Koin-koin hasil jerih payah keringat anak-anakku.
Suatu ketika anak kami tiba-tiba mendapat hadiah angpau dari om-nya, ya
cukup lumayan jumlahnya sy lihat ada beberapa lembar uang kertas
berwarna ungu; diluar dugaan kami anak kami bukannya lantas senang dan
lompat kegirangan sebagaimana kebanyakan anak-anak pada umumnya,
Melainkan ia benar2 sangat santai dan datar melihat uang tersebut, tidak seperti ayahnya dulu waktu masih jadi anak-anak menerima uang tersebut dengan penuh rasa girang dan antusias.
Saya dengar malahan Dimas langsung berkata, “ini uang untuk apa om ?”
“ Untuk hadiah Dedek Dimas” kata Omnya.
Lalu Dimas menjawab, ”maaf om Dimas nggak pernah terima uang tanpa bekerja dulu”.
Memang biasanya selama ini dirumah Dimas harus bekerja dulu baru nanti dapat imbalan koin2 dari ayah atau bundanya.
Dan saya dengar akhirnya Dimas berkata “nggak om Dimas nggak mau terima”. Sambil berbisik pada saya, nanti uangnya di kasih sama Eyang saja...”, kami memang mengajarkan tradisi pada Dimas untuk memberikan sesuatu pada Eyangnya setiap bulan sebagai tanda Rasa syukur pada Tuhan dan Rasa terimakasih Kasih pada yang orang tua yang telah bersusah payah mengasuh dan membesarkan kami dulu.
Dan akhirnya uang itupun di kembalikan, lagi pada Omnya.
Seperti juga saya, Omnya hanya bisa diam dan tertegun melihat uang pemberiannya di kembalikan lagi padanya, sambil melirik ke arah saya.
Lalu segera kami bicara dari hati ke hati kepada Omnya, bahwa memang kami melatih dan membiasakan anak2 kami tidak menerima uang apapun dari siapapun tanpa dia tahu jelas untuk apa. Anak-anak kami setiap hari di biasakan tidak menerima uang apapun tanpa ada kejelasan dan usaha atau kerja yang dilakukannya.
Jujur saja sy tertegun menyaksikan anak-anak kami yang reaksinya datar-datar saja di tawari uang oleh omnya yang berjumlah kira-kira 10 lembar uang berwarna unggu dan lebih memilih untuk mengembalikannya ketimbang menerimanya.
Karena dulu saya sendiri, sewaktu masih kecil sangat girang jika mendapat angpau dari om atau saudara lainnya, tanpa pernah menanyakan untuk alasan apa kami diberi uang dan tanpa berpikir dan bertanya atas usaha/kerja apa yang telah saya lakukan hingga saya pantas menerima uang tersebut.
Dan yang menarik adalah setelah kami kembali pulang kerumah, seperti biasa di akhir pekan itu mereka lebih tertarik dan asyik menghitung koin-koin hasil kerja dan jerih payah mereka sendiri, walaupun secara angka nilainya jauh lebih sedikit dari yang ditawarkan omnya. Tapi mereka terlihat sangat antusias dan bangga sekali menghitung keping demi keping koin yang di perolehnya dari usaha mereka selama 1 pekan.
Ya Allah sy bagitu bersyukur baru saja dapati pelajaran berhaga dari kedua orang anak kami, yang tidak terlalu "hijau" matanya melihat uang yang tidak jelas baginya.
Kami sungguh bersyukur dan sambil berdoa semoga pemikiran dan sikap ini bisa terus terjaga hingga anak-anakku dewasa kelak nanti.
Terimakasih ya nak untuk pelajaran berhargamu di akhir pekan ini ....
Salam syukur penuh berkah,
ayahmu. Ayah Edy
Melainkan ia benar2 sangat santai dan datar melihat uang tersebut, tidak seperti ayahnya dulu waktu masih jadi anak-anak menerima uang tersebut dengan penuh rasa girang dan antusias.
Saya dengar malahan Dimas langsung berkata, “ini uang untuk apa om ?”
“ Untuk hadiah Dedek Dimas” kata Omnya.
Lalu Dimas menjawab, ”maaf om Dimas nggak pernah terima uang tanpa bekerja dulu”.
Memang biasanya selama ini dirumah Dimas harus bekerja dulu baru nanti dapat imbalan koin2 dari ayah atau bundanya.
Dan saya dengar akhirnya Dimas berkata “nggak om Dimas nggak mau terima”. Sambil berbisik pada saya, nanti uangnya di kasih sama Eyang saja...”, kami memang mengajarkan tradisi pada Dimas untuk memberikan sesuatu pada Eyangnya setiap bulan sebagai tanda Rasa syukur pada Tuhan dan Rasa terimakasih Kasih pada yang orang tua yang telah bersusah payah mengasuh dan membesarkan kami dulu.
Dan akhirnya uang itupun di kembalikan, lagi pada Omnya.
Seperti juga saya, Omnya hanya bisa diam dan tertegun melihat uang pemberiannya di kembalikan lagi padanya, sambil melirik ke arah saya.
Lalu segera kami bicara dari hati ke hati kepada Omnya, bahwa memang kami melatih dan membiasakan anak2 kami tidak menerima uang apapun dari siapapun tanpa dia tahu jelas untuk apa. Anak-anak kami setiap hari di biasakan tidak menerima uang apapun tanpa ada kejelasan dan usaha atau kerja yang dilakukannya.
Jujur saja sy tertegun menyaksikan anak-anak kami yang reaksinya datar-datar saja di tawari uang oleh omnya yang berjumlah kira-kira 10 lembar uang berwarna unggu dan lebih memilih untuk mengembalikannya ketimbang menerimanya.
Karena dulu saya sendiri, sewaktu masih kecil sangat girang jika mendapat angpau dari om atau saudara lainnya, tanpa pernah menanyakan untuk alasan apa kami diberi uang dan tanpa berpikir dan bertanya atas usaha/kerja apa yang telah saya lakukan hingga saya pantas menerima uang tersebut.
Dan yang menarik adalah setelah kami kembali pulang kerumah, seperti biasa di akhir pekan itu mereka lebih tertarik dan asyik menghitung koin-koin hasil kerja dan jerih payah mereka sendiri, walaupun secara angka nilainya jauh lebih sedikit dari yang ditawarkan omnya. Tapi mereka terlihat sangat antusias dan bangga sekali menghitung keping demi keping koin yang di perolehnya dari usaha mereka selama 1 pekan.
Ya Allah sy bagitu bersyukur baru saja dapati pelajaran berhaga dari kedua orang anak kami, yang tidak terlalu "hijau" matanya melihat uang yang tidak jelas baginya.
Kami sungguh bersyukur dan sambil berdoa semoga pemikiran dan sikap ini bisa terus terjaga hingga anak-anakku dewasa kelak nanti.
Terimakasih ya nak untuk pelajaran berhargamu di akhir pekan ini ....
Salam syukur penuh berkah,
ayahmu. Ayah Edy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar