengan anak.
Gali emosi anak melalui percakapan, dengarkan keluhan atau concern mereka terhadap suatu hal. Tunda komentar Anda yang mungkin dapat membuatnya berhenti bercerita. Tahan emosi Anda bila ternyata ceritanya membuat Anda marah atau kecewa. Yang penting di sini adalah menggali kemampuan Anak untuk mengungkapkan emosinya. Semakin sering anak mampu mengenali sebab emosinya, semakin dia mampu belajar menilai dirinya sendiri, semakin dia akan mampu mengendalikannya.
e. Bacaan dan Permainan
Stimulus lain yang dapat diberikan untuk membangun kecerdasan emosi pada anak adalah melalui buku bacaan dan permainan.
Kegiatan yang dilakukan dapat berupa mendengarkan dongeng, membaca buku bersama atau anak membaca sendiri buku-buku yang melibatkan emosi para pemainnya. Salah satu bacaan yang bagus untuk mengembangkan emosi anak adalah serial Franklin karangan Paulette Bourgeois dengan tokohnya seekor kura-kura bernama Franklin (ada terjemahan versi Bahasa Indonesianya).
Selain itu, banyak permainan yang dapat dimainkan, diantaranya menggunakan media flashcard perasaan (flashcard dapat diperoleh di situs Bentang Ilmu). Melalui gambar yang ada di flashcard, anak dapat diajarkan bagaimana wajah orang yang sedang bahagia, sedih, marah, bingung, kaget dll. Cara ini sangat mudah, karena terkadang tidak semua emosi dialami oleh anak.
Kartu-kartu Flashcard ini juga bisa menjadi teman cerita, misalnya menceritakan tokoh si Gundul yang sedang marah-marah karena rotinya hilang, tapi kemudian menjadi bahagia karena ternyata rotinya tidak hilang tapi dimasak ibunya menjadi roti bakar. Lalu kemudian minta anak untuk mengambil 3-4 kartu secara acak dan mulai menceritakan versinya. Kegiatan ini sangat menyenangkan dan memiliki banyak aspek kecerdasan. Tidak hanya kecerdasan emosinya yang terasah, tapi juga kecerdasan bahasa dan kemampuan verbalnya pun meningkat.
Sambil bercerita, orangtua dapat pula memberikan penilaian moral atas cerita tersebut. Misalnya marah-marah tanpa sebab adalah perbuatan yang tidak baik dan dapat membuat orang lain bingung. Menjelaskan sebuah sebab akibat dari timbulnya emosi kepada anak melalui permainan dan cerita akan masuk ke alam bawah sadar anak dan menjadikannya manusia yang pandai berempati terhadap sekelilingnya.
(Keterangan: flashcard Perasaan adalah materi yang ada di situs Bentang Ilmu. Materi ini merupakan bagian dari paket “All in One Flashcard” yang ada di Bentang Ilmu). www.rumahinspirasi.com
Pada anak balita, perkembangan emosi mereka sangat ditentukan oleh apa yang mereka lihat dan dengar sehari-hari. Semakin sering mereka terekspose dengan hal-hal baik, maka perkembangan emosi mereka pun juga akan menjadi baik, begitu pula sebaliknya.
Sumber Ekspose Kecerdasan Emosi
Sumber ekspose yang paling penting bagi perkembangan emosi anak-anak adalah apa yang mereka lihat dari orangtua dan keluarga. Anak-anak tidak hanya menyerap apa yang dinasihatkan oleh orangtua, tetapi mereka mereka jauh lebih meresapi sikap dan perbuatan orangtua yang mereka saksikan. Jika terjadi ketidaksesuaian antara kata (nasihat) dan perbuatan (teladan), maka sebenarnya yang diserap oleh anak adalah contoh perilaku orangtua.
Jadi, adalah sebuah hal tak efektif menasihatkan anak untuk selalu bersyukur, sementara orangtua selalu mengeluh tentang berbagai hal. Demikian juga mengajarkan anak untuk tidak malu-malu, sementara orangtua tak suka bergaul dan lebih suka menyendiri.
Selain itu, sumber lain yang semakin berpengaruh pada anak adalah televisi. Apalagi pada keluarga-keluarga yang selalu menghidupkan TV dan membiarkan anak-anak untuk terpapar apa saja yang tertayang di TV. Karena anak belum dapat membedakan antara yang nyata dan khayalan, mereka akan cenderung menyerap semua tayangan di TV sebagai “kebenaran”; termasuk juga iklan dan tayangan sinetron/kartun yang mereka lihat.
“Kebenaran” yang ditonton anak itu kemudian akan ditiru oleh anak dan mereka menganggap bahwa begitulah perilaku yang seharusnya. Emosi-emosi negatif yang banyak tertayang di TV juga akan diserap anak dan dapat membuat mereka mengalami kelabilan emosi. Anak meniru gaya kemarahan tokoh film kartun, kecengengan tokoh-tokoh sinetron, atau kebiasaan “jajan” aneka makanan dan minuman ringan seperti yang tertayang.
