Menasihati dan Mengajari Saat Berjalan Bersama
Berikut ini adalah kisah yang dituturkan Abdullah bin Abbas ketika
diajak jalan bersama Rasulullah di atas kendaraan beliau. Dalam
perjalanan ini, beliau mengajarkan kepadanya beberapa pelajaran sesuai
jenjang usia dan kemampuan daya pikirannya melalui dialog ringkas,
langsung dan mudah. Rasulullah bersabda, “Nak, aku akan memberimu
beberapa pelajaran: peliharalah Allah, niscaya Dia akan balas
memeliharamu. Peliharalah Allah, niscaya kamu akan menjumpai-Nya
dihadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, dan jika kamu
meminta pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya
andaikata manusia persatu padu untuk memberimu suatu manfaat kepadamu,
niscaya mereka tidak akan dapat memberikannya kepadamu, kecuali mereka
telah ditakdirkan oleh Allah untukmu. Dan seandainya mereka bersatu padu
untuk menimpakan suatu bahaya kepadamu, niscaya mereka tidak akan dapat
membahayakanmu, kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah bagimu,
pena telah diangkat dan lembaran catatan telah mengering.”
Menarik Perhatian Anak dengan Ucapan yang Lembut
Adakalanya
Rasulullah memanggil anak dengan panggilan yang paling sesuai dengan
jenjang usianya, seperti ungkapan, “Anak muda, sesungguhnya aku akan
memberimu beberapa pelajaran.” Dan seterusnya. Adakalanya beliau
memanggil dengan sebutan, “Anakku” seperti beliau lakukan kepada Anas
saat turun ayat hijab, “Hai anakku, mundurlah kamu ke
belakang.”Rasulullah menyebut anak-anak Ja’far, putra pamannya,
“Panggilkanlah anak-anak saudaraku.” Beliau pun menanyakan kepada
ibunya, “Mengapa aku lihat tubuh keponakanku kurus-kurus seperti
anak-anak yang sakit?”[2]
Seseorang lebih terkesan bila dipanggil dengan julukan, gelar, dan
predikat yang baik dari pada nama aslinya. Tak terkecuali anak-anak.
Ironisnya, yang sering kali kita dapati anak-anak yang dipanggil dengan
julukan tidak enak didengar, seperti: gundul, gembrot, kribo, dan
sebagainya.
Menghargai Mainan Anak dan Jangan Melarangnya Bermain
Apa yang akan
Anda katakan ketika mengetahui bahwa Hasan bin Ali mempunyai anak anjing
untuk mainannya, Abu Umair bin Abu Thalhah mempunyai burung pipit untuk
mainannya, dan Aisyah mempunyai boneka perempuan untuk mainannya.
Setelah dinikahi Rasulullah, Aisyah membawa serta boneka mainannya ke
rumah beliau, bahkan Rasulullah mengajak semua teman-teman Aisyah ke
dalam rumah untuk bermain bersama Aisyah. Realitas seperti ini
menunjukkan pengakuan dari Rasulullah terhadap kebutuhan anak kecil
terhadap mainan, hiburan dan pemenuhan kecenderungan (bakat).Al Ghazali
mengatakan, “Usai keluar dari sekolah, sang anak hendaknya diizinkan
untuk bermain dengan mainan yang disuainya untuk merehatkan diri dari
kelelahan belajar di sekolah. Sebab, melarang anak bermain dan hanya
disuruh belajar terus, akan menjenuhkan pikirannya, memadamkan
kecerdasannya, dan membuat masa kecilnya kurang bahagia. Anak yang tidak
boleh bermain pada akhirnya akan berontak dari tekanan itu dengan
berbagai macam cara.”[3] Al Ghazali juga menambahkan, “Hendaknya sang
anak dibiasakan berjalan kaki, bergerak, dan berolah raga pada sebagian
waktu siang agar tidak menjadi anak yang pemalas.”
Tidak Membubarkan Anak yang Sedang Bermain
Anas berkata, “Pada suatu
hari aku melayani Rasulullah. Setelah tugasku selesai, aku berkata dalam
hati, ‘Rasulullah pasti sedang istirahat siang.’ Akhirnya, aku keluar
ke tempat anak-anak bermain. Aku menyaksikan mereka sedang bermain.
Tidak lama kemudian, Rasulullah datang seraya mengucapkan salam kepada
anak-anak yang sedang bermain. Beliau lalu memanggil dan menyuruhku
untuk suatu keperluan. Aku pun segera pergi untuk menunaikannya,
sedangkan beliau duduk di bawah sebuah pohon hingga aku kembali….”[4]
Selain
penting bagi pertumbuhan mental dan fisik anak, permainan mereka
perlukan sebagaimana orang dewasa memerlukan pekerjaan. Pikirkanlah
dahulu untuk membubarkan mereka saat bermain. Kalau untuk memperingatkan
karena waktu yang tidak tepat atau membahayakan diri dan orang lain,
lakukan dengan penuh bijaksana.
Tidak Memisahkan Anak dari Keluarganya
Abu Abdurrahman Al Hubuli
meriwayatkan bahwa dalam suatu peperangan Abu Ayyub berada dalam suatu
pasukan, kemudian anak-anak dipisahkan dari ibu-ibu mereka, sehingga
anak-anak itu menangis. Abu Ayyub pun segera bertindak dan mengembalikan
anak-anak itu kepada ibunya masing-masing. Ia lalu mengatakan bahwa
Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa memisahkan antara seorang ibu
dan anaknya, niscaya Allah akan memisahkan antara dia dan orang-orang
yang dicintainya pada hari kiamat.”[5]Rasulullah juga melarang seseorang
duduk di tengah-tengah antara seorang ayah dan anaknya dalam suatu
majelis. Beliau bersabda, “Janganlah seseorang duduk di antara seorang
ayah dan anaknya dalam sebuah majelis.”[6]
Jangan Mencela Anak
Anas mengatakan, “Aku melayani Rasulullah selama
10 tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah mengatakan, ‘Ah,’ tidak pernah
menanyakan, ‘Mengapa engkau lakukan itu?’ dan tidak pula mengatakan,
‘Mengapa engkau tidak melakukan itu?’.”[7]Anas juga mengatakan, “Beliau
tidak pernah sekali pun memerintahkan sesuatu kepadaku, kemudian akan
manangguhkan pelaksanaannya, lalu beliau mencelaku. Jika ada salah
seorang dari ahli baitnya mencelaku, beliau justru membelaku,
‘Biarkanlah dia, seandainya hal itu ditakdirkan terjadi, pastilah
terjadi.”Al Ghazali memberi nasihat, “Janganlah banyak mengarahkan anak
dengan celaan karena yang bersangkutan akan menjadi terbiasa dengan
celaan. Dengan celaan anak akan bertambah berani melakukan keburukan dan
nasihat pun tidak dapat mempengaruhi hatinya lagi. Hendaklah seorang
pendidik selalu menjaga wibawa dalam berbicara dengan anak. Untuk itu,
janganlah ia sering mencela, kecuali sesekali saja bila diperlukan.
Hendaknya sang ibu mempertakuti anaknya dengan ayahnya serta membantu
sang ayah mencegah anak dari melakukan keburukan.”[8]
Mengajarkan Akhlak Mulia
Anas menuturkan bahwa Rasulullah bersabda,
“Wahai anakku, jika engkau mampu membersihkan hatimua dari kecurangan
terhadap seseorang, baik pagi hari maupun petang hari, maka lakukanlah.
Yang demikian itu termasuk tuntunanku. Barang siapa yang menghidupkan
tuntunanku, berarti ia mencintaiku, dan barang siapa mencintaiku niscaya
akan bersamaku di dalam surga.”[9]
Al Ghazali mengatakan, “Anak
harus dibiasakan agar tidak meludah atau mengeluarkan ingus di
majelisnya, menguap di hadapan orang lain, membelakangi orang lain,
bertumpang kaki, bertopang dagu, dan menyandarkan kepala ke lengan,
karena beberapa sikap ini menunjukkan pelakunya sebagai orang pemalas.
Anak harus diajari cara duduk yang baik dan tidak boleh banyak bicara.
Perlu dijelaskan pula bahwa banyak bicara termasuk perbuatan tercela dan
tidak pantas dilakukan. Laranglah anak membuat isyarat dengan kepala,
baik membenarkan maupun mendustakan, agar tidak terbiasa melakukannya
sejak kecil.”[10]
Mendoakan Kebaikan, Menghindari Doa Keburukan
Jabir bin Abdullah
berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mendoakan keburukan
untuk diri kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan untuk anak-anak
kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan untuk pelayan kalian, dan
jangan pula kalian mendoakan keburukan untuk harta benda kalian, agar
jangan sampai kalian menjumpai suatu saat yang di dalamnya Allah memberi
semua permintaanmu, kemudian mengabulkan doa kalian.”[11]
Orang tua
harus dapat mengontrol penuh lisannya, agar tidak keluar ancaman atau
ucapan yang bisa menjadi doa keburukan bagi sang anak. Doa itu tak harus
sesuatu yang khusus diucapkan saat bersimpuh di hadapan Allah. Ucapan
seketika, seperti, “Dasar anak bandel,” pun bisa bermakna doa. Dan doa
orang tua kepada anak itu bakal manjur.[12]
Meminta Izin Berkenaan dengan Hak Anak
Sahl bin Sa’ad meriwayatkan
bahwa disajikan kepada Rasulullah segelas minuman, lalu beliau
meminumnya, sedang disebelah kanan beliau terdapat seorang anak dan
disebelah kirinya terdapat orang tua. Sesudah minum, beliau bertanya
kepada si anak, “Apakah engkau setuju bila aku memberi minum mereka
