Pages

Test Footer

Test Footer 2

Blogroll

Blogger templates

Test Footer 1

HADIAH ISTIMEWA UNTUK PARA PENDIDIK


Oleh: Choirul Hisyam SAg

Baik dan buruknya masyarakat bergantung kepada para pendidik apabila meraka menunaikan tugasnya dengan baik di dalam pendidikan, ikhlas di dalam amalnya dan mangarahkan anak didik dengan diin (baca islam) akhlaq dan pendidikan yang baik maka akan berbahagialah para anak didik dan para pendidik di dunia dan akhirat. Sebagaimana Rasulullah bersabda kepada anak pamannya Ali bin Abi Thalib: “Demi Allah jika Allah memberi hidayah kepada seorang melaluimu maka yang demikian lebih baik bagimu daripada onta merah”. (Muttafaqun Alaih)

Juga beliau Rasulullah bersabda: “Pengajar kebaikan, dia akan dimintakan ampun oleh segala sesuatu yang ada di muka bumi sampaipun ikan-ikan di dalam lautan”.(Hadits Hasan Riwayat Thabrani dan lainnya)

Apabila seorang pendidik lalai dari kewajibannya bahkan mengarahkan para anak didik kepada penyimpangan dan kebinasaan serta akhlaq yang buruk maka mereka akan sengsara, termasuk pendidik itu sendiri, dan tentu saja dosa akan ditanggung olehnya dan dia akan bertanggung jawab di hadapan Allah sebagaimana Rasulullah bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya”.(Muttafaqun Alaih)

Maka seorang pengajar merupakan pemimpin di lingkungan pendidikannya dan dia bertanggung jawab terhadap anak-anaknya.

Jadi hendaklah yang harus didahulukan adalah memperbaiki diri pribadi pengajar, sebelum yang lainnya. Sebab menurut anak-anak didik kebaikan adalah apa yang di kerjakan oleh sang pengajar dan keburukan adalah apa yang di tinggalkannya. Memang kebaikan pribadi dan akhlaq para pengajar merupakan pendidikan yang paling baik bagi anak-anak.

Pentingnya Pengajar Yang Berhasil

Di antara tujuan pendidikan adalah menyiapkan pribnadi dan generasi yang memiliki kepribadian yang mulia, pribadi yang senantiasa terkait dengan Rabbnya, senantiasa menyandarkan urusan dan aturan hidupnya hanya kepada-Nya Ta’ala. Berjuang untuk meluruskan masyarakatnya dan memperbaiki pemahaman-pemahaman mereka di atas dasar-dasar yang benar, dan inilah inti dari dunia pendidikan.

Merupakan sesuatu yang maklum bagi kita bahwa dunia pendidikan dibangun diatas landasan-landasan tertentu, yang berbeda satu dengan yang lain, di lihat dari keadaan masyarakat dan tujuannya, jika masyarakat berfaham komunis misalkan maka dasar pendidikannya adalah materi, tidak ada penggemblengan rohani dan terputus hubungan antara anak didik dengan Rabbnya.

Sedangkan di barat, maka dasar pendidikannya adalah kebebasan dan kemerdekaan yang tiada batas. Dan apabila pendidikan dilakukan di masyarakat Islam maka berlandaskan diatas pembentukan akhlaq yang mulia dan adab-adab yang tinggi, yang direalisassikan dengan ikatan hubungan antara anak didik dengan Rabbnya, dengan gurunya, dengan teman-temannya serta lingkungan pendidikannya dan keluarganya.

Apabila kita menginginkan untuk mempraktekkan hal tersebut maka yang perlu kita siapkan adalah seorang pendidik yang berhasil di dalam pendidikannya. Dan dia harus memenuhi beberapa syarat dan adab-adab sehingga menjadi tenaga pendidik yang shalih dan bermanfaat, diantaranya adalah:

1. Menguasai tugasnya, menguasai metode-metode belajar mengajar, mencintai tugasnya dan anak-anak didiknya, mengarahkan segala kemampuannya untuk pendidikan yang baik, membekali mereka dengan ajaran-ajaran yang bermanfaat, mengajari akhlaq yang mulia kepada mereka dan menjauhkan mereka dari adapt kebiasaan yang buruk maka dia mendidik dan mengajar diwaktu yang sama.

2. Agar dia menjadi suri tauladan yang baik bagi orang lain, baik dalam amalannya, ucapannya dan prilakunya, yaitu melaksanakan kewajibannya selaku penanggung jawab terhadap Rabbnya, umatnya dan anak didiknya. Mencintai kebaikan bagi anak didiknya sebagaimana dia mencintai dirinya dan anak-anaknya. Bersikap lapang dada, mudah memaafkan dan kasih saying, walaupun terhadap orang yang berprilaku buruk kepadanya. Rasulullah bersabda: “Tidaklah seseorang di antara kalian beriman dengan sampurna sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”.(Mutafaqun ‘Alaih)

Disamping itu tidak ada profesi atau tugas besar atau kecil kecuali pelaksanaannya harus mempunyai sifat-sifat atau kreteria yang harus dipegang dan yang harus dibuang. Bagaimana dengan guru yang memikul amanat untuk mencetak generasi dan mendidik tunas muda ?

Dalam pembicaraan tentang sifat-sifat guru cukup panjang, tetapi di sini membatasi hanya pada sifat-sifat menurut pengamatan yang harus disebutkan. Karena sifat itu sering diremehkan atau karena keterkaitannya dengan pengajaran, atau karena sebagaian guru bisa jadi tidak mengetahui atau melalaikannya.

1. Ikhlas Hanya Kepada Allah

Ikhlas di sini tetap mengizinkan kepada kita untuk menikmati materi, liburan dan hal-hal yang dinikmati oleh rekan sejawatnya di dunia. Akan tetapi kita memiliki kelebihan di dunia di atas mereka, bahwa kita menikmati profesi dan merindukan tugas. Kita mencintainya dan menunaikannya dan bahwa seluruh waktu kita yang kita habiskan setiap hari di sekolah, bahkan perjalanan pulang pergi ke sekolah merupakan investasi pahala bagi kita disisi Allah Ta'ala.

Rumah akhirat inilah tujuan utama dan maksud tertinggi. Di sana pahala apa yang akan diraih oleh orang-orang yang ikhlas ? Balasan apa yang akan di tulis bagi mereka ? Semua itu kita tidak mengetahuinya sebab ilmunya hanya disisi Allah, “Dan Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS.Al-Baqarah 261)

Meskipun niat yang baik adalah perasaan di dalam diri, tetapi ia memainkan peranan penting untuk menata prilaku guru dan menegakkan baginya pengawasan dari dalam sehingga seorang guru akan berkarya maksimal dan menjaga amanat.

2.Mendorong dan Memacu Murid untuk Giat Mencari Ilmu

Menanamkan kecintaan dan perhatian kepada ilmu termasuk sifat penting yang mesti dimiliki oleh seorang guru. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzadzab mengatakan, “Hendaknya guru mendorong muridanya mencintai ilmu, dan mengingatkannya.”

Di zaman kita masalah ini harus lebih ditekankan, lebih diperhatikan dan dijaga ketika perkara-perkara yang menyibukkan dan memalingkan diri dari ilmu bagi generasi muda semakin banyak bermunculan seperti berbgai jenis mainan dan sarana-saran pelepas hawa nafsu.

Menanamkan kecintaan ilmu kepada murid-murid kita melalui faedah-faedah ilmiah yang menarik perhatian mereka, membiasakan mereka untuk membaca buku-buku yang bermanfaat dan menarik

3. Berbicara dengan Baik

Lisan dan pembicaraan merupakan salah satu barometer penilaian terhadap kepribadian seseorang. Oleh karena itu kewajiban seorang guru adalah menjaga lisan dan pembicaraannya, berusaha supaya murid tidak merekam dirinya kecuali ucapan yang baik hingga pada saat memberi penilaian atau nasehat. Maka tidak pantas baginya melampui batas dan melontarkan ucapan-ucapan tanpa ia mempedulikannya.


Jika kata-kata yang baik membekas dengan baik di dalam jiwa, begitu pula kata-kata yang melukai dan membongkar pagar persahabatan dan merobohkan bangunannya. Walaupun kita tidak mengetahui secara cermat pengaruh kata-kata kita kepada manusia, akan tetapi manusia mempunyai perasaan dan pertimbangan –pertimbangan yang mesti kita jaga.

4.Berkepribadian Matang dan Teloransi

Kematangan diperlukan oleh orang yang mengharapkan kepribadiannya dihormati dan dihargai oleh manusia, terlebih seorang guru dan teladan generasi muda. Orang-orang yang tidak matang kepribadiannya, perilaku mereka mengisyaratkan adanya kekurangan akal dan sifat kejantanan dan kewanitaan yang sempurna, serta hilangnya kehormatan ilmu. Orang-orang yang kondisinya saperti ini membuat murid-murid mencemooh dan melecehkannya.

5.Keteladanan yand Baik

Banyak orang bisa mengarahkan dan berbicara dengan baik, akan tetapi berapa di antara mereka yang berprofesi guru yang bisa menjadi teladan dengan tingkah lakunya ? Bagaimana murid-murid memandangnya sebagai teladan yang baik ? alangkah mulianya jika kita menjadi teladan bagi anak-anak dalam ibadah, pergaulan, perilaku. Dengan ungkapan yang tepat hendaknya ucapan serasi dengan perbuatan.

Ibnu Masu’ud sahabat Rasulullah berkata, “Barangsiapa ucapannya tidak sesuai dengan perbuatannya maka dia telah mencoreng dirinya.”

6.Memenuhi Janji

Memenuhi janji adalah salah satu sifat orang yang beriman, sedang menyelisihinya adalah sifat orang munafik. Menyelisihi janji adalah salah satu bukti ketidakseriusan dan tidak adanya perhatian. Kepribadian guru yang seperti ini akan tercetak di benak muirid-muridnya dan mereka pun dengan mudah mengukur rendahnya harga mereka di depannya.

Ketika kita menjanjikan sesuatu kepada seluruh murid maka kita harus bersungguh-sungguh dan berusaha untuk memenuhi janji itu. Jika ada penghalang atau tidak bisa diwujudkan karena alasan yang mendesak maka meminta maaf dengan baik mungkin bisa mengobati kekecewaan.

7.Berperan Memperbaiki Sistem Penagajaran.

Seorang guru yang bersungguh-sungguh lagi ikhlas merasa bahwa tugasnya tidak hanya terbatas pada apa yang dia berikan di kelas. Meskipun tanggung jawab terhadap sistem pengajaran, kurikulum dan perkara-perkara yang berkaitan dengannya bukanlah berada di pundaknya. Hanya saja, hal itu tidak otomatis membebaskannya dari peran serta dan usaha perbaikan.

Ketika guru memikirkan keinginan ini di benaknya dan dia mengetahui tugas ini adalah bagian dari tanggung jawabnya, mka dia akan berperan aktif memberikan saran yang membangun demi kelangsungan sekolah atau mengingatkan kekurangan atau ikut berdialog secara tenang tentang suatu keputusan.

8.Bergaul Secara Baik dengan Murid

Murid adalah obyek dan sasaran utam dari proses aktifitas belajar mengajar dan pendidikan. Oleh karena itu dialah unsure utama yang dengannya seorang guru berinteraksi. Kurikulum, sistem pengajaran dan lain-lainnya pada dasarnya dibuat untuk merealisasikan tujuan pengajaran dan pendidikan bagi murid. Berpijak pada posisi murid dalam proses belajar mengajar maka perlu diletakkan garis-garis besar dan kaidah berinteraksi dengan murid agar tujuan pengajaran dan pendidikan bisa terealisasikan.

BAGAIMANA MEMPERLAKUKAN ANAK YANG MEMBANGKANG


Oleh: DR. Ilyas Zuhair

Pembangkangan adalah sebuah problem yang dikeluhkan oleh mayoritas ummahat (kaum ibu). Itu adalah sumber keletihan, kesusahan dan kecemasan. Seorang ibu akan senantiasa berambisi agar anaknya taat kepadanya. Oleh karena itu, seorang ibu akan kebingungan atas penolakan anaknya terhadap apa yang dia inginkan darinya.

Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan untuk menghilangkan pembangkangannya.
Bersamaan dengan itu, pembangkangan bukanlah sebuah perangai yang lahir bersama dengan anak sebagaimana persangkaan sebagian ummahat. Bahkan itu adalah merupakan isyarat akan ketimpangan kejiwaan seorang anak, sebagai hasil buruknya perlakuan bersama dengan perangai fitrahnya yang tumbuh pada masa pertama dari umurnya.

Jangan kau lakukan! Lakukan
Bagaimanakah perlakuan seorang ibu bersama anak yang melakukan perbuatan yang tidak dia ridhai? Sesungguhnya tuntutan untuk tidak melakukan hal ini dan itu, tidaklah berguna sedikitpun terhadapnya selagi dia masih membangkang. Dia pasti akan tetap menolak segala yang diinginkan darinya.

Maka langkah pertama dalam kondisi seperti ini adalah seorang ibu harus merubah kalimat Jangan lakukan sebagai kata pasti terhadap segala yang dia inginkan darinya, dan menggantinya dengan kalimat Lakukanlah, agar mengeluarkannya dari pembangkangan dengan cara yang lembut.

Contoh; saat seorang ibu mendapati anaknya menulis di tembok, maka sebagai ganti kalimat, “Jangan menulis di tembok!” hendaknya dia mengatakan, “Kemarilah, menggambarlah dengan pensil warna ini di atas kertas ini!”, dengan tidak menampakkan tanda-tanda kebencian atas perbuatannya di wajah sang ibu.

Bahkan ibu harus menampakkan ketidakpeduliannya terhadap apa yang dilakukan oleh sang anak, sekalipun hatinya terkejut dengan apa yang dia lakukan. Demikian pula jika sang ibu ingin menyimpan suatu kebutuhan berharga jangan mengatakan, “Jangan bermain dengan keperluan ini, ini khusus bagiku!” sesungguhnya keadaan seperti ini akan mendorongnya untuk memainkannya tanpa dia sadari.

Menyebut pembangkangan anak di hadapan orang lain:
Sesungguhnya penyebutan keburukan-keburukan anak di hadapan orang lain adalah sebuah kesalahan fatal yang dilakukan sebagian ibu dalam rangka melampiaskan kemarahan dan kejengkelannya karena pembangkangan anak-anak mereka yang menyakitkan. Sesungguhnya mendengarnya anak-anak terhadap pembicaraan seperti itu akan semakin menambah simpul-simpul perendahan harga dirinya, sehingga semakin menambah pembangkangannya.

Penghinaan seorang ibu dari kenakalan anaknya semakin mendorongnya untuk tidak taat sebagai bentuk dendam terhadap orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu, seorang ibu akan mendapati anaknya terus bertambah pembangkangannya setelah mendengar perbuatan buruknya diberitahukan kepada orang lain.

Butuhnya seorang anak yang membangkang kepada tambahan kemerdekaan
Sesungguhnya seorang anak mencari kebebasan dalam fase pertama masa kanak-kanaknya. Tumbuhan yang kekurangan udara bersih akan tumbuh lemah menguning, dan tidak akan dikagumi orang-orang yang melihatnya. Yang layak dilakukan bagi kedua orang tua adalah bersabar di hadapan kesia-siaan putra yang membangkang, di hadapan cara makannya, permainannya, jalannya, selain gangguannya terhadap orang lain.

Sesungguhnya perbuatan yang tidak diridhai dari gerakan dan prilakunya adalah hasil wajar dari kehilangan kebebasan yang cukup bagi tumbuhnya segala keinginan dalam suasana yang kondusif. Oleh karena itu, obatnya adalah diam terhadap perilakunya, serta tidak memberikan peringatan, dan tidak turut campur dengan urusannya sepanjang masih kembali kepada keadaan yang wajar.

Sesungguhnya terus-menerus merubah perilakunya akan semakin menguatkan permasalahan. Karena terus-menerus bermakna membatasi kebebasannya dalam bergerak. Oleh karena itu, ia semakin menambah pembangkangannya dengan bentuk yang tidak lagi bisa diobati.

Penggunaan Perlombaan
Sesungguhnya tuntutan dari seorang anak yang membangkang dalam fase kanak-kanak pertama dalam melakukan suatu hal biasanya menghadapi penolakan dan ketidak-terimaan, maka agar kita bisa membawa seorang anak untuk bisa menghasilkan sebagian perkara penting, hendaknya menggunakan metode perlombaan.

Contoh, jika seorang ibu ingin anaknya mempercepat jalannya di jalan, dan meminta hal itu darinya, maka itu tidak memiliki makna jika dia masih membangkang. Yang utama adalah dia katakan kepada anaknya: “Ayo, siapa di antara kita yang sampai pertama kali di rumah, kamu atau aku?”

Saat sang ibu ingin anaknya makan cepat maka hendaknya mengatakan, “Mari kita lihat siapa juara pertama dalam menyelesaikan satu piring makanan!” Begitu seterusnya. Wallahul Muwaffiq ila aqwamit Thariq.

(majalahkiblati.)

Kegagalan dalam homeschooling



Apakah ada sampel anak-anak yang mulanya homeschooling, kemudian gagal ketika dewasa? Itulah pertanyaan singkat mbak Lea Kesuma yang diajukannya kepada Lala.
Pertanyaan semacam ini layak untuk diajukan. Sebab, sebuah gagasan yang hanya berisi cerita sukses tanpa jejak kegagalan biasanya cenderung merupakan ilusi. Ada hal-hal yang ditutupi sehingga realitas seolah ideal dan hanya berisi keberhasilan.
Padahal, kegagalan di dalam praktek, dalam jumlah tertentu, merupakan sebuah kewajaran yang dapat diterima. Sebab, keberhasilan membutuhkan sebuah prasyarat. Dan ketika prasyarat itu tak dipenuhi, maka kegagalan lah yang dialami. Kalau semua orang bisa masuk dan pasti berhasil (dengan nilai kegagalan nol persen), maka keberhasilan itu tak memiliki makna apapun.
Apakah ada kegagalan dalam homeschooling? Menurut saya ada. Problemnya, data tentang kegagalan itu lebih sulit diperoleh daripada tentang keberhasilan.  Kalaupun kita melihatnya, yang bersangkutan belum tentu bersedia diekspos kegagalannya. Juga, ada sedikit komplikasi di dalam memaknai dan memandang keberhasilan.


1. Memaknai keberhasilan
Secara sederhana, keberhasilan adalah ketika apa yang ditetapkan sebagai tujuan tercapai. Kegagalan adalah ketika tujuan yang ditetapkan tak tercapai. Sebagaimana keberhasilan memiliki spektrum yang luas (mulai keberhasilan kecil hingga keberhasilan besar), demikian pun kegagalan.
Kegagalan pada satu segi bukan berarti kegagalan secara keseluruhan. Selalu ada ruang untuk keberhasilan dan memaknai sebuah kegagalan pada hal tertentu dalam posisinya yang relatif kecil terhadap ruang kehidupan yang sangat luas. Selalu tersedia ruang yang luas untuk memaknai kehidupan secara lebih positif sehingga manusia tak berhenti pada kegagalan, tetapi maju terus untuk melakukan kompensasi denan membuat keberhasilan-keberhasilan baru (apapun definisi keberhasilan itu).

2. Tujuan homeschooling
Salah satu faktor yang membuat penilaian keberhasilan menjadi lebih sulit adalah karena setiap keluarga homeschooling memiliki definisi/standar berbeda mengenai tujuan pelaksanaan homeschoolingnya.
Tujuan yang dianggap penting oleh sebuah keluarga dan dianggap sebagai ukuran keberhasilan belum tentu dianggap penting oleh keluarga lain. Padahal, pengertian sederhana kegagalan adalah tak tercapainya sebuah tujuan.
Kalau tujuan yg hendak dicapai berbeda-beda, bagaimana kita ingin mengambil sampel tentang kegagalan secara umum? Kita bisa saja menyebutkan seorang anak gagal dalam homeschooling (mis: karena gagal dalam ujian Paket atau gagal masuk Perguruan Tinggi). Tetapi, bisa jadi keluarga yang bersangkutan menganggap bahwa masalah akademis itu hanya hal sampingan dalam proses homeschooling yang dijalaninya karena mereka mendidik anaknya menjadi pebisnis atau seniman (yg tak menempatkan aspek akademis dalam kegiatan belajarnya).
Atau, ada yang menyebutkan anak yang tidak terampil dan kurang pandai bergaul sebagai kegagalan dalam homeschooling. Sementara, keluarga yang bersangkutan menganggap bahwa hal-hal tersebut tak menjadi masalah besar. Toch anaknya pintar dan bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi terkenal.
So?
Keragaman dan fleksibilitas di dalam penetapan tujuan itu membuat peluang keberhasilan dalam homeschooling lebih besar dibandingkan sistem sekolah yang menggunakan satu ukuran (nilai raport/ujian) sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan. Walaupun begitu, fleksibilitas ini harus dikawal dengan kejujuran sehingga tak menjadi alasan pembenaran/kamuflase atas kegagalan yang sedang dialami.

3. Critical Areas
Dalam konteks ini, mungkin lebih tepat untuk membahaskan titik-titik kritis (critical areas) dalam pelaksanaan homeschooling daripada mencari contoh2 kegagalan homeschooling. Ini bukan tentang tujuan dan gambar besar (big picture) tentang homeschooling. Tetapi lebih mengenai aspek-aspek praktis dalam pelaksanaan homeschooling yang perlu diperhatikan agar homeschooling dapat berhasil. Saya ingin memberikan beberapa contoh diantaranya:
a. Kekompakan keluarga
Kekompakan keluarga menjadi area kritis ketika homeschooling dijalankan tanpa persetujuan penuh dari salah satu pasangan (suami/isteri). Kekritisan ini bisa menjadi mimpi buruk ketika ada pihak ketiga (orangtua/mertua dan keluarga) yang melakukan intervensi dan ikut menunjukkan ketidaksetujuannya pada homeschooling, sementara proses homeschooling yang dijalani masih sangat baru dan belum menemukan bentuk yang diinginkan.
Intervensi ini datang biasanya pada saat anak mulai usia sekolah (7 tahun). Inilah masa kritis pelaksanaan homeschooling, apakah akan terus atau beralih ke sistem sekolah.
b. Pemilihan model homeschooling
Area kritis yang lain adalah pemilihan model homeschooling yang akan dijalani.
Jangan mengambil sebuah model homeschooling tertentu dan menerapkannya begitu saja di rumah tanpa memperhatikan konteks-nya. Juga, jangan memindahkan model belajar di sekolah ke rumah begitu saja. Peluang kegagalannya cukup besar karena setiap model memiliki asumsi-asumsi tersendiri, demikian pun rumah bukanlah sekolah dan orangtua bukanlah guru serba bisa.
Penting untuk memasukkan faktor kondisi anak dan keluarga di dalam rancangan model homeschooling yang akan dijalani. Kunci keberhasilan pada pemilihan model homeschooling bukanlah memilih model yang terbaik (secara teoritis). Tetapi, yang terpenting adalah apa yang bekerja dan bisa dilaksanakan, yang membuat anak dan orangtua menikmati proses belajar yang dijalaninya.
c. Kualitas interaksi/komunikasi orangtua-anak
Jika kualitas interaksi/komunikasi antara orangtua dan anak rendah, maka kualitas hubungan antara orangtua dan anak pun tak bisa dikatakan bagus. Kualitas interaksi/komunikasi ini bisa menjadi pintu besar di dalam kegagalan praktek homeschooling.
Problem pertama ketika orangtua terlalu dominan dan memaksakan apa yang dianggap baik tanpa memperhatikan sudut pandang/pendapat anak. Akibatnya, tak ada ruang dialog yang cukup antara anak dan orangtua. Pada saat anak masih kecil/lemah dia mungkin akan menerima. Tetapi semakin anak besar, bisa timbul pemberontakan-pemberontakan pada anak yang membuat tujuan homeschooling tak dapat diraih dan praktek homeschooling tak dapat dijalankan.
Problem kedua bisa terjadi sebaliknya. Orangtua yang kehilangan kendali pada anak, sementara anak ingin melakukan apapun yang diinginkannya tanpa memperhatikan apakah yang dilakukannya adalah baik untuk masa depannya.
Kunci keberhasilan untuk mengatasi area kritis ini adalah membangun interaksi yang nyaman antara orangtua dan anak, yang memungkinkan evaluasi secara obyektif bisa dilaksanakan atas praktek homeschooling yang dijalani.
d. Taken for granted
Memilih homeschooling tak identik dengan keberhasilan. Homeschooling sama sekali bukan obat mujarab yang bisa menyembuhkan semua penyakit pendidikan. Ada sebagian orang yang berpindah dari jalur sekolah ke homeschooling dan mengira bahwa homeschooling akan menyelesaikan semua problem pendidikan yang dialami anaknya.
Padahal, memilih homeschooling barulah awal, bukan akhir dari perjalanan. Memilih homeschooling berarti mengambil tanggung jawab dari pihak lain (sekolah) dan mengalihkannya ke pundak sendiri. Itu berarti, jika ada kegagalan dalam pelaksanaan homeschooling, tak ada orang/pihak lain yang dapat dijadikan kambing hitam atas kegagalan itu.
Untuk membuat homeschooling bisa berjalan baik, diperlukan keterbukaan untuk belajar dan kerja keras di lapangan untuk mewujudkannya. Terus belajar untuk menjadi fasilitator belajar yang baik dan bekerja keras mencari cara agar proses belajar anak dapat berjalan efektif dan menyenangkan.
http://rumahinspirasi.com/kegagalan-dalam-homeschooling/

Anak-anak Karbitan

Berikut ini artikel selengkapnya:

Anak-anak yang digegas Menjadi cepat mekar Cepat matang Cepat layu…
Pendidikan bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya. Dimana mana orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui lembaga persekolahan yang ada. Mereka pun berlomba untuk memberikan anak-anak mereka pelayanan pendidikan yang baik. Taman kanak-kanak pun berdiri dengan berbagai rupa, di kota hingga ke desa. Kursus-kursus kilat untuk anak-anak pun juga bertaburan di berbagai tempat. Tawaran berbagai macam bentuk pendidikan ini amat beragam. Mulai dari yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah per bulannya. Dari kursus yang dapat membuat otak anak cerdas dan pintar berhitung, cakap berbagai bahasa, hingga fisik kuat dan sehat melalui kegiatan menari, main musik dan berenang. Dunia pendidikan saat ini betul-betul penuh dengan denyut kegairahan. Penuh tawaran yang menggiurkan yang terkadang menguras isi kantung orangtua …
Captive market! Kondisi diatas terlihat biasa saja bagi orang awam. Namun apabila kita amati lebih cermat, dan kita baca berbagai informasi di intenet dan lileratur yang ada tentang bagaimana pendidikan yang patut bagi anak usia dini, maka kita akan terkejut! Saat ini hampir sebagian besar penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak usia dini melakukan kesalahan. Di samping ketidakpatutan yang dilakukan oleh orang tua akibat ketidak tahuannya!
Anak-Anak Yang Digegas…
Ada beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidakpatutan terhadap anak. Diantaranya yang paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan intelektual secara dini. Akibatnya bermunculanlah anak-anak ajaib dengan kepintaran intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk menjalani akselerasi dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan kecakapan-kecakapan akademik di dalam dan di luar sekolah. Kasus yang pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar karbitan ini terjadi pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah New Yorker. Terjadi pada seorang anak yang bernama William James Sidis, putra seorang psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera masuk Harvard College walaupun usianya masih 11 tahun. Kecerdasannya di bidang matematika begitu mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian? James Thurber, seorang wartawan terkemuka, pada suatu hari menemukan seorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah William James Sidis. Si anak ajaib yang begitu dibanggakan dan membuat orang banyak berdecak kagum pada beberapa waktu silam.
Kisah lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi pada seorang anak perempuan bernama Edith. Terjadi pada tahun 1952, di mana seorang Ibu yang bernama Aaron Stern telah berhasil melakukan eksperimen menyiapkan lingkungan yang sangat menstimulasi perkembangan kognitif anaknya, sejak si anak masih berupa janin. Baru saja bayi itu lahir ibunya telah memperdengarkan suara musik klasik di telinga sang bayi. Kemudian diajak berbicara dengan menggunakan bahasa orang dewasa. Setiap saat sang bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan kosa kata baru. Hasilnya sungguh mencengangkan! Di usia 1 tahun Edith telah dapat berbicara dengan kalimat sempurna. Di usia 5 tahun Edith telah menyelesaikan membaca ensiklopedi Britannica. Usia 9 tahun ia membaca enam buah buku dan Koran New York Times setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk universitas. Ketika usianya menginjak 15 tahun la menjadi guru matematika di Michigan State University. Aaron Stem berhasil menjadikan Edith anak jenius karena terkait dengan kapasitas otak yang sangat tak berhingga.
Namun khabar Edith selanjutnya juga tidak terdengar lagi ketika ia dewasa. Banyak kesuksesan yang diraih anak saat ia menjadi anak, tidak menjadi sesuatu yang bemakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi manusia dewasa. Berbeda dengan banyak kasus legendaris orang-orang terkenal yang berhasil mengguncang dunia dengan penemuannya. Di saat mereka kecil mereka hanyalah anak-anak biasa yang terkadang juga dilabel sebagai murid yang dungu.
Seperti halnya Einstien yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas 3 SD. Dia dicap sebagai anak bebal yang suka melamun. Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di masa depan sangat ditentukan oleh faktor kognitif. Otak memang memiliki kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh karena itu banyak orangtua dan para pendidik tergoda untuk melakukan “Early Childhood Training”. Era pemberdayaan otak mencapai masa keemasannya. Setiap orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang super (Superkids). Kurikulum pun dikemas dengan muatan 90 % bermuatan kognitif yang mengfungsikan belahan otak kiri. Sementara fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10% saja. Ketidakseimbangan dalam memfungsikan ke dua belahan otak dalam proses pendidikan di sekolah sangat mencolok. Hal ini terjadi sekarang di mana-mana, di Indonesia.
“Early Ripe, early Rot…!”
Gejala ketidakpatutan dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun 1990 di Amerika. Saat orangtua dan para professional merasakan pentingnya pendidikan bagi anak-anak semenjak usia dini. Orangtua merasa apabila mereka tidak segera mengajarkan anak-anak mereka berhitung, membaca dan menulis sejak dini maka mereka akan kehilangan “peluang emas” bagi anak-anak mereka selanjutnya. Mereka memasukkan anak-anak mereka sesegera mungkin ke Taman Kanak-kanak (Pra Sekolah). Taman Kanak-kanak pun dengan senang hati menerima anak-anak yang masih berusia di bawah usia 4 tahun. Kepada anak-anak ini gurunya membelajarkan membaca dan berhitung secara formal sebagai pemula.
Terjadinya kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di Amerika sudah dirasakan saat Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957. Mulailah “Era Headstart” merancah dunia pendidikan. Para akademisi begitu optimis untuk membelajarkan wins dan matematika kepada anak sebanyak dan sebisa mereka (tiada berhingga). Sementara mereka tidak tahu banyak tentang anak, apa yang mereka butuhkan dan inginkan sebagai anak.
Puncak keoptimisan era Headstart diakhiri dengan pernyataan Jerome Bruner, seorang psikolog dari Harvard University yang menulis sebuah buku terkenal “The Process of Education” pada tahun 1990. Ia menyatakan bahwa kompetensi anak untuk belajar sangat tidak berhingga. Inilah buku suci pendidikan yang mereformasi kurikulum pendidikan di Amerika . “We begin with the hypothesis that any subject can be taught effectively in some intellectually honest way to any child at any stage of development”.
Inilah kalimat yang merupakan hipotesis Bruner yang di salahartikan oleh banyak pendidik, yang akhirnya menjadi bencana! Pendidikan dilaksanakan dengan cara memaksa otak kiri anak sehingga membuat mereka cepat matang dan cepat busuk… early ripe, early rot!
Anak-anak menjadi tertekan. Mulai dari tingkat pra sekolah hingga usia SD. Di rumah para orangtua kemudian juga melakukan hal yang sama, yaitu mengajarkan sedini mungkin anak-anak mereka membaca ketika Glenn Doman menuliskan kiat-kiat praktis membelajarkan bayi membaca.
Bencana berikutnya datang saat Arnold Gesell memaparkan konsep “kesiapan-readiness ” dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang mendapat banyak decakan kagum. Ia berpendapat tentang “biological limititations on learning’. Untuk itu ia menekankan perlunya dilakukan intervensi dini dan rangsangan inlelektual dini kepada anak agar mereka segera siap belajar apapun.
Tekanan yang bertubi-tubi dalam memperoleh kecakapan akademik di sekolah membuat anak-anak menjadi cepat mekar. Anak -anak menjadi “miniature orang dewasa “. Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga bertingkah polah sebagaimana layaknya orang dewasa. Mereka berpakaian seperti orang dewasa, berlaku pun juga seperti orang dewasa. Di sisi lain media pun merangsang anak untuk cepat mekar terkait dengan musik, buku, film, televisi, dan internet. Lihatlah maraknya program teve yang belum pantas ditonton anak anak yang ditayangkan di pagi atau pun sore hari. Media begitu merangsang keingintahuan anak tentang dunia seputar orang dewasa. sebagai seksual promosi yang menyesatkan. Pendek kata media telah memekarkan bahasa, berpikir dan perilaku anak tumbuh kembang secara cepat.
Tapi apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak? Apakah faktor emosi dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan seperti halnya kecerdasan? Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu dan ritmenya sendiri yang tidak dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja anak terlihat berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi perasaan mereka tidak seperti orang dewasa. Anak-anak memang terlihat tumbuh cepat di berbagai hal tetapi tidak di semua hal. Tumbuh mekarnya emosi sangat berbeda dengan tumbuh mekarnya kecerdasan (intelektual) anak. Oleh karena perkembangan emosi lebih rumit dan sukar, terkait dengan berbagai keadaan, Cobalah perhatikan, khususnya saat perilaku anak menampilkan gaya “kedewasaan “, sementara perasaannya menangis berteriak sebagai “anak”.
Seperti sebuah lagu popular yang pernah dinyanyikan suara emas seorang anak laki-laki “Heintje” di era tahun 70-an… I’m Nobody’S Child I’M NOBODY’S CHILD I’M nobody’s child I’m nobodys child Just like a flower I’m growing wild No mommies kisses and no daddy’s smile Nobody’s louch me I’m nobody’s child.
Dampak berikutnya terjadi … ketika anak memasuki usia remaja. Akibat negatif lainnya dari anak-anak karbitan terlihat ketika ia memasuki usia remaja. Mereka tidak segan segan mempertontonkan berbagai macam perilaku yang tidak patut. Patricia O’Brien menamakannya sebagai “The Shrinking of Childhood”. Lu belum tahu ya… bahwa gue telah melakukan segalanya”, begitu pengakuan seorang remaja pria berusia 12 tahun kepada teman-temannya. “Gue tahu apa itu minuman keras, drug, dan seks ” serunya bangga.
Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan bagaimana pengaruh tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai gangguan kepribadian dan emosi pada anak. Oleh karena ketika semua menjadi cepat mekar…. kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak dipedulikan! Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh, untuk belajar dan untuk berkembang, sebuah proses dalam kehidupannya !
Saat ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas yang berkarier di luar rumah tidak memiliki waktu banyak dengan anak-anak mereka. Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia lebih mengandalkan tenaga “baby sitter” sebagai pengasuh anak-anaknva. Colette Dowling menamakan ibu-ibu muda kelompok ini sebagai “Cinderella Syndrome” yang senang window shopping, ikut arisan, ke salon memanjakan diri, atau menonton telenovela atau buku romantis. Sebagai bentuk ilusi menghindari kehidupan nyata yang mereka jalani.
Kelompok ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di lembaga pendidikan yang mahal, ikut berbagai kegiatan kurikuler, ikut berbagai Les, dan mengikuti berbagai arena, seperti lomba penyanyi cilik, lomba model ini dan itu. Para orangtua ini juga sangat bangga jika anak-anak mereka superior di segala bidang, bukan hanya di sekolah. Sementara orangtua yang sibuk juga mewakilkan diri mereka kepada baby sitter terhadap pengasuhan dan pendidikan anak-anak mereka. Tidak jarang para baby sitter ini mengikuti pendidikan parenting di lembaga pendidikan eksekutif sebagai wakil dari orang tua.
ERA SUPERKIDS
Kecenderungan orangtua menjadikan anaknva “be special ” daripada “be average or normal” semakin marak terlihat. Orangtua sangat ingin anak-anak mereka menjadi “to excel to be the best”. Sebetulnya tidak ada yang salah. Namun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai mengikuti berbagai kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka mengikuti beragam kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa, renang, basket, balet, tari ball, piano, biola, melukis, dan banyak lagi lainnya…maka lahirlah anak-anak super—”SUPERKIDS’ “. Cost merawat anak superkids ini sangat mahal.
Era Superkids berorientasi kepada “Competent Child”. Orangtua saling berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya “earlier is better”. Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik. Neil Posmant seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an meramalkan bahwa jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka lihatlah… ketika anak anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan!
BERBAGAI GAYA ORANGTUA
Kondisi ketidakpatutan dalam memperIakukan anak ini telah melahirkan berbagai gaya orangtua (Parenting Style) yang melakukan kesalahan “mis-education” terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya. Elkind (1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan, antara lain:
Gourmet Parents– (ORTU B0RJU)
Mereka adalah kelompok pasangan muda yang sukses. Memiliki rumah bagus, mobil mewah, liburan ke tempat-tempat yang eksotis di dunia, dengan gaya hidup kebarat baratan. Apabila menjadi orangtua maka mereka akan cenderung merawat anak-anaknya seperti halnya merawat karier dan harta mereka. Penuh dengan ambisi! Berbagai macam buku akan dibaca karena ingin tahu isu-isu mutakhir tentang cara mengasuh anak. Mereka sangat percaya bahwa tugas pengasuhan yang baik seperti halnya membangun karier, maka “superkids” merupakan bukti dari kehebatan mereka sebagai orangtua. Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknya baju-baju mahal bermerek terkenal, memasukkannya ke dalam program-program eksklusif yang prestisius. Keluar masuk restoran mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka sudah diajak tamasya keliling dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu saat kita melihat sebuah sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh berbagai merek mobil terkenal, maka itulah sekolah banyak kelompok orangtua “gourmet ” atau kelompok borju menyekolahkan anak-anaknya.
College Degree Parents — (ORTU INTELEK )
Kelompok ini merupakan bentuk lain dari keluarga intelek yang menengah ke atas. Mereka sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Sering melibatkan diri dalam barbagai kegiatan di sekolah anaknya. Misalnya membantu membuat majalah dinding dan kegiatan ekstra kurikular lainnya. Mereka percaya pendidikan yang baik merupakan pondasi dari kesuksesan hidup. Terkadang mereka juga tergiur menjadikan anak-anak mereka “Superkids “, apabila si anak memperlihatkan kemampuan akademik yang tinggi. Terkadang mereka juga memasukkan anak-anaknya ke sekolah mahal yang prestisius sebagai bukti bahwa mereka mampu dan percaya bahwa pendidikan yang baik tentu juga harus dibayar dengan pantas. Kelebihan kelompok ini adalah sangat peduli dan kritis terhadap kurikulum yang dilaksanakan di sekolah anak anaknya. Dan dalam banyak hal mereka banyak membantu dan peduli dengan kondisi sekolah.
Gold Medal Parents –(ORTU SELEBRITIS )
Kelompok ini adalah kelompok orangtua yang menginginkan anak-anaknya menjadi kompetitor dalam berbagai gelanggang. Mereka sering mengikutkan anaknya ke berbagai kompetisi dan gelanggang. Ada gelanggang ilmu pengetahuan seperti Olimpiade matematika dan sains yang akhir-akhir ini lagi marak di Indonesia . Ada juga gelanggang seni seperti ikut menyanyi, kontes menari, terkadang kontes kecantikan. Berbagai cara akan mereka tempuh agar anak-anaknya dapat meraih kemenangan dan menjadi “seorang Bintang Sejati “. Sejak dini mereka persiapkan anak-anak mereka menjadi “Sang Juara”, mulai dari juara renang, menyanyi dan melukis hingga none abang cilik kelika anak-anak mereka masih berusia TK.
Sebagai ilustrasi dalam sebuah arena lomba ratu cilik di Padang puluhan anak-anak TK baik laki-laki maupun perempuan tengah menunggu di mulainya lomba pakaian adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok, dan acara yang molor menunggu datangnya tokoh anak dari Jakarta. Anak-anak mulai resah, berkeringat, mata memerah karena keringat melelehi mascara anak kecil mereka. Para orangtua masih bersemangat, membujuk anak-anaknya bersabar.
Mengharapkan acara segera di mulai dan anaknya akan kelular sebagai pemenang. Sementara pihak penyelenggara mengusir panas dengan berkipas kertas. Banyak kasus yang mengenaskan menimpa diri anak akibat perilaku ambisi kelompok gold medal parents ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an seorang gadis kecil pesenam usia TK mengalami kelainan tulang akibat ambisi ayahnya yang guru olahraga. Atau kasus “bintang cilik” Yoan Tanamal yang mengalami tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya. Kemudian menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi penghuni penjara. Atau bintang cilik dunia Heintje yang setelah dewasa hanya menjadi pasien dokter jiwa. Gold medal parent menimbulkan banyak bencana pada anak-anak mereka!
Pada tanggal 29 Mei lalu kita saksikan di TV bagaimana bintang cilik “Joshua” yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan orangtuanya. Orangtua Joshua berambisi untuk kembali menjadikan anaknya seorang bintang dengan kembali menggelar konser tunggal. Sebagian dari kita tentu masih ingat bagaimana lucu dan pintarnya Joshua ketika berumur kurang 3 tahun. Dia muncul di TV sebagai anak ajaib karena dapat menghapal puluhan nama-nama kepala negara. Kemudian di usia balitanya dia menjadi penyanyi cilik terkenal. Kita kagum bagaimana seorang bapak yang tamatan SMU dan bekerja di salon dapat membentuk dan menjadikan anaknya seorang “superkid” –seorang penyanyi sekaligus seorang bintang film….
Do-it Yourself Parents
Merupakan kelompok orangtua yang mengasuh anak-anaknya secara alami dan menyatu dengan semesta. Mereka sering menjadi pelayan professional di bidang sosial dan kesehatan, sebagai pekerja sosial di sekolah, di tempat ibadah, di Posyandu dan di perpustakaan. Kelompok ini menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri yang tidak begitu mahal dan sesuai dengan keuangan mereka. Walaupun begitu kelompok ini juga bemimpi untuk menjadikan anak-anaknya “Superkids” –earlier is better”. Dalam kehidupan sehari-hari anak-anak mereka diajak mencintai lingkungannya. Mereka juga mengajarkan merawat dan memelihara hewan atau tumbuhan yang mereka sukai. Kelompok ini merupakan kelompok penyayang binatang, dan mencintai lingkungan hidup yang bersih.
Outward Bound Parents— (ORTU PARANOID)
Untuk orangtua kelompok ini mereka memprioritaskan pendidikan yang dapat memberi kenyamanan dan keselamatan kepada anak-anaknya. Tujuan mereka sederhana, agar anak-anak dapat bertahan di dunia yang penuh dengan permusuhan. Dunia di luar keluarga mereka dianggap penuh dengan marabahaya. Jika mereka menyekolahkan anak-anaknya maka mereka lebih memilih sekolah yang nyaman dan tidak melewati tempat tempat tawuran yang berbahaya. Seperti halnya Do It Yourself Parents, kelompok ini secara tak disengaja juga terkadang terpengaruh dan menerima konsep “Superkids”. Mereka mengharapkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang hebat agar dapat melindungi diri mereka dari berbagai macam marabahaya. Terkadang mereka melatih kecakapan melindungi diri dari bahaya, seperti memasukkan anak-anaknya “Karate, Yudo, pencak Silat” sejak dini. Ketidakpatutan pemikiran kelompok ini dalam mendidik anak-anaknya adalah bahwa mereka terlalu berlebihan melihat marabahaya di luar rumah tangga mereka, mudah panik dan ketakutan melihat situasi yang selalu mereka pikir akan membawa dampak buruk kepada anak. Akibatnya anak-anak mereka menjadi “steril” dengan lingkungannya.
Prodigy Parents –(ORTU INSTANT)
Merupakan kelompok orangtua yang sukses dalam karier namun tidak memiliki pendidikan yang cukup. Mereka cukup berada, namun tidak berpendidikan yang baik. Mereka memandang kesuksesan mereka di dunia bisnis merupakan bakat semata. Oleh karena itu mereka juga memandang sekolah dengan sebelah mata, hanya sebagai kekuatan yang akan menumpulkan kemampuan anak-anaknya.
Tidak kalah mengejutkannya, mereka juga memandang anak-anaknya akan hebat dan sukses seperti mereka tanpa memikirkan pendidikan seperti apa yang cocok diberikan kepada anak-anaknya. Oleh karena itu mereka sangat mudah terpengaruh kiat-kiat atau cara unik dalam mendidik anak tanpa bersekolah. Buku-buku instant dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku tentang “Kiat-Kiat Mengajarkan bayi Membaca” karangan Glenn Doman , atau “Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Matematika” karangan Siegfried, “Berikan Anakmu pemikiran Cemerlang” karangan Therese Engelmann, dan “Kiat-Kiat Mengajarkan Anak Dapat Membaca Dalam Waktu 9 Hari” karangan Sidney Ledson.
Encounter Group Parents–( ORTU NGERUMPI )
Merupakan kelompok orangtua yang memiliki dan menyenangi pergaulan. Mereka terkadang cukup berpendidikan, namun tidak cukup berada atau terkadang tidak memiliki pekerjaan tetap (luntang lantung). Terkadang mereka juga merupakan kelompok orangtua yang kurang bahagia dalam perkawinannya.
Mereka menyukai dan sangat mementingkan nilai-nilai relationship dalam membina hubungan dengan orang lain. Sebagai akibatnya kelompok ini sering melakukan ketidakpatutan dalam mendidik anak-­anak dengan berbagai perilaku “gang ngrumpi” yang terkadang mengabaikan anak. Kelompok ini banyak membuang-buang waktu dalam kelompoknya sehingga mengabaikan fungsi mereka sebagai orangtua. Atau pun jika mereka memiliki aktivitas di kelompokya lebih berorientasi kepada kepentingan kelompok mereka. Kelompok ini sangat mudah terpengaruh dan latah untuk memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya. Menjadikan anak-anak mereka sebagai “Superkids” juga sangat diharapkan. Namun banyak dari anak anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan.
Milk and Cookies Parents-(ORTU IDEAL)
Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang memiliki masa kanak-kanak yang bahagia, yang memiliki kehidupan masa kecil yang sehat dan manis. Mereka cenderung menjadi orangtua yang hangat dan menyayangi anak-anaknya dengan tulus. Mereka juga sangat peduli dan mengiringi tumbuh kembang anak-anak mereka dengan penuh dukungan.
Kelompok ini tidak berpeluang menjadi orangtua yang melakukan “miseducation” dalam merawat dan mengasuh anak-anaknya. Mereka memberikan lingkungan yang nyaman kepada anak-anaknya dengan penuh perhatian, dan tumpahan cinta kasih yang tulus sebagai orang tua.
Mereka memenuhi rumah tangga mereka dengan buku-buku, lukisan dan musik yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang makan, bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi anak-anak mereka untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak mereka pun meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah yang menyebabkan. Kehangatan hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang sehat pada anak untuk percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar.
Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang menjalankan tugasnya dengan patut kepada anak-anak mereka. Mereka begitu yakin bahwa anak membutuhkan suatu proses dan waktu untuk dapat menemukan sendiri keistimewaan yang dimilikinya. Dengan kata lain mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan menemukan sendiri kekuatan di dirinya. Bagi mereka setiap anak adalah benar-benar seorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga berbeda dan unik!
Kamu harus tahu bahwa tiada satu pun yang lebih tinggi, atau lebih kuat, atau lebih baik, atau pun lebih berharga dalam kehidupan nanti daripada kenangan indah; terutama kenangan manis di masa kanak-kanak. Kamu mendengar banyak hal tentang pendidikan, namun beberapa hal yang indah, kenangan berharga yang tersimpan sejak kecil adalah mungkin itu pendidikan yang terbaik. Apabila seseorang menyimpan banyak kenangan indah di masa kecilnya, maka kelak seluruh kehidupannya akan terselamatkan. Bahkan apabila hanya ada satu saja kenangan indah yang tersiampan dalam hati kita, maka itulah kenangan yang akan memberikan satu hari untuk keselamatan kita” (destoyevsky’ s brothers karamoz)
PERSPEKTIF SEKOLAH YANG MENGKARBIT ANAK
Kecenderungan sekolah untuk melakukan pengkarbitan kepada anak didiknya juga terlihat jelas. Hal ini terjadi ketika sekolah berorientasi kepada produk daripada proses pembelajaran. Sekolah terlihat sebagai sebuah “Industri” dengan tawaran-tawaran menarik yang mengabaikan kebutuhan anak. Ada program akselerasi, ada program kelas unggulan. Pekerjaan rumah yang menumpuk. Tugas-tugas dalam bentuk hanya lembaran kerja. Kemudian guru-guru yang sibuk sebagai “Operator kurikulum” dan tidak punya waktu mempersiapkan materi ajar karena rangkap tugas sebagai administrator sekolah. Sebagai guru kelas yang mengawasi dan mengajar terkadang lebih dari 40 anak, guru hanya dapat menjadi “pengabar isi buku pelajaran” ketimbang menjalankan fungsi edukatif dalam menfasilitasi pembelajaran. Di saat-saat tertentu sekolah akan menggunakan “mesin-mesin dalam menskor” capaian prestasi yang diperoleh anak setelah diberikan ujian berupa potongan-potongan mata pelajaran. Anak didik menjadi dimiskinkan dalam menjalani pendidikan di sekolah. Pikiran mereka diforsir untuk menghapalkan atau melakukan tugas-tugas yang tidak mereka butuhkan sebagai anak.
Manfaat apa yang mereka peroleh jika guru menyita anak membuat bagan organisasi sebuah birokrasi? Manfaat apa yang dirasakan anak jika mereka diminta membuat PR yang menuliskan susunan kabinet yang ada di pemerintahan? Manfaat apa yang dimiliki anak jika ia disuruh menghapal kalimat-kalimat yang ada di dalam buku pelajaran? Tumpulnya rasa dalam mencerna apa yang dipikirkan oleh otak dengan apa yang direfleksikan dalam sanubari dan perilaku-perilaku keseharian mereka sebagai anak menjadi semakin senjang. Anak-anak tahu banyak tentang pengetahuan yang dilatihkan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum persekolahan, namun mereka bingung mengimplementasikan dalam kehidupan nyata. Sepanjang hari mereka bersekolah di sekolah untuk sekolah? dengan tugas-tugas dan PR yang menumpuk….
Namun sekolah tidak mengerti bahwa anak sebenarnya butuh bersekolah untuk menyongsong kehidupannya! Lihatlah, mereka semua belajar dengan cara yang sama. Membangun 90 % kognitif dengan 10 % afektif. Paulo Freire mengatakan bahwa sekolah telah melakukan “pedagogy of the oppressed” terhadap anak-anak didiknya. Di mana guru mengajar, anak diajar, guru mengerti semuanya dan anak tidak tahu apa-apa, guru berpikir dan anak dipikirkan, guru berbicara dan anak mendengarkan, guru mendisiplin dan anak didisiplin, guru memilih dan mendesakkan pilihannya dan anak hanya mengikuti, guru bertindak dan anak hanya membayangkan bertindak lewat cerita guru, guru memilih isi program dan anak menjalaninya begitu saja, guru adalah subjek dan anak adalah objek dari proses pembelajaran (Freire,1993). Model pembelajaran banking system ini dikritik habis-habisan sebagai masalah kemanusiaan terbesar. Belum lagi persaingan antar sekolah. dan persaingan ranking wilayah….
Mengkompetensi Anak— merupakan ” KETIDAKPATUTAN PENDIDIKAN”
Anak adalah anugrah Tuhan… sebagai hadiah kepada semesta alam, tetapi citra anak dibentuk oleh sentuhan tangan-tangan manusia dewasa yang bertanggungjawab. “(Nature versus Nurture) bagaimana ?” Karena ada dua pengertian kompetensi. kompetensi yang datang dari kebutuhan di luar diri anak (direkayasa oleh orang dewasa) atau kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dari dalam diri anak sendiri.
Sebagai contoh adalah konsep kompetensi yang dikemukakan oleh John Watson (psikolog) pada tahun 1920 yang mengatakan bahwa bayi dapat ditempa menjadi apapun sesuai kehendak kita; sebagai komponen sentral dari konsep kompetensi. Jika bayi-bayi mampu jadi pembelajar, maka mereka juga dapat dibentuk melalui pembelajaran dini.
Kata-kata Watson yang sangat terkenal adalah sebagai berikut : “Give me a dozen healthy infants, well formed and my own special world to bring them up in, and I’ll guarantee you to take any one at random and train him to become any type of specialist I might select — doctor, lawyer, artist, merchant chief and yes, even beggar and thief regardless of this talents, penchants, tendencies, vocations, and race of his ancestors ”
Pemikiran Watson membuat banyak orang tua melahirkan “intervensi dini” setelah mereka melakukan serangkaian tes Inteligensi kepada anak-anaknya. Ada sebuah kasus kontroversi yang terjadi di Institut New Jersey pada tahun 1979. Di mana guru-guru melakukan serangkaian program tes untuk mengukur “Kecakapan Dasar Minimum (Minimum Basic Skill)” dalam mata pelajaran membaca dan matematika. Hasil dari pelaksanaan program ini dilaporkan kolomnis pendidikan Fred Hechinger kepada New York Times sebagai berikut : “The improvement in those areas were not the result of any magic program or any singular teaching strategy, they were… simply proof that accountability is crucial and that, in the past five years, it has paid off in New Yersey.”
Juga belajar dari biografi tiga orang tokoh legendaris dunia seperti Eleanor Roosevelt, Albert Einstein dan Thomas Edison, yang diilustrasikan sebagai anak-anak yang bodoh dan mengalami keterlambatan dalam akademik ketika mereka bersekolah di SD kelas rendah. Semestinya kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan dini sangat berbahaya jika dibuatkan kompetensi-kompetensi perolehan pengetahuan hanya secara kognitif.
Oleh karena hingga hari ini sekolah belum mampu menjawab dan dapat menampilkan kompetensi emosi sosial anak dalam proses pembelajaran. Pendidikan anak seutuhnya yang terkait dengan berbagai aspek seperti emosi, sosial, kognitif pisik, dan moral belum dapat dikemas dalam pembelajaran di sekolah secara terintegrasi. Sementara pendidikan sejati adalah pendidikan yang mampu melibatkan berbagai aspek yang dimiliki anak sebagai kompetensi yang beragam dan unik untuk dibelajarkan. Bukan anak dibelajarkan untuk di tes dan di skor saja!. Pendidikan sejati bukanlah paket-paket atau kemasan pembelajaran yang berkeping-keping, tetapi bagaimana secara spontan anak dapat terus menerus merawat minat dan keingintahuan untuk belajar. Anak mengenali tumbuh kembang yang terjadi secara berkelangsungan dalam kehidupannya. Perilaku keingintahuan -”curiosity” inilah yang banyak tercabut dalam sistem persekolahan kita. Akademik Bukanlah Keutuhan Dari Sebuah Pendidikan!. “Empty Sacks will never stand upright” — George Eliot
Pendidikan anak seutuhnya tentu saja bukan hanya mengasah kognitif melalui kecakapan akademik semata! Sebuah pendidikan yang utuh akan membangun secara bersamaan, pikiran, hati, pisik, dan jiwa yang dimiliki anak didiknya. Membelajarkan secara serempak pikiran, hati. dan pisik anak akan menumbuhkan semangat belajar sepanjang hidup mereka. Di sinilah dibutuhkannya peranan guru sebagai pendidik akademik dan pendidik sanubari “karakter”. Di mana mereka mendidik anak menjadi “good and smart ” terang hati dan pikiran.
Sebuah pendidikan yang baik akan melahirkan “how learn to learn” pada anak didik mereka. Guru-guru yang bersemangat memberi keyakinan kepada anak didiknya bahwa mereka akan memperoleh kecakapan berpikir tinggi, dengan berpikir kritis, dan cakap memecahkan masalah hidup yang mereka hadapi sebagai bagian dari proses mental. Pengetahuan yang terbina dengan baik yang melibatkan aspek kognitif dan emosi, akan melahirkan berbagai kreativitas.
Leonardo da Vinci seorang pelukis besar telah menghabiskan waktunya berjam-jam untuk belajar anatomi tubuh manusia. Thomas Edison mengatakan bahwa “genius is 1 percent inspiration and 99 percent perspiration “.
Semangat belajar “encourage” tidak dapat muncul tiba-tiba di diri anak. Perlu proses yang melibatkan hati, kesukaan dan kecintaan belajar. Sementara di sekolah banyak anak patah hati karena gurunya yang tidak mencintai mereka sebagai anak. Selanjutnya misi sekolah lainnya yang paling fundamental adalah mengalirkan “moral litermy” melalui pendidikan karakter. Kita harus ingat bahwa kecerdasan saja tidak cukup. Kecerdasan plus karakter inilah tujuan sejati sebuah pendidikan (Martin Luther King, Jr ). lnilah keharmonisan dari pendidikan, bagaimana menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan, antara kecerdasan hati dan pikiran, antara pengetahuan yang berguna dengan perbuatan yang baik ….
PENUTUP
Mengembalikan pendidikan pada hakikatnya untuk menjadikan manusia yang terang hati dan terang pikiran “good and smart” merupakan tugas kita bersama. Melakukan reformasi dalam pendidikan merupakan kerja keras yang mesti dilakukan secara serempak, antara sekolah dan masyarakat, khususnya antara guru dan orangtua. Pendidikan yang ada sekarang ini banyak yang tidak berorientasi kepada kebutuhan anak sehingga tidak dapat memekarkan segala potensi yang dimiliki anak. Atau pun jika ada yang terjadi adalah ketidakseimbangan yang cenderung memekarkan aspek kognitif dan mengabaikan faktor emosi.
Begitu juga orangtua. Mereka berkecenderungan melakukan training dini kepada anak. Mereka ingin anak-anak mereka menjadi “SUPERKIDS”. Inilah fenomena yang sedang trend akhir-akhir ini. Inilah juga awal dari lahirnya era anak-anak karbitan! Lihatlah nanti ketika anak-anak karbitan itu menjadi dewasa, maka mereka akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan. (http://rumahinspirasi.com/anak-anak-karbitan/)
Dunia pendidikan kita adalah dunia sekolah.

Belajar selalu diidentikkan dengan sekolah. Yang dinamakan belajar itu yang bersekolah. Kalau tidak bersekolah berarti tidak belajar. Itulah pemahaman mainstream yang dianggap sebagai kebenaran pada saat ini.
Akibatnya, makna belajar menjadi menyempit. Belajar diidentikkan dengan bagaimana sekolah diselenggarakan. Jadi, yang disebut belajar itu ada jam khususnya, antara jam 7-12. Belajar itu tentang mata pelajaran, kalau bukan tentang mata pelajaran bukan dinamakan belajar, tetapi sekedar hobi. Belajar itu harus duduk diam mendengarkan penjelasan guru; kalau menonton Great Migration di NGC atau mengoprek alat elektronik, itu bukan belajar tetapi hanya mengisi waktu luang. Belajar itu harus keluar rumah dan di gedung tertentu; kalau membuat masakan di rumah itu bukan belajar, tapi membantu pekerjaan orangtua.
Halah…. menyedihkan. Tapi begitulah kira-kira potret pandangan umum tentang belajar yang sudah dirancukan dengan sekolah.
**
Padahal, belajar jauh lebih luas maknanya daripada bersekolah. Sekolah hanyalah salah satu bentuk dan model belajar. Tetapi, belajar itu sendiri tak identik dengan sekolah. Yang wajib itu adalah belajar, bukan sekolah.
Oleh karena itu, tantangan besar kita adalah mengembalikan keluasan makna belajar. Belajar bisa apa saja (yang diminati), belajar bisa dilakukan di mana saja (yang disukai), belajar bisa terjadi kapan saja (diinginkan), belajar bisa dari siapa saja (yang mencerahkan).
Itulah pendidikan sepanjang hayat, kehidupan yang menjadi ruang belajar sekaligus proses belajar.
Bisakah kita?

Pola Hidup Sehat Nan Berkah Ala Rasulullah


Rahasia sukses hidup sehat Rasulullah di atas diungkap oleh Prof. Dr. Musthofa Romadhon. Berdasarkan beberapa riwayat yang bisa dipercaya didapatkan gambaran pola hidup sehat Rasulullah, diantaranya :
1.        Bangun Sebelum Subuh
Asupan awal ke dalam tubuh Rasulullah adalah udara segar pada waktu subuh. Beliau bangun sebelum subuh dan melaksanakan qiyamul lail. Para pakar kesehatan menyatakan, udara sepertiga malam terakhir sangat kaya dengan oksigen dan belum terkotori oleh zat-zat lain, sehingga sangat bermanfaat untuk optimalisasi metabolisme tubuh. Hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap vitalitas seseorang dalam aktivitasnya selama seharian penuh.
2.        Menjaga Kebersihan Mulut dan Gigi
Di pagi hari, Rasulullah saw menggunakan siwak untuk menjaga kesehatan mulut dan gigi. Organ tubuh tersebut merupakan organ yang sangat berperan dalam konsumsi makanan. Apabila mulut dan gigi sakit, maka biasanya proses konsumsi makanan menjadi terganggu.
3.        Sarapan Air Dingin dicampur Madu
Di pagi hari pula Rasulullah saw membuka menu sarapannya dengan segelas air dingin yang dicampur dengan sesendok madu asli. Khasiatnya luar biasa. Dalam Al Qur’an, madu merupakan syifaa (obat) yang diungkapkan dengan isim nakiroh menunjukkan arti umum dan menyeluruh. Pada dasarnya, bisa menjadi obat berbagai penyakit. Ditinjau dari ilmu kesehatan, madu berfungsi untuk membersihkan lambung, mengaktifkan usus-usus dan menyembuhkan sembelit, wasir dan peradangan.
4.        Makan Tujuh Butir Kurma
Masuk waktu dhuha (pagi menjelang siang), Rasulullah saw senantiasa mengonsumsi tujuh butir kurma ajwa’ (matang). Rasulullah saw pernah bersabda, “Barang siapa yang makan tujuh butir kurma, maka akan terlindungi dari racun”. Hal itu terbuki ketika seorang wanita Yahudi menaruh racun dalam makanan Rasulullah pada sebuah percobaan pembunuhan di perang khaibar. Racun yang tertelan oleh Rasulullah saw kemudian dinetralisir oleh zat-zat yang terkandung dalam kurma. Salah seorang sahabat, Bisyir ibu al Barra’ yang ikut makan tersebut akhirnya meninggal, tetapi Rasulullah saw selamat dari racun tersebut.
5.        Konsumsi Roti dicampur Cuka dan Minyak Zaitun
Menjelang sore hari, menu Rasulullah biasanya adalah cuka dan minyak zaitun. Selain itu, Rasulullah juga mengonsumi makanan pokok seperti roti. Manfaatnya banyak sekali, diantaranya mencegah lemah tulang, kepikunan di hari tua, melancarkan sembelit, menghancurkan kolesterol dan melancarkan pencernaan. Roti yang dicampur cuka dan minyak zaitun juga berfungsi untuk mencegah kanker dan menjaga suhu tubuh di musim dingin.
6.        Perbanyak Sayuran
Di malam hari, menu utama makan malam Rasulullah adalah sayur-sayuran. Beberapa riwayat mengatakan, Rasulullah saw selalu mengonsumsi sana al makki dan sanut. Menurut Prof. Dr. Musthofa, di Mesir deudanya mirip dengan sabbath dan ba’dunis. Mungkin istilahnya cukup asing bagi orang di luar Arab, tapi dia menjelaskan, intinya adalah sayur-sayuran. Secara umum, sayuran memiliki kandungan zat dan fungsi yang sama yaitu menguatkan daya tahan tubuh dan melindungi dari serangan penyakit.
7.        Tidak langsung tidur setelah makan
Rasulullah saw tidak langsung tidur setelah makan malam. Beliau beraktivitas terlebih dahulu supaya makanan yang dikonsumsi masuk lambung dengan cepat dan baik sehingga mudah dicerna. Caranya juga bisa dengan shalat. Rasulullah saw bersabda,” Cairkan makanan kalian dengan berdzikir kepada Allah SWT dan shalat, serta janganlah kalian langsung tidur setelah makan karena dapat membuat hati kalian menjadi keras”. (HR Abu Nu’aim dari Aisyar r.a).
8.        Makanan Tambahan Lainnya
Disamping menu wajib diatas, ada beberapa makanan yang disukai Rasulullah tetapi tidak rutin mengonsumsinya. Diantaranya, tsarid yaitu campuran antara roti dan daging dengan kuah air masak. Beliau juga senang makan buah yaqthin atau labu air, yang terbukti bisa mencegah penyakit gula. Kemudian, beliau juga senang makan buah anggur dan hilbah (susu).
9.        Berolahraga
Rasulullah saw sering menyempatkan diri untuk berolahraga. Terkadang beliau berolahraga sambil bermain dengan anak-ana dan cucu-cucunya. Pernah pula Rasulullah lomba lari dengan istri tercintanya, Aisyah r.a.
10.   Jangan Begadang
Rasulullah saw tidak menganjurkan umatnya untuk bergadang. Hal itu yang melatari, beliau tidak menyukai berbincang-bincang dan makan sesudah waktu isya. Biasanya beliau tidur lebih awal supaya bisa bangun lebih pagi. Istirahat yang cukup dibutuhkan oleh tubuh karena tidur termasuk hak tubuh.
Yang perlu juga diketahui, pola makan Rasulullah saw ternyata sangat cocok dengan irama biologi berupa siklus pencernaan tubuh manusia yang oleh pakar kesehatan disebut circadian rhytme (irama biologis). Sehingga sangat tepat jika kita mencontohnya.