Memperbaiki Kelabilan Emosi
Kelabilan emosi pada anak biasa ditandai dengan gejala konsumtif (tak mampu menahan keinginan untuk memiliki sebuah barang tertentu) dan lonjakan emosi yang tak terkendali (tidak sabaran, suka marah-marah, mau menang sendiri, senang berlebihan atau sedih berlebihan tanpa ada alasan kuat, dll)
Bila hal tersebut terjadi pada anak, maka sudah waktunya Anda masuk dan memperbaiki hal tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua untuk memperbaiki kelabilan emosi dan membangun emosi yang positif pada anak adalah:
a. Menjadi teladan baik
Keteladanan orangtua dan lingkungan yang baik adalah pondasi untuk perkembangan emosi yang kuat. Orangtua memang bukan manusia sempurna. Tetapi setiap orangtua perlu berusaha keras menjadi orang yang lebih baik dari waktu ke waktu. Ketika orangtua berusaha memperbaiki dirinya dan memperbaiki kesalahannya, anak juga akan menghargai dan menyerap proses itu.
Jika kita ingin marah, kita dapat menahan nafas dan mundur sejenak, tak langsung melampiaskan kemarahan. Ketika kita melakukan kesalahan, kita meminta maaf kepada anak.
b. Membatasi ekspose negatif
Untuk mematangkan pengaruh baik, ekspose terhadap emosi-emosi negatif pun perlu dibatasi. Anak perlu dijaga dari pergaulan yang tak sehat (orang2 yang suka memaki, berkata kasar, mengeluh, berfikir negatif, dll). Demikian pun, ekspose emosi melalui TV harus dikontrol.
c. Belajar Mengenal dan Mengekspresikan Emosi
Membangun kecerdasan emosi adalah mengenalkan berbagai macam emosi kepada anak-anak dan belajar mengelolanya dengan sehat. Anda dapat mengenalkan berbagai jenis emosi kepada anak melalui kegiatan sehari-hari. Misalnya ketika anak sedang tertawa, Anda dapat mengatakan, “Waah.. adik sedang bahagia ya? Apa yang membuatmu bahagia?”
Atau kalau dia sedang sedih katakan, “Sayang, mengapa wajahmu cemberut? Kamu sedang sedih ya? Apa yang membuatmu sedih? Apa karena ibu melarangmu bermain keluar rumah tadi siang?”
d. Komunikasi Dua Arah
Hal yang penting dalam stimulus untuk membangun kecerdasan emosi adalah komunikasi dua-arah; bukan hanya satu arah. Orangtua belajar untuk bertanya dan tak hanya memerintah, orangtua belajar mendengarkan dan berdialog dengan anak.
Gali emosi anak melalui percakapan, dengarkan keluhan atau concern mereka terhadap suatu hal. Tunda komentar Anda yang mungkin dapat membuatnya berhenti bercerita. Tahan emosi Anda bila ternyata ceritanya membuat Anda marah atau kecewa. Yang penting di sini adalah menggali kemampuan Anak untuk mengungkapkan emosinya. Semakin sering anak mampu mengenali sebab emosinya, semakin dia mampu belajar menilai dirinya sendiri, semakin dia akan mampu mengendalikannya.
e. Bacaan dan Permainan
Stimulus lain yang dapat diberikan untuk membangun kecerdasan emosi pada anak adalah melalui buku bacaan dan permainan.
Kegiatan yang dilakukan dapat berupa mendengarkan dongeng, membaca buku bersama atau anak membaca sendiri buku-buku yang melibatkan emosi para pemainnya. Salah satu bacaan yang bagus untuk mengembangkan emosi anak adalah serial Franklin karangan Paulette Bourgeois dengan tokohnya seekor kura-kura bernama Franklin (ada terjemahan versi Bahasa Indonesianya).
Selain itu, banyak permainan yang dapat dimainkan, diantaranya menggunakan media flashcard perasaan (flashcard dapat diperoleh di situs Bentang Ilmu). Melalui gambar yang ada di flashcard, anak dapat diajarkan bagaimana wajah orang yang sedang bahagia, sedih, marah, bingung, kaget dll. Cara ini sangat mudah, karena terkadang tidak semua emosi dialami oleh anak.
Kartu-kartu Flashcard ini juga bisa menjadi teman cerita, misalnya menceritakan tokoh si Gundul yang sedang marah-marah karena rotinya hilang, tapi kemudian menjadi bahagia karena ternyata rotinya tidak hilang tapi dimasak ibunya menjadi roti bakar. Lalu kemudian minta anak untuk mengambil 3-4 kartu secara acak dan mulai menceritakan versinya. Kegiatan ini sangat menyenangkan dan memiliki banyak aspek kecerdasan. Tidak hanya kecerdasan emosinya yang terasah, tapi juga kecerdasan bahasa dan kemampuan verbalnya pun meningkat.
Sambil bercerita, orangtua dapat pula memberikan penilaian moral atas cerita tersebut. Misalnya marah-marah tanpa sebab adalah perbuatan yang tidak baik dan dapat membuat orang lain bingung. Menjelaskan sebuah sebab akibat dari timbulnya emosi kepada anak melalui permainan dan cerita akan masuk ke alam bawah sadar anak dan menjadikannya manusia yang pandai berempati terhadap sekelilingnya.
(Keterangan: flashcard Perasaan adalah materi yang ada di situs Bentang Ilmu. Materi ini merupakan bagian dari paket “All in One Flashcard” yang ada di Bentang Ilmu). www.rumahinspirasi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar