Pages

Test Footer

Test Footer 2

Blogroll

Blogger templates

Test Footer 1

7 Gaya Belajar Anak

Dalam memasak, tiap bahan punya karakteristik yang khas. Karakteristik itulah yang membuatnya perlu cara memasak yang berbeda. Meski sama-sama makanan, tapi tekstur, rasa, dan kandungan gizinya tak sama.
Kita bandingkan kangkung dan bayam. Meski keduanya mirip, tapi cara memasaknya beda. Kita bandingkan ikan nila dan ikan bawal. Meski keduanya sama-sama ikan, tapi rasanya beda, ‘kan?
Dalam hidup pun begitu. Meski tujuan setiap orang itu sama — yaitu surga — tapi jalan yang ditempuh tiap orang berbeda-beda. Ada yang unggul dalam daya ingat. Ada yang unggul dalam kekuatan untuk berpuasa sunnah. Ada yang unggul dalam keluangan waktu untuk tilawah Al-Quran. Ada yang unggul dalam berderma. Bahkan, ada yang unggul dalam kekuatan fisik.
Menjalani proses belajar bersama anak juga punya cerita dan jalannya masing-masing, karena tiap anak punya warna yang khas. Anak yang unggul dalam pendengaran, akan lebih cepat menghafal perkataan. Tapi mungkin dia adalah anak yang superaktif dan tak henti bertanya. Anak yang unggul dalam kemampuan membaca, akan lebih cepat menyerap ilmu lewat buku-buku. Tapi mungkin dia adalah anak yang kurang cepat dalam belajar keahlian fisik, seperti memanah atau berenang. Bahkan, satu anak mungkin punya gaya belajar yang beragam karena bakatnya memang beragam.
Tugas kita sebagai orang tua adalah:
1. Mengeneli potensi anak kita.
2. Mengenali kelemahan anak kita.
3. Menggunakan cara dan gaya yang paling pas untuk melejitkan potensinya dan memperbaiki kelemahannya.
Bila orang tua tidak mengenali jenis kecerdasan dan gaya belajar anaknya, orang tua akan cenderung memaksa anak untuk berjalan seperti anak lain yang sukses dalam bidang keahlian tertentu. Misalnya, bila ada anak lain yang sudah bisa baca Al-Quran pada usia 4 tahun sehingga dia mudah menghafal Al-Quran dengan cara membaca mushaf, maka orang tua yang kuran bijak akan cenderung memaksa anaknya sendiri untuk segera bisa mahir membaca Al-Quran, agar bisa hafal Al-Quran sebelum usia baligh. Padahal, boleh jadi anaknya termasuk susah belajar membaca tapi sangat unggul dalam pendengaran. Dengan demikian, bila orang tua tersebut jeli, dia akan mendidik anaknya menghafal Al-Quran dengan cara mendengar. Misalnya, setiap hari orang tua rutin mendudukkan anak untuk mendengar bacaan Al-Quran dari orang tuanya. Atau orang tua rutin memperdengarkan murattal Al-Quran.
Bila orang tua tidak jeli dalam melihat bakat alami dan gaya belajar anak, proses belajar akan menjadi penuh pergulatan emosi. Di satu sisi, orang tua membangun harapan tertentu, tanpa bijak dalam memilih jalan terbaik untuk mencapainya. Di sisi lain, anak menjadi terbebani — bahkan mungkin saja sampai mengalami stres dan tekanan emosi — karena dia dipaksa meraih sesuatu dengan cara yang sulit untuknya. Ibarat anak dengan tinggi 60 cm yang dipaksa mengambil barang di atas lemari, tapi dia tidak boleh memakai kursi atau menggunakan sesuatu yang bisa membantunya.
UmmiUmmi.Com telah menyajikan delapan seri tulisan Kecerdasan pada Anak. Sebagai lanjutannya, kali ini UmmiUmmi.Com menyajikan sebuah artikel 7 Gaya Belajar Anak. Semoga bermanfaat untuk Bunda semua. Barakallahu fikunna.
***
(1) Gaya belajar linguistik
  • Berpikir: Dalam kata-kata.
  • Menyukai: Membaca, menulis, menceritakan, bermain kata-kata, dsb.
  • Membutuhkan: Buku-buku, kertas, diary, dialog, diskusi, cerita-cerita, dsb.
(2) Gaya belajar logika-matematis
  • Berpikir: Dengan menalar.
  • Menyukai: Bereksperimen, menanyakan, mengatasi teka-teki logika, menghitung, dsb.
  • Membutuhkan: Benda-benda yang dapat diselidiki dan dipikirkan, materi-materi ilmiah yang dapat diutak-atik, kunjungan ke planetarium atau museum ilmiah.
(3) Gaya belajar ruang
  • Berpikir: Gambar-gambar.
  • Menyukai : Merancang, menggambar, memvisualisasikan, dsb.
  • Membutuhkan : Seni, logo, video, film, slide, permainan imaginasi, maze, puzzle, buku-buku ilustrasi, kunjungan ke museum.
(4) Gaya belajar fisik
  • Berpikir: Melalui sensasi somatik.
  • Menyukai: Berlari, melompat, membangun, menyentuh, dsb.
  • Membutuhkan: Permainan peran, drama, gerakan, benda-benda yang bisa dibangun, olah raga dan permainan fisik, dsb.
(5) Gaya belajar interpersonal
  • Berpikir: Dengan memantulkan ide-ide mereka terhadap orang lain.
  • Menyukai: Memimpin, berorganisasi, berelasi, menengahi, dsb.
  • Membutuhkan: Kawan, kelompok permainan, perkumpulan sosial, acara komunitas, atau klub.
(6) Gaya belajar pribadi
  • Berpikir: Jauh ke dalam dirinya.
  • Menyukai: Membentuk tujuan, menyendiri, bermimpi, berdiam diri, dan berencana.
  • Membutuhkan: Tempat-tempat rahasia, waktu sendirian, proyek-proyek pribadi, pilihan-pilihan.
(7) Gaya belajar alam
  • Berpikir: Dengan analogi yang ada di alam.
  • Menyukai: Berada di alam.
  • Membutuhkan : Bereksplorasi bebas, berhubungan, dan menyentuh tanah, air, hewan, dan angin.
**
Referensi: Kumpulan beberapa materi Diklat PAUD yang diselenggarakan oleh HIMPAUDI Kab. Bantul tahun 2009.

Oleh: Athirah Mustadjab
Artikel 
UmmiUmmi.Com

Tahukah Anda Pohon Kurma Menangis

                                                      Tahukah Anda kisah batang pohon kurma yang menangis?
anak-menangis-hadits-pohon-kurma-menangis
Bukan, ini bukan kisah fiktif atau sekedar dongeng pengantar tidur. Kisah ini benar-benar terjadi di zaman nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diceritakan oleh banyak sahabat sehingga mencapai derajaat hadits mutawattir.

Cukupkah Dengan Pendidikan berkarakter..!!


Saya kira hampir semua pendidik mengenal istilah ini, istilah yang berkembang dalam dunia pendidikan zaman ini, istilah yang mashur dikenal dilembaga-lembaga pendidikan. Namun apakah cukup dengan pendidikan karakter saja?? Mari kita lihat!

Kasih Sayang Tak Akan Terkalahkan

"Secanggih apapun Teknologi Layar sentuh yang kita miliki atau kita berikan pada anak tidak akan pernah bisa menggantikan sentuhan kasih sayang kita pada anak-anak kita."
Percayalah !!
-ayah edy-

Pendidikan itu Membentuk Akhlak Bukan Hanya Kepintaran

Pendidikan bertujuan membangun etika, moral (budi pekerti), sedangkan Pengajaran bersifat transfer knowledge/memberitahu dengan tujuan membangun intelektualitas. Selama ini sekolah hanya memberikan pengajaran, tetapi kurang memberikan pendidikan, atau mungkin memberikan dalam porsi kecil, bukan sebagai muatan utama. Dan bila terjadi masalah budi pekerti, kebanyakan sekolah akan melimpahkan tanggungjawab pada orangtua, padahal orangtua sendiri sudah merasa menyerahkan pendidikan sang anak kepada sekolah.[ https://jejakembunpagi.wordpress.com/2015/03/05/pilih-anak-pintar-atau-anak-berkarakter-atau-anak-pintar-dan-berkarakter-bagian-1/]

"UANG 100 RIBU RUPIAH"




Seorang guru mengangkat uang 100 ribu rupiah di depan murid-muridnya.
Lalu ia bertanya: "Siapa yang mau uang ini?"
Semua murid mengangkat tangan mereka, tanda ingin.....
Kemudian guru itu meremas uang 100 ribu itu dengan tangannya dan kembali bertanya : "Sekarang siapa yang mau uang ini?"
Kembali semua murid mengangkat tangannya.
Selanjutnya ia melemparkan uang itu kelantai dan menginjak-injaknya dengan sepatunya, sampai uang itu jadi kotor. Setelah betul-betul kotor oleh debu ia berkata : "Sekarang siapa yang mau uang ini?"
Tetap saja seluruh murid mengacungkan tangan mereka.

Saat itulah sang guru memasukkan pelajarannya : "Inilah pelajaran kalian hari ini. Betapapun kalian berusaha merubah bentuk uang ini tidak akan berpengaruh kepada nilainya. Bagaimanapun kalian dihinakan, diremehkan, direndahkan, dilecehkan, dinistakan, kalian harus tetap yakin bahwa nilai hakiki kalian tidak akan pernah tersentuh. Ketika itu kalian akan tetap berdiri kokoh setelah terjatuh. Kalian akan memaksa seluruh orang untuk mengakui harga dirimu. Bila kalian kehilangan kepercayaan terhadap diri kalian sendiri dan nilainya, saat itulah kalian kehilangan segala-galanya.."
Semoga bermanfaat.

Bagaimana Membentuk Anak Yang Santun?

Bagaimana ya caranya membuat anak-anak balita atau di atasnya bisa bersikap ramah, santun, berakhlak yang baik, padahal sudah berkali-kali juga di beritahu, diajarkan tapi selalu saja anak-anak bertingkah yang “menggemaskan hati”
Begitu biasa keluhan orangtua melihat tingkah laku putra-putrinya apalagi jika bertamu atau kedatangan tamu. putra-putrinya hampir selalu membikin malu.
Kira-kira apa sih ya sebabnya? dan bagaimana cara ampuh mengatasinya? Mungkin renungan berikut ini bisa kita terapkan untuk membentuk sopan santun pada putra-putri kita tercinta.
Suatu saat Seorang dokter yang bertugas di sebuah desa sedang berkeliling ke rumah warga lalu mampir di rumah seorang petani, ia terkesan oleh kepandaian dan sikap ramah dari anak si petani yang menyambut kedatangannya.
Usianya kira-kira 5th, sang dokter penasaran mengapa anak itu begitu ramah. Tak lama kemudian ia menemukan jawabannya, saat ibu anak itu tengah sibuk di dapur mencuci piring-piring dan perkakas dapur yang kotor, si anak datang kepadanya dengan membawa sebuah majalah:
“Bu, apa yang sedang dilakukan pria dalam foto ini?” tanyanya.
Sang dokter tersenyum kagum ketika melihat ibu anak itu segera mengeringkan tangannya, duduk di kursi, memangku anak itu dan menghabiskan waktu selama sepuluh menit untuk menerangkan serta menjawab berbagai pertanyaan buah hatinya.
Setelah anak itu beranjak pergi sang dokter menghampiri ibu itu dan berujar,”Kebanyakan ibu tidak mau diganggu saat ia sedang sibuk? Mengapa ibu tidak seperti itu?”
Dengan senyum si ibu menjawab,” Saya masih bisa mencuci piring dan perkakas kotor itu selama sisa hidup saya, tetapi pertanyaan-pertanyaan polos putra saya mungkin tidak akan terulang sepanjang hidup saya.”
JANGANLAH KITA SEBAGAI ORANGTUA MENJADI TERLALU SIBUK DENGAN ‎​  PEKERJAAN, HOBI, HEWAN KESAYANGAN DAN LAIN-LAIN SAMPAI-SAMPAI BEGITU SEDIKIT BAHKAN….TIDAK ADA WAKTU TERSISA UNTUK BERCENGKRAMA, BERBICARA, BERMAIN BERSAMA DENGAN ANAK.
Jika anak menghampiri kita dan ingin mengajak berbicara, sebaiknya “Hentikan” apapun yang sedang kita lakukan dan jadilah pendengar yang baik bagi dia. Sadarlah bahwa mungkin itu tidak akan pernah datang lagi. Kita tahu bahwa anak-anak kita sedang tumbuh besar saat mereka mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang semakin kritis dan kreatif :) . Jangan sia-siakan waktu yang tak pernah kembali…{ http://pondokibu.com/parenting/pendidikan-psikologi-anak/bagaimana-membentuk-anak-yang-santun/}



Bagaimana Agar Belajar Sama Menyenangkan Dengan Nonton Film Kartun!




Mengapa Anak saat belajar otaknya merasa “penuh” sedangkan saat menonton film kartun atau main game otak mereka tidak merasa penuh, bahkan bisa bertahan seharian.?
Saat menonton film/game anak menggunakan kedua belah otaknya, otak kanannya dipakai saat dia menikmati gambar, warna, dan berimajinasi. Sebaliknya, otak kirinya dipakai saat dia mendengarkan percakapan, membaca teks, dan mengikuti logika alur cerita. Disisi lain saat belajar, anak praktis hanya menggunakan otak kirinya.dimana perbedaan fungsi otak adalah sebagai berikut:
OTAK KIRI:Kata,Angka, Garis,Logika,Daftar,Hitungan. Yang bersifat INGATAN JANGKA PENDEK
OTAK KANAN:Konseptual ,Irama, Gambar, Warna, Dimensi, Imajinasi, Melamun. yang bersifat INGATAN JANGKA PANJANG
Tantanganya sekarang, apakah anak bisa belajar dan mengingat sama baiknya seperti menonton film? Tentu saja! Yaitu ketika kita libatkan sisi otak kanan dalam kegiatan belajarnya.
Diantaranya gunakanlah:
1.      Warna (stabilo, kartu, flas card)
2.      Gambar (lengkapi diagram dalam bentuk gambar atau berimajinasi dengan pelajaran tersebut).
3.      Irama atau nada/nadhom
4.      Mind map
5.      Belajar dengan teknik-teknik mengingat
[ Buku 88 Cemilan Otak]

Kurikulum Materi Tarikh (Usia 2-6 Tahun)


Di bawah ini adalah ringkasan materi tarikh yang disampaikan setiap pertemuan di Full Day School IBNU ABBAS. Materi yang disampaikan sekali pertemuan adalah 1 nomor, dibawah ini materi tarikh terbagi menjadi 29 nomor, berarti 29 kali pertemuan.