http://www.rumahsehatherbaholistic.com/82-tips-sehat/76-pola-hidup-sehat-nan-berkah-ala-rasulullah.html

6 Tips Agar Buah Hati Senang Menghafal Al-Quran

Rubrik: Pendidikan Anak | Oleh: Muhammad Hasan Hidayatulah - 12/03/14 | 21:01 | 11 Jumada al-Ula 1435 H
dakwatuna.com – Memiliki buah hati yang gemar membaca Al-Quran adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi setiap abi dan umi, walaupun kondisinya belum bisa membaca dengan sempurna atau masih terbata-bata.Tentu saja kebahagiaan itu akan terasa lebih lengkap ketika abi dan umi menyaksikan buah hati tercinta bisa lancar membaca Al Quran apalagi sampai bisa menghafalnya.
Apalagi ketika mereka masih usia dini, kebahagiaan itu terasa lebih sempurna dengan pemandangan lucu dan polosnya sang buah hati. Bagaikan kaset baru yang masih kosong, sebetulnya memori mereka sangat siap menampung file-file Al Quran. Buktinya mereka bisa menghafal berbagai macam lagu yang mereka dengarkan secara berulang-ulang, padahal lagu tersebut tidak secara serius diajarkan.
Berikut 6 tips sederhana untuk abi dan umi agar buah hati tercinta gemar dan bisa menghafal Al-Quran.
  1. Pujian. Perlu kita pahami, anak pada usia dini sangat senang mendapatkan pujian dan sanjungan. Bahkan kebanyakan anak usia dini lebih cepat menangkap instruksi dan menuruti permintaan abi dan umi adalah dengan pujian bukan dengan sebuah perintah. Pujian ini akan menjadikan mereka bersemangat dan istiqamah dalam menghafal Al Quran.
  2. Hadiah. Ini adalah cara yang efektif untuk memacu keinginan mereka berprestasi dalam hafalannya. Berikanlah hadiah dan iming-iming lainnya dengan tugas tertentu yang bisa secara mudah dilakukan.
    Hadiah tidak harus sesuatu yang mahal, hadiah yang terbaik adalah hadiah yang sekiranya membantu usaha buah hati dalam menghafal Al Quran, contohnya mushaf dengan sampul berwarna-warni, MP3 Player berisikan murattal anak, bisa juga kaset atau dvd Murottal Al Qur’an khusus anak yang bisa abi dan umi pesan di dvd.pusatalquran.com
  3. Menyenangkan. Jadikan suasana menghafal Al Quran untuk buah hati menjadi menyenangkan. Siapkan ruangan khusus dengan warna dinding yang beraneka ragam dan pernak-pernik lucu digantung atau ditempel, dan pastikan agar tempelannya adalah sesuatu yang berhubungan dengan Al Quran contohnya nama-nama surat ditulis pada karton berwarna ditempelkan di kardus, kemudian dirangkai dengan benang.
  4. Cerita.   Bukalah acara menghafal dengan cerita menarik, terutama cerita yang berhubungan dengan ayat yang akan dihafal. Jangan lupa ajak mereka berimajinasi tentang keindahan surga dan imbalan lainnya bagi penghafal Al Quran.
  5. Gambar. Yang tidak kalah pentingnya adalah menunjukkan gambar yang berhubungan dengan surat atau ayat yang sedang dihafal. Ini sangat bagus untuk menguatkan hafalan dengan imajinasi gambar. Lebih bagus lagi apabila ada proses khusus menikmati gambar, contohnya sebelum dijelaskan gambarnya, abi dan umi mengajak buah hati untuk mewarnai gambarnya terlebih dahulu.
  6. Murattal perayat. Yang sangat penting dari semua tips adalah memperdengarkan buah hati murattal Al Quran perayat. Putarkanlah maksimal lima ayat secara berulang-ulang dalam dua sampai tiga harian  secara terus menerus. Agar lebih memancing semangatnya, putarkanlah murattal dengan qori anak-anak, contohnya Muhammad Thaha Al junayd, atau ahmad saud. Biarkanlah murattal itu berputar walaupun sang buah hati tidak memperhatikannya secara serius. Karena mereka akan menangkapnya dan mengulanginya tanpa diperintah. DVD murottal khusus anak sudah tersebar luas di Indonesia, untuk mempermudah abi dan umi mendapatkannya, silakan pesan di dvd.pusatalquran.com

SISTEM PENDIDIKAN SUKU MAURITANIYYAH YANG MENAKJUBKAN


Ibnu 'Amr Ad Dimakiy dari ustadz 'Abdullah Zaidi bercerita kepadaku...
"Anta tau tidak kalau ada satu suku yang sangat disegani oleh masyaikh saudi, namun berasal dari luar As Su'udiyyah?"
"Suku apa itu ustadz?"
"Pernah dengar Mauritaniyyah?"
"Belum ustadz, kenapa mereka disegani ustadz?"
"Karena kebiasaan mereka dalam menuntut 'ilmu yang sangat luar biasa... Jika ada seorang anak kecil disana berumur 7 tahun belum hafal qur'an itu akan sangat memalukan kedua orangtuanya... Bahkan 7 dari 13 doktor di MEDIU berasal dari Mauritaniyyah."
"Masya Allah, bagaimana sistem pengajaran mereka...???
"Pertanyaan anta jamil... memang kita bukan hanya harus takjub, tapi kita harus meniru sistem yang mereka gunakan. jadi begini akhi...
Mereka itu mendapatkan pendidikan Al Qur'an bukan hanya sejak kecil, tapi sejak BAYI...
Ketika ada seorang ibu hamil, dia tidak akan menghabiskan waktu HANYA tidur di kasur. ibu tersebut akan MENYIBUKKAN DIRI untuk MUROJA'AH HAFALANNYA hingga ibu itu TERASA LETIH karenanya...
Setelah bayi itu lahir, keluarga yang akan muroja'ah. Misalkan seorang anak akan muroja'ah kepada bapak atau ibunya, maka DIWAJIBKAN untuk dia muroja'ah di depan adiknya yang masih bayi pula. Jadi ketika ibunya sedang menggendong bayi tersebut, kakaknya muroja'ah kepada ibunya. Kalaupun suara tangis bayi mengganggu kakaknya ya itulah tantangan untuk anak tersebut..."
"Masya Allah, lalu sistem ketika menginjak remaja gimana ustadz?"
"Ahsanta, ketika mereka berusia 7 tahun ke atas, mereka akan pergi kepada masyaikh untuk belajar agama. mereka TIDAK BELAJAR DI DALAM KELAS. Jadi para masyaikh setempatMEMBUAT TENDA DI TENGAH GURUN, dan di dalam tenda itulah proses belajar mengajar dilakukan... Mungkin dalam fikiran kita menyakitkan karena panasnya. namun itu NIKMAT untuk mereka karena RASA INGIN TAU YANG TINGGI pada diri mereka menjadikan SEDIKIT 'ILMU adalah NIKMAT DAN RIZQI YANG MELIMPAH UNTUK MEREKA, BUKAN HARTA...!!!"
"Masya Allah... Masya Allah Yaa Ustadz..."
"Na'am, ketika syaikh tersebut berkata, "ISTAMI'...!!!", maka semuanya menatap syaikh tersebut dan menyimak dengan seksama. Tidak ada yang berani menulis bahkan BERMAIN PULPEN, karena akan dimarahi...
Setelah syaikhnya menerangkan panjang lebar barulah mereka menulis. Mereka menulispun juga BUKAN di selembar kertas. Mereka menulis di batu, daun, kulit pohon atau sejenisnya yang mereka bawa dari rumah, kenapa tidak pakai kertas? karena memang itu dilarang, dan mereka hanya membawa selembar saja...
Setelah mereka menulis maka tulisan mereka yang berasal dari ingatan mereka itu ditunjukkan ke syaikh, kalau ada kesalahan maka akan dikembalikan untuk dibetulkan hingga semua santrinya menuliskan semua yang diucapkan syaikh... Itu menunjukkan SYAIKH TERSEBUT HAFAL APA YANG DIUCAPKAN.
Masya Allah... Ketika semua santrinya telah menuliskan dengan benar maka syaikh memerintahkan untuk dihapus..."
"Dihapus ustadz...??? Lalu mereka tidak punya catatan pelajaran hari itu dong?"
"Laa yaa akhi, ketika semuanya sudah benar itu menunjukkan pelajaran yang disampaikan oleh syaikh sudah HAFAL DI LUAR KEPALA. Jadi catatan mereka ya ingatan mereka itu... Setelah semuanya benar dan telah dihapus, maka syaikh melanjutkan pelajarannya... Begitu seterusnya sampai pelajaran di hari itu habis. Setelah mereka pulang ke rumah, barulah apa yang mereka INGAT mereka tulis ulang dalam buku-buku mereka...
Di usia 17 tahun, mereka sudah bisa mengeluarkan fatwa, yang berarti mereka sudah menjadi MUFTI..."
"Masya Allah, merinding ana ustadz..."
"Jamil... Dulu ketika ana di LIPIA ada cerita menarik, dosen ana ketika ingin mencari atau mengingat-ingat sebuah hadits maka beliau bertanya kepada temannya yang masih berstatus mahasiswa S2, karena apa?
Karena ikhwan ini sudah hafal kutubus sittah, bulughul marom, shohihain, dan sekarang sedang menghafal musnad imam ahmad dan sudah hafal 2/3 nya... Anta tau kan kitab-kitab tersebut tebalnya seperti apa??? itu hanya masih tebalnya, belum isi dari kitab tersebut... BERAPA BANYAK HADITS YANG TERDAPAT DI KITAB ITU? Masya Allah.
Dan yang akan lebih mengherankan anta adalah, MEREKA BUKAN HANYA HAFAL MATAN HADITSNYA... NAMUN SAMPAI KE RIJALUL HADITS, PERAWI INI LAHIR TAHUN SEKIAN, MENINGGAL TAHUN SEKIAN, MENGAMBIL HADITS DARI SIAPA SAJA, DINYATAKAN TSIQAH ATAU TIDAK OLEH 'ULAMA, HINGGA DIA BISA MENENTUKAN SENDIRI SANAD HADITS TERSEBUT SHAHIH ATAU TIDAK TANPA MENCATUT PERKATAAN SEORANG MUHADDITS SEPERTI SYAIKH ALBANI KALAU HADITS TERSEBUT SHAHIH..."
"Masya Allah, merasa tidak punya apa-apa ustadz ketika menyadari di belahan bumi lain ada yang mempelajari agama hingga seperti itu..."
"Na'am, ana pun demikian... kalau anta ingat, USTADZ ERWANDI TARMIDZI pernah bilang seperti ini : "Janganlah kalian bangga ketika sudah hafal al qur'an, karena memang itu belum ada apa-apanya di kalangan penuntut 'ilmu, dan janganlah kalian bangga ketika sudah hafal hadits arbain, karena itu sudah sangat lazim di kalangan penuntut 'ilmu, janganlah kalian menjadi sombong dengan sedikitnya 'ilmu yang kalian miliki... karena bukannya 'ilmu itu akan bertambah malah bisa jadi akan berkurang. hafal qur'an hanyalah pintu untuk antum memasuki dunia para 'ulama, hadits arbain hanyalah dasar pijakan pertama antum memasuki dunia para 'ulama, namun kalian belum pantas disebut 'ulama..."
"Masya Allah, banyak faidah dari obrolan ini ustadz..."
"Jamil, makna dari zuhud itu apa? Al Faqir Wal Masakin kah? Atau seperti apa menurut anta?"
"Yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang ditanya ustadz..."
"Ahsanta, Barakallahu fiik, zuhud adalah ketika kita mampu meninggalkan apa-apa saja yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat kita, al mislu: nonton YKS bermanfaat tidak untuk kehidupan akhirat kita?"
"Tidak ustadz."
"Jamil, maka tinggalkanlah hal yang serupa dengan itu dalam urusan duniawi kita kalau tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat kita... Itulah zuhud."
"Ahsanta, lalu kenapa 'ulama dari mauritaniyyah tidak terkenal ustadz?"
"Karena kebiasaan mereka... Mereka lebih disibukkan untuk belajar dan mengajar. Tidak ada yang namanya safari dakwah atau khuruj ke suatu tempat dan yang semisalnya... Kalau kita butuh beliau, ya kita yang mengunjungi beliau... Sebenarnya banyak 'ulama dari mauritaniyyah, coba saja cari 'ulama yang berakhiran "ASY SYINQITHI". Mereka adalah hasil didikan adat menuntut 'ilmu ala mauritaniyyah..."
"Syukran atas tadzkirahnya ustadz."
"'Afwan, sebenarnya ana juga sedang muhasabah diri, kalau diri kita belum dididik dengan sistem seperti itu, berarti tugas kita untuk mendidik anak cucu kita dengan sistem yang mereka miliki..."
Via : Nafas Diri Blog
Publish : IMI (Islamic Media Indonesia)
Like & Share

Anak Nakal Itu Ada

Ada anak yang ketika kecil nakal sekali, saat dewasa justru menjadi orang besar yang kehadirannya memberi manfaat bagi ummat manusia. Tetapi ini bukan berarti untuk menjadi orang besar, masa kecilnya harus nakal. Imam Syafi’i rahimahullah, semasa kecil menunjukkan antusiasme belajar yang sangat besar, saat beranjak besar semakin berkobar-kobar semangatnya, dan di usia yang masih amat belia, yakni 16 tahun,telah memiliki kepatutan untuk memberikan fatwa. Sebuah kedudukan yang sangat tinggi bagi seseorang yang mendalami agama ini. Beliau juga menjadi peletak dasar ushul fiqh yang sangat berpengaruh hingga kini.

Tak sedikit pula kita membaca dalam sejarah tentang orang-orang yang membawa kerusakan di masa dewasanya, ternyata saat kecil telah menunjukkan perilaku nakalnya. Bermula dari masa kecil yang tak tertangani dengan baik, keburukan itu melekat padanya hingga masa dewasa. Ia rusak dan merusak orang lain.

Apa yang ingin saya katakan dengan tulisan ini? Menyederhanakan masalah bahwa kenakalan anak justru bermanfaat untuk keberhasilannya di masa dewasa, merupakan kesimpulan yang terlalu gegabah. Sederhana itu memang tanda kebijaksanaan (simplexveri sigillum), tetapi terlalu menyederhanakan persoalan tanda kurang wawasan dan dangkal berpikir. Sama kelirunya menganggap kenakalan anak merupakan pertanda masa depan yang sangat buruk. Ini juga terlalu menyederhanakan masalah.

Di sebuah seminar, seorang bapak dari Dinas Pendidikan setempat menyampaikan dengan sangat mantap. Ia berkata, “Anak nakal itu tidak ada. Sekali lagi, tidak ada. Yang ada adalah over-kreatif.” Ini ungkapan yang indah, memukau dan membodohkan. Jika benar kenakalan itu merupakan bentuk over kreatif, maka mafhum mukhalafah-nya yang tidak nakal pastilah menjadi orang-orang yang sangat kreatif. Tetapi yang kita jumpai tidak demikian. Yang nakal, tidak kreatif. Yang tidak nakal pun sama: tidak kreatif.

Bapak yang terhormat tersebut melanjutkan perkataannya, “Kenakalan itu tidak ada. Yang adalah over energi. Anak memiliki energi sangat besar, tetapi tidak tahu bagaimana menyalurkannya.” Hmm…., bapak kita ini rupanya lupa bahwa salah satu masalah serius kita adalah hilangnya gairah belajar sehingga seakan mereka tak punya energi. Ditakut-takuti tidak takut, diiming-imingi tidak kepingin. Dan ada anak-anak yang justru menunjukkan perilaku tidak mau mengikuti perintah serta aturan. Semakin ia didorong melakukan, semakin ia menunjukkan keengganan. Ia mengembangkan perilaku dawdling; makin disuruh, makin malas ia bergerak.


Bedakan Memahami dan Menjuluki

Belakangan ini banyak orangtua maupun guru yang menghindari kata nakal dengan keyakinan bahwa itu justru dapat menjadikan anak benar-benar nakal. Mereka bersibuk menghalus-haluskan kata, mengindah-indahkan istilah sehingga justru semakin membingungkan. Makin dihalus-haluskan, makin jauh dari makna aslinya dan bahkan rancu dengan berbagai istilah lain.

Sesungguhnya menghapuskan kata nakal samasekali berbeda dengan mengatasi kenakalan. Kekhawatiran para pendidik terhadap istilah nakal agaknya bermula dari kerancuan antara memahami kenakalan dengan menjuluki anak dengan sebutan nakal. Keduanya sangat berbeda. Kita memang tak seharusnya memberi label negatif dengan menjuluki anak sebagai nakal, bandel dan sejenisnya. Tetapi bukan berarti kenakalan itu tidak ada. Sama halnya seorang da’i harus memahami tentang berbagai bentuk kemaksiatan, tetapi bukan berarti ia patut berkata kepada seseorang yang melakukan maksiat dengan ungkapan, “Wahai Ahli Maksiat!”

Tetapi…

Sebagaimana kita tidak boleh menutup mata bahwa kenakalan itu ada, orangtua maupun guru juga tidak boleh gegabah menilai perilaku anak sebagai kenakalan. Kerap terjadi apa yang dianggap sebagai kenakalan anak, sesungguhnya adalah keengganan orangtua untuk mau berpayah-payah sedikit saja. Kadangkala yang bermasalah ketika anak dianggap bertingkah justru kita selaku pendidik. Karenanya, kita perlu berusaha memahami perilaku anak –termasuk kenakalan—dengan benar. Dan memahami kenakalan tidak sama dengan menjuluki nakal kepada anak!


Ketahui Sebabnya, Selesaikan Masalahnya

Secara umum, ada empat sebab kenakalan anak. Kerap disebut juga tujuan anak melakukan kenakalan, yakni memperoleh perhatian, motif kekuasaan, melakukan balas dendam atau menghindari kegagalan.Yang disebut terakhir ini sebenarnya lebih merujuk kepada kondisi ketika anak dituntut untuk sempurna, tetapi ia merasa tidak akan sanggup memenuhinya, makaia bertindak nakal justru agar dimaklumi jika nantinya gagal. Jadi, kenakalan merupakan pelarian ketika ia merasa tidak akan berhasil. Tetapi orang lain melihat sebaliknya, yakni ia gagal karena nakal.

Tiap-tiap jenis kenakalan memiliki ciri khas (karakteristik) yang berbeda-beda. Salah satu kunci menyelesaikan masalah adalah dengan memahami betul ciri khas kenakalan anak, sehingga dapat secara tepat memahami tujuan kenakalan anak. Jika kita dapat memastikan tujuan kenakalan –dan itu hanya satu di antara empat—maka akan lebih mudah bagi kita melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi kenakalan tersebut.

Ada kenakalan yang bersumber dari rumah, ada pula yang tidak. Ini kita perlu ketahui agar dapat memetakan masalah dengan jelas. Dalam kasus kenakalan untuk memperoleh perhatian, sumbernya bisa berasal dari rumah, bisa juga berasal dari sekolah. Itu sebabnya, kadang ada anak yang baik di rumah, tapi di sekolah memusingkan guru. Begitu pun sebaliknya, kita dapati kasus anak yang di rumah bikin orangtua sakit kepala nyaris tiap hari, tapi di sekolah baik-baik saja. Jadi, kenakalan karena ingin memperoleh perhatian umumnya muncul di tempat dimana ia sangat menginginkan perhatian.

Yang kadang dirancukan dengan motif memperoleh perhatian adalah kenakalan karena anak melakukan balas dendam. Bersebab kita menganggap sama, tindakan yang dilakukan orangtua atau guru (jika kasusnya muncul di sekolah) juga cenderung serupa dengan penanganan terhadap kenakalan karena ingin memperoleh perhatian. Ini berakibat penanganan menjadi tidak efektif.

Perbincangan tentang kenakalan karena ingin memperoleh perhatian dan kenakalan untuk melakukan balas dendam hanyalah sekedar contoh. Saya hanya ingin menekankan bahwa kita perlu mengetahui sebabnya dengan baik, memahami sumbernya, memetakan secara tepat dan sesudah itu dapat mengambil langkah yang sesuai dengan jenis kenakalan anak.

Semoga perbincangan sederhana ini bermanfaat.
28 Desember 2013 pukul 6:14
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

Belajar Buang Sampah pada tempatnya Lebih Penting buat Anak

Seorang sahabat yang sedang Studi di negeri Belanda pernah berujar:

"Sudahlah anak-anak sekolah di Indonesia itu gak usah diajari macem-macem rumus yang sulit2 dulu dech, ajari saja mereka sampai bisa mengantri dengan sabar, berprilaku jujur dan membuang sampah pada tempatnya." "itu sudah lebih dari cukup."

Lalu dia bercerita, di Belanda ada sebuah desa yang pendudukanya pandai menjaga kebersihan dan berprilaku jujur. Ternyata bisa hidup makmur karena mendapat penghasilan dari para wisatawan dari Mancanegara yang berkunjung hampir setiap musim terutama di musim semi dan panas.

Dan mereka hidup makmur bukan karena mereka belajar rumus2 yang njilmet yang bikiln otak pusing dan kepala panas melainkan hanya pandai menjaga kebersihan dan kejujuran.

"Oalah.....temen saya ini bener gak sich omongannya ?"

Terlepas dari benar atau tidaknya celotehan teman saya ini, saya jadi tertegun merenungkannya.

Meskipun dalam bentuk celotehan tapi bagi saya sangat dalam sekali artinya.

Terutama setelah membuka alamat situs yang diberikannya kepada saya, tentang sebuah desa di negeri Belanda yang penduduknya makmur karena pandai menjaga kebersihan lingkungannya.

http://www.tourismontheedge.com/places/europe/giethoorn-holland-the-small-venice-of-the-north.html

dan juga tayangan video mengenai desa tersebut, berikut ini:



Sumber

Mata Pelajaran Penting yang Lupa di ajarkan di Sekolah


Seorang pemuda yang sedang di rundung masalah pergi jauh-jauh mencari orang bijak, singkat cerita akhirnya ia tiba di sebuah negeri yang penuh kedamaian dan keharmonisan.

Si pemuda ini terkagum-kagum bagaimana mungkin orang2 disini begitu baik, ramah, santun, murah senyum, dan tampak saling menghormati dan bersahabat, hampir tak pernah ia menemukan sebuah negeri seperti ini.

Setelah bertanya kesana-sini akhirnya ia di tunjukkan pada seorang Tokoh yang dianggap paling bijak yang telah membuat negeri ini bisa seperti ini.

Saking senangnya si anak muda tak sabar ingin segera bicara memuntahkan semua uneg-uneg yang ada di pikirannya.

Anak Muda: Wahai orang bijak, aku ingin sekali berkonsultasi padamu.

Orang Bijak : Ada apa rupanya anak muda.

AM : Begini pak, saya ini lagi stress, marah, galau dan sebel kenapa sepanjang hidup saya selalu penuh dengan masalah, yang satu selesai datang lagi yang baru dan begitu seterusnya.

OB: Lantas apa reaksimu terhadap masalah tersebut?

AM: Ya... biasanya pertama kesel, trus terpancing emosi, trus menunjuk si pembuat masalah, trus Marah, trus bertengkar, trus saling menjelek-jelekkan, trus akhirnya bermusuhan, trus stess dan sebel aja.

OB: Kamu ingin semua masalah kamu bisa berhenti dan tak datang lagi ?
AM; Mau...mau sekali ! Memang bisa ya ??
OB: Tentu saja bisa, semuanya tergantung kamauan kamu.
AM : Lalu caranya gimana, tolong dong ajari aku segera caranya.