terlebih dahulu?” Ia menjawab, “Tidak, demi Allah, aku tidak akan
memberikan bagianku darimu.” Rasulullah pun menyerahkan wadah itu ke
tangannya.[13]
Mengajari Anak Menyimpan Rahasia
Abdulllah bin Ja’far bercerita,
“Pada suatu hari Rasulullah memboncengku di belakangnya. Beliau kemudian
membisikkan suatu pembicaraan kepadaku agar tidak terdengar oleh
seorang pun.”[14]
Makan Bersama Anak Sembari Memberikan Pengarahan dan Meluruskan Kekeliruan Mereka
Umar
bin Abu Salamah bercerita, “Ketika masih kecil, aku berada di pangkuan
Rasulullah dan tanganku menjalar ke mana-mana di atas nampan. Rasulullah
bersabda kepadaku, ‘Hai bocah, sebutlah nama Allah (berdoa), makanlah
dengan tangan kanan, dan makanlah makanan yang ada di dekatmu.’ Maka
senantiasa seperti itulah cara makanku sesudahnya.”[15]
Abdullah bin
Umar tidak pernah melakukan shalat malam, maka Rasulullah bersabda,
“Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah bin Umar seandainya dia shalat
malam.” Sesudah itu, dia hanya tidur sebentar saja setiap malamnya.[16]
Berlaku Adil Kepada Anak, Tanpa Membedakan Laki-laki atau Perempuan
Nu’man
bin Basyir pernah datang kepada Rasulullah lalu berkata, “Sungguh, aku
telah memberikan sesuatu kepada anak laki-lakiku yang dari Amarah binti
Rawwahah, lalu Amarah menyuruhku untuk menghadap kepadamu agar engkau
menyaksikannya, ya Rasulullah.” Rasulullah bertanya, “Apakah engkau juga
memberikan hal yang sama kepada anak-anakmu yang lain?” Ia menjawab,
“Tidak.” Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kamu kepada Allah dan berlaku
adillah kamu diantara anak-anakmu.” Nu’man pun mencabut kembali
pemberiannya.[17]
Melerai Anak yang Terlibat Perkelahian
Rasulullah pernah memisahkan
dua bocah yang terlibat dalam perkelahian. Beliau meluruskan pemikiran
mereka dan menyerukan kepada orang-orang dewasa untuk menangkal
kezaliman.[18]
Gali Potensi Mereka
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,
“Di antara pepohonan yang tumbuh di daerah pedalaman terdapat sebuah
pohon yang dedaunannya tidak pernah gugur, dan itulah perumpamaan
seorang muslim. Ceritakanlah kepadaku pohon apakah itu?” Orang-orang
menebaknya dengan beragam pepohonan yang tumbuh di daerah pedalaman
tersebut. Ibnu Umar berkata, ‘Dalam hatiku terbetik bahwa pohon yang
dimaksud adalah pohon kurma, tetapi aku merasa malu untuk
mengutarakannya (karena saat itu usiaku masih sangat muda). Selanjutnya,
mereka pun menyerah dan berkata, ‘Ceritakanlah kepada kami wahai
Rasulullah, pohon apakah itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Itulah pohon
kurma’.”[19]
Rangsang dengan Hadiah
Rasulullah pernah membariskan Abdulullah,
Ubaidillah dan sejumlah anak-anak pamannya, Al Abbas, dalam suatu
barisan, kemudian beliau bersabda, “Siapa yang paling dahulu sampai
kepadaku, dia akan mendapatkan (hadiah) ini.” Mereka pun berlomba lari
menuju tempat Rasulullah berada. Setelah mereka sampai di tempat beliau,
ada yang memeluk punggung dan ada pula yang memeluk dada beliau.
Rasulullah menciumi mereka semua serta menepati janji kepada mereka.[20]
Menghibur Anak Yatim dan Menangis Karena Mereka
Rasulullah bersabda,
“Aku dan pengasuh anak yatim itu di surga seperti ini.” Beliau
menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah dengan meregangkan sedikit
saja.[21]
Rasulullah pernah menciumi dan bercucuran air mata ketika
melihat anak-anak Ja’far menjadi yatim karena ayahnya gugur dalam medan
perang, beliau juga menghibur mereka.[22]
Tidak Merampas Hak Anak Yatim
Rasulullah
bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya aku mengharamkan hak dua orang lemah,
yaitu anak yatim dan wanita.”[23] Dengan demikian, seleksilah
benar-benar harta kita. Adakah di dalamnya hak anak yatim yang kita
rampas? Sebab, ancaman memakan harta mereka begitu jelas dan gamblang.
Melarang Bermain Saat Setan Berkeliaran dan Lindungilah dari penyakit ‘Ain
Rasulullah
bersabda, “Apabila malam mulai gelap (malam telah tiba), tahanlah
anak-anak kalian, karena setan saat itu sedang