Anak Lebih Cerdas dengan Kelas Terpisah



Tidak sedikit orang tua bahkan guru di sekolah, baik langsung maupun tidak langsung, sadar atau tidak sadar, telah memposisikan anak seperti malaikat yang tidak berdosa dan tidak memiliki hawa nafsu.

Pendidikan Agama Sejak Dini



Pendidikan agama sejak dini hendaklah sudah ada di rumah keluarga muslim. Didikan tersebut bukan menunggu dari pengajaran di sekolah atau di taman pembelajaran Al Qur’an (TPA). Namun sejak di rumah, orang tua sepatutnya sudah mendidik anak tentang akidah dan cara beribadah yang benar. Kalau memang orang tua tidak bisa mendidik demikian, hendaklah anak diarahkan ke pre-school atau sekolah yang Islami sehingga ia sudah punya bekal agama sejak kecil. Setiap orang tua tentu sangat menginginkan sekali anak penyejuk mata.
Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah (13: 11) disebutkan, “Bapak dan ibu serta seorang wali dari anak hendaknya sudah mengajarkan sejak dini hal-hal yang diperlukan anak ketika ia baligh nanti. Hendaklah anak sudah diajarkan akidah yang benar mengenai keimanan kepada Allah, malaikat, Al Qur’an, Rasul dan hari akhir. Begitu pula hendaknya anak diajarkan ibadah yang benar. Anak semestinya diarahkan untuk mengerti shalat, puasa, thoharoh (bersuci) dan semacamnya.”
Perintah yang disebutkan di atas adalah pengamalan dari sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini.
Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu, beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka“. (HR. Abu Daud no. 495. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Kembali dilanjutkan dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, “Hendaklah anak juga diperkenalkan haramnya zina dan liwath, juga diterangkan mengenai haramnya mencuri, meminum khomr (miras), haramnya dusta, ghibah dan maksiat semacam itu. Sebagaimana pula diajarkan bahwa jika sudah baligh (dewasa), maka sang anak akan dibebankan berbagai kewajiban. Dan diajarkan pula pada anak kapan ia disebut baligh.” (idem)
Perintah untuk mendidik anak di sini berdasarkan ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim: 6). Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir (7: 321), ‘Ali mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah, “Beritahukanlah adab dan ajarilah keluargamu.”
Di atas telah disebutkan tentang perintah mengajak anak untuk shalat. Di masa para sahabat, mereka juga mendidik anak-anak mereka untuk berpuasa. Mereka sengaja memberikan mainan pada anak-anak supaya sibuk bermain ketika mereka rasakan lapar. Tak tahunya, mereka terus sibuk bermain hingga waktu berbuka (waktu Maghrib) tiba.
Begitu pula dalam rangka mendidik anak, para sahabat dahulu mendahulukan anak-anak untuk menjadi imam ketika mereka telah banyak hafalan Al Qur’an.
Begitu pula Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendidik ‘Umar bin Abi Salamah adab makan yang benar. Beliau berkata pada ‘Umar,

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (bacalah bismillah) ketika makan. Makanlah dengan tangan kananmu. Makanlah yang ada di dekatmu.” (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022).
Praktek dari Ibnu ‘Abbas, ia sampai-sampai mengikat kaki muridnya yang masih belia yaitu ‘Ikrimah supaya muridnya tersebut bisa dengan mudah menghafal Al Qur’an dan hadits. Lihat bahasan ini di Fiqh Tarbiyatil Abna’ karya Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, hal. 86-87.
Semoga Allah menganugerahi kepada anak-anak kita sebagai penyejuk mata bagi orang tua. Mudah-mudahkan kita diberi taufik untuk mendidik mereka menjadi generasi yang lebih baik.
Hanya Allah yang memberi hidayah dan kemudahan.

Referensi:
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait, juz ke-13.
Fiqh Tarbiyatil Abna’, Syaikh Muthofa bin Al ‘Adawi, terbitan Dar Ibnu Rojab, cetakan tahun 1423 H.
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431
H.
Oleh Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Disusun di Warak, Panggang, Gunungkidul, @ Pesantren Darush Sholihin, dini hari, 8 Safar 1435 H
 

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.