OB : Begini anak muda; sebenarnya masalah itu datang pada setiap orang tanpa terkecuali; dan bahkan mungkin hampir setiap hari. Karena ada maksud baik Tuhan di setiap datangnya masalah.

Sesungguhnya Tuhan mengirim masalah itu untuk sebuah tujuan yang sangat bagus agar kita bisa belajar dan bertumbuh menjadi lebih baik.

Inilah maksud baik Tuhan pada kita dengan datangnya masalah:

1. Seseorang itu di beri masalah oleh Tuhan bukan untuk menjadi kesal, melainkan untuk mengambil hikmah agar masalah yang sama tidak terualang kembali.

2. Seseorang itu diberi masalah oleh Tuhan bukan untuk menjadi EMOSI melainkan untuk menjadi lebih sabar.

3. Seseorang itu diberi masalah oleh Tuhan bukan untuk mencari siapa yang salah, tapi untuk evaluasi diri jangan-jangan justru prilaku kita yang bermasalah.

4. Seseorang itu diberi masalah oleh Tuhan bukan untuk menjadi Marah melainkan untuk mencari dan menelusuri apa penyebab akar masalahnya agar masalah yang sama tidak terulang kembali.

5. Seseorang itu diberi masalah oleh Tuhan bukan untuk bertengkar melainkan agar ia belajar mencari solusi terbaik bagi semuanya.

6. Seseorang itu diberi masalah oleh Tuhan bukan untuk saling menjelek-jelekkan malainkan agar kita belajar dari kesalahan-kesalahan kita dimasa lalu.

7. .Seseorang itu diberi masalah oleh Tuhan bukan untuk saling bermusuhan, namun untuk lebih lebih memahami perbedaan cara berpikir masing-masing, agar bisa berdamai dan merasakan kedamaian di tengah berbagai perbedaan.

8. Seseorang itu diberi masalah oleh Tuhan bukan untuk menjadi lebih stress malainkan untuk menjadi lebih tabah, tegar dan bersyukur bahwa kita masih di percaya oleh Tuhan untuk bisa mengatasinya.

OB : Jika kamu menyadari ini semua satu demi satu, dan menjadikan itu sebagai reaksimu saat masalah itu datang, maka dengan sendirinya masalah itupun akan pergi dan tak pernah kau rasakan lagi kedatangannya.

Ingatlah selalu Nak, Tuhan berharap dengan diberikannya masalah kita bisa bertumbuh menjulang tinggi, berakar kokoh dan berbatang yang kuat. Tuhan hanya ingin kita semua Menjadi manusia yang lebih baik, lebih sabar dan lebih bijak dan bukan malah sebaliknya.

AM ; Baiklah pak saya akan mencatat dan merenungi semua pesan-pesan Bapak.

OB : Anak muda mencatat dan merenungi saja tidaklah cukup, kamu harus berlatih dan terus berlatih terus menerus memberikan reaksi seperti ini setiap kali masalah itu datang. Dan ingatlah selalu 8 hal tersebut dan latihlah terus reaksimu hingga menjadi sebuah kebaiasaan.

**
Karena si pemuda ini sungguh-sungguh ingin berubah menjadi orang yang lebih baik, maka iapun memutuskan untuk tinggal di negeri itu sampai ia bisa berubah.

Akhirnya si anakmuda ini menyadari mengapa negeri ini begitu tentram dan damai, ternyata bukan karena TIDAK ADA MASALAH, melainkan karena setiap orang yang hidup disana sudah terlatih reaksinya setiap kali mengahadapi masalah yang datang.

Ah sayang sekali.... pikir anak muda ini dalam batin, mengapa pelajaran hidup yang sangat penting ini tidak menjadi kurikulum disekolah ya..... padahal dulu ia sudah bersekolah lebih dari 17 tahun lamanya. Mungkin itulah mengapa masyarakat di negeriku mirip-mirip seperti diriku dalam menghadapi masalah hidupnya.

Terlintas di benak si pemuda, suatu saat kelak jika ia bisa mendirikan sekolah, maka ia akan menjadikan ini mata pelajaran PALING PENTING DAN UTAMA untuk diajarkan dan dilatihkan ke setiap murid, guru juga orang tuanya sekalian sampai setiap orang memiliki reaksi yang benar dalam mengahapi masalah demi masalah yang senantiasa akan datang di sepanjang hidupnya.

Lalu bersujudlah si anak muda tadi, mengucap syukur yang tiada terhingga pada Tuhan Yang Maha Agung atas pelajaran berharga yang baru didapatnya dan bermohon agar kelak sekolahnya benar-benar bisa terwujud.

Mari kita renungkan bersama,
-Ayah Edy-

Budi Ashari, Lc


"Saya hanya IRT alias ibu rumah tangga," jawab seorang ibu dalam keadaan kurang begitu nyaman dengan jawabannya saat ditanya aktifitas keseharian. Jawaban itu seringkali kita dengar. Dari ibu-ibu dalam percakapan keseharian. Pada forum pertemuan-pertemuan. Rasa kurang nyaman dalam menjawab dan kurang bangga tentang dirinya, akan menjadi lebih parah saat pertanyaan itu hadir di forum bergengsi. Seorang wanita akan sangat bangga ketika bisa menyebutkan daftar aktifitas seabreg dengan jadwal padat dan penat. Akan lebih membanggakan ketika dalam pertemuan seperti itu, beberapa kali ada seseorang yang membisikinya mengingatkan akan sesuatu. Tugas seorang asisten pribadi. Menandakan bahwa, ia wanita yang sangat bermanfaat bagi orang banyak. Para wanita berbangga ketika menjawab bahwa dirinya mempunyai aktifitas sangat sibuk. "Iya nih, kalau gak saya sempatkan waktu, susah saya ketemu anak-anak." Kembali dengan sangat bangga itu disampaikan di depan banyak orang.Kebanggaan itu sebenarnya harus dibayar mahal. Bayarannya bisa merugikan sisa umur yang ada. Anak-anak yang sering susah bertemu ibunya sendiri sering protes. Banyak di antara mereka yang berharap kelak tidak mau menjalani profesi ibunya atau terlibat aktifitas seperti ibunya. Karena tidak mau terulang kejadian yang menimpa mereka, akan menimpa anak-anak mereka. Tentu ini keputusan yang sangat dangkal. Tetapi tidak bisa disalahkan, karena mereka masih anak-anak. Dan itulah kepahitan yang dirasakan di tengah tebar senyum bangga sang ibu di hadapan komunitasnya.

Ada yang benar-benar protes dengan kata-kata. Ada yang protes dengan secarik kertas yang diletakkan di meja tugas ibunya. Ada protes yang digoreskan di diaryyang lebih setia mendampinginya di banding ibu yang telah melahirkannya. Tetapi ada yang tidak cakap cara-cara itu semua. Sehingga protes mereka ditumpahkan dengan perilaku. Tindakannya mulai susah dikontrol. Tidak bisa diatur. Tidak bisa dinasehati. Sering pergi tanpa peduli dan tanpa komunikasi. Keluyuran seperti ibunya! Ini yang harus dibayar mahal di balik jawaban malu sebagian ibu ketika hanya tinggal di rumah menjadi ibu rumah tangga.

Ini tidak berarti memusuhi aktifitas baik wanita. Bahkan seharusnya kaum bapak mulai menyadari ada wilayah kerja kaum hawa yang tidak boleh dimasukinya. Tetapi di sini, kita sedang ingin menyoroti hasil generasi yang semakin hari semakin menurun. Dimana salah satu faktor vital dalam rumah tangga adalah ibu.

Mungkin para ibu tidak sadar saat mengeluarkan kata (hanya) saat menjawab tentang aktifitas IRT. Tetapi kata hanya ini, dibangun di atas banyak filosofi dan keyakinan dalam hidup. Sehingga kata hanya adalah sebuah simpul yang bisa diurai menjadi sebuah perjalanan hidup. Ketika ini menyangkut tentang keyakinan dan folosofi hidup, di sinilah beratnya kalau keyakinan itu salah.

Anak-anak yang terlahir dari sebuah rumah tangga, akan menerima kata hanya dari ibunya. Sebuah kata yang menyiratkan sebuah aktifitas asal-asalan, setengah hati dan tidak maksimal sama sekali. Dan hasilnya, tentu hanya uring-uringan di rumah. Ketidaknyamanan terciptakan sedemikian rupa. Dan kalau sudah begitu, siapa yang mau tinggal di rumah dengan seperti itu keadaannya.

Sebaliknya, hampir jarang kalau dibilang belum pernah kita dengar jawaban seorang ibu, "Alhamdulillah saya seorang IRT!!" Pasti sangat berbeda dengan jawaban pertama. Jawaban kedua ini menggambarkan sebuah syukur. Ada bangga di baliknya. Ada ketulusan mahal yang terpancar.
Kebanggaan yang tidak basa-basi itu mustahil keluar tanpa pemahaman yang baik tentang pentingnya peran ibu di dalam rumah. Dan betapa jasa besar seorang ibu untuk melahirkan generasi peradaban agung dunia, tidak ada yang sanggup menyainginya. Tidak ayah. Tidak sekolah. Tidak universitas. Tidak negara. Karena pondasi-pondasi itu terbangun di rumah.

Sang ibu adalah madrasah untuk itu. Jika pondasi keimanan, pondasi keyakinan, pondasi logika dan semua pondasi lainnya kokoh, maka terserah mau dibangun setinggi apapun anak itu, akan bisa dilakukan. Namun, jika rapuh, seorang anak hanya ibarat gubug reot yang mudah ambruk ditiup angin sepoi sekalipun.

Kebanggaan terlahir dari rasa menikmati terhadap tugas. Dan akan sulit bisa maksimal pada sebuah aktifitas bila tidak dinikmati. Kalau seorang ibu dengan bangga menyebut dirinya sebagai ibu rumah tangga, ini artinya ia menikmati kebersamaannya dengan anak-anak di rumah untuk memoles mereka.

Menikmati membuat ibu tidak mudah lelah. Ibu mempunyai tenaga lebih untuk semua anak-anaknya. Dan memang diperlukan tenaga ekstra, energi ekstra untuk menghasilkan generasi yang sholeh dan hebat. Di sinilah kuncinya. Jika sang ibu terlihat sangat frustrasi mendengar tangis anaknya, melihat rumah yang berantakan, keaktifan yang menimbulkan kebisingan, maka sang ibu akan memilih untuk memantau anak-anaknya lewat telpon ke pembantu.

Sang ibu akan memilih pulang ke rumah saat anak-anak sudah tertidur lelap karena kelelahan belajar sambil bermain. Ibu pulang dan semua sudah rapi. Tetapi ibu tidak sadar bahwa hati anak-anaknya berantakan. Seharusnya umat ini tidak terjebak pada perangkap yang telah mengikat kaki para wanita di negara maju. Amerika, Eropa, Jepang adalah contoh negara-negara yang para wanitanya mulai menjerit karena kelelahan di luar rumah. Mereka mulai merasakan nikmatnya duduk di rumah bersama keluarga. Tetapi itu tidak sanggup mereka lakukan. Karena jebakan kemajuan dan tuntuntan kesamaan tanpa batas itu.

Sementara negara ini, mulai berjalan menuju jebakan itu. Jika tidak hati-hati, hasilnya akan sama. Dan saat negara-negara maju itu kelak mulai membenahi sistim kehidupan dengan mengembalikan para wanita ke rumah, mungkin saat itu wanita negeri ini sedang menjerit-jerit karena ingin kembali ke rumah. Selalu tertinggal. Maka, sudah saatnya sebagai muslim yakin bahwa tidak ada aturan terhebat tentang keluarga melebihi aturan Islam. Jika dikembalikan kepada Islam, maka akan terlahir keluar sakinah mawaddah dan rahmah.

Akan melahirkan generasi yang menghadirkan cahaya bagi bumi ini yang telah membantu mengangkat dunia barat dari lumpur ketertinggalan. Inilah perintah Ilahi tentang tempat wanita,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

"Dan menetaplah (kalian para wanita) di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (Qs. al-Ahzab: 33)
Allah memberitahukan tempat utama wanita adalah rumah. Jangan dimaknai bahwa Islam mengekang wanita. Karena langsung, pada kata setelahnya Allah mengisyaratkan bolehnya keluar rumah. Tetapi harus dengan memperhatikan penampilan yang tidak jahiliyah. Prof. DR. Adnan Baharits, salah seorang pakar pendidikan Islam di Universitas Ummul Quro Mekah membahas khusus tentang bagaimana para wanita berkiprah di luar rumah sesuai dengan syariat dalam buku beliau: Dhawabith Tasygil an-Nisa’ (243 halaman). Wanita tetap diberi keleluasaan beraktifitas bahkan di luar rumah. Tetapi bukan dengan sudut pandang kesamaan gender hari ini.

Jadi, para ibu...
Sudah saatnya pulang….
Generasi hebat pemimpin bumi sedang menanti...

 

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.