Dalam memasak, tiap bahan punya karakteristik yang khas. Karakteristik
itulah yang membuatnya perlu cara memasak yang berbeda. Meski sama-sama
makanan, tapi tekstur, rasa, dan kandungan gizinya tak sama.
Kita bandingkan kangkung dan bayam. Meski keduanya mirip, tapi cara
memasaknya beda. Kita bandingkan ikan nila dan ikan bawal. Meski keduanya
sama-sama ikan, tapi rasanya beda, ‘kan?
Dalam hidup pun begitu. Meski tujuan setiap orang itu sama — yaitu surga —
tapi jalan yang ditempuh tiap orang berbeda-beda. Ada yang unggul dalam daya
ingat. Ada yang unggul dalam kekuatan untuk berpuasa sunnah. Ada yang unggul
dalam keluangan waktu untuk tilawah Al-Quran. Ada yang unggul dalam berderma.
Bahkan, ada yang unggul dalam kekuatan fisik.
Menjalani proses belajar bersama anak juga punya cerita dan jalannya
masing-masing, karena tiap anak punya warna yang khas. Anak yang unggul dalam
pendengaran, akan lebih cepat menghafal perkataan. Tapi mungkin dia adalah anak
yang superaktif dan tak henti bertanya. Anak yang unggul dalam kemampuan
membaca, akan lebih cepat menyerap ilmu lewat buku-buku. Tapi mungkin dia
adalah anak yang kurang cepat dalam belajar keahlian fisik, seperti memanah
atau berenang. Bahkan, satu anak mungkin punya gaya belajar yang beragam karena
bakatnya memang beragam.
Tugas kita sebagai
orang tua adalah:
1. Mengeneli potensi anak kita.
2. Mengenali kelemahan anak kita.
3. Menggunakan cara dan gaya yang paling pas untuk melejitkan potensinya dan memperbaiki kelemahannya.
1. Mengeneli potensi anak kita.
2. Mengenali kelemahan anak kita.
3. Menggunakan cara dan gaya yang paling pas untuk melejitkan potensinya dan memperbaiki kelemahannya.
Bila orang tua tidak mengenali jenis kecerdasan dan gaya belajar anaknya,
orang tua akan cenderung memaksa anak untuk berjalan seperti anak lain yang
sukses dalam bidang keahlian tertentu. Misalnya, bila ada anak lain yang sudah
bisa baca Al-Quran pada usia 4 tahun sehingga dia mudah menghafal Al-Quran
dengan cara membaca mushaf, maka orang tua yang kuran bijak akan cenderung
memaksa anaknya sendiri untuk segera bisa mahir membaca Al-Quran, agar bisa
hafal Al-Quran sebelum usia baligh. Padahal, boleh jadi anaknya termasuk susah
belajar membaca tapi sangat unggul dalam pendengaran. Dengan demikian, bila
orang tua tersebut jeli, dia akan mendidik anaknya menghafal Al-Quran dengan
cara mendengar. Misalnya, setiap hari orang tua rutin mendudukkan anak untuk
mendengar bacaan Al-Quran dari orang tuanya. Atau orang tua rutin
memperdengarkan murattal Al-Quran.
Bila orang tua tidak jeli dalam melihat bakat alami dan gaya belajar anak,
proses belajar akan menjadi penuh pergulatan emosi. Di satu sisi, orang tua
membangun harapan tertentu, tanpa bijak dalam memilih jalan terbaik untuk
mencapainya. Di sisi lain, anak menjadi terbebani — bahkan mungkin saja sampai
mengalami stres dan tekanan emosi — karena dia dipaksa meraih sesuatu dengan
cara yang sulit untuknya. Ibarat anak dengan tinggi 60 cm yang dipaksa
mengambil barang di atas lemari, tapi dia tidak boleh memakai kursi atau
menggunakan sesuatu yang bisa membantunya.
UmmiUmmi.Com telah menyajikan delapan seri tulisan Kecerdasan pada
Anak. Sebagai lanjutannya, kali ini UmmiUmmi.Com menyajikan sebuah artikel 7
Gaya Belajar Anak. Semoga bermanfaat untuk Bunda semua. Barakallahu
fikunna.
***
(1) Gaya belajar linguistik
- Berpikir:
Dalam kata-kata.
- Menyukai:
Membaca, menulis, menceritakan, bermain kata-kata, dsb.
- Membutuhkan:
Buku-buku, kertas, diary, dialog, diskusi, cerita-cerita, dsb.
(2) Gaya belajar logika-matematis
- Berpikir:
Dengan menalar.
- Menyukai:
Bereksperimen, menanyakan, mengatasi teka-teki logika, menghitung, dsb.
- Membutuhkan:
Benda-benda yang dapat diselidiki dan dipikirkan, materi-materi ilmiah
yang dapat diutak-atik, kunjungan ke planetarium atau museum ilmiah.
(3) Gaya belajar ruang
- Berpikir:
Gambar-gambar.
- Menyukai
: Merancang, menggambar, memvisualisasikan, dsb.
- Membutuhkan
: Seni, logo, video, film, slide, permainan imaginasi, maze, puzzle,
buku-buku ilustrasi, kunjungan ke museum.
(4) Gaya belajar fisik
- Berpikir:
Melalui sensasi somatik.
- Menyukai:
Berlari, melompat, membangun, menyentuh, dsb.
- Membutuhkan:
Permainan peran, drama, gerakan, benda-benda yang bisa dibangun, olah raga
dan permainan fisik, dsb.
(5) Gaya belajar interpersonal
- Berpikir:
Dengan memantulkan ide-ide mereka terhadap orang lain.
- Menyukai:
Memimpin, berorganisasi, berelasi, menengahi, dsb.
- Membutuhkan:
Kawan, kelompok permainan, perkumpulan sosial, acara komunitas, atau klub.
(6) Gaya belajar pribadi
- Berpikir:
Jauh ke dalam dirinya.
- Menyukai:
Membentuk tujuan, menyendiri, bermimpi, berdiam diri, dan berencana.
- Membutuhkan:
Tempat-tempat rahasia, waktu sendirian, proyek-proyek pribadi,
pilihan-pilihan.
(7) Gaya belajar alam
- Berpikir:
Dengan analogi yang ada di alam.
- Menyukai:
Berada di alam.
- Membutuhkan
: Bereksplorasi bebas, berhubungan, dan menyentuh tanah, air, hewan, dan
angin.
**
Referensi: Kumpulan beberapa materi Diklat PAUD yang diselenggarakan oleh HIMPAUDI Kab. Bantul tahun 2009.
Referensi: Kumpulan beberapa materi Diklat PAUD yang diselenggarakan oleh HIMPAUDI Kab. Bantul tahun 2009.
Oleh: Athirah
Mustadjab
Artikel UmmiUmmi.Com
Artikel UmmiUmmi.Com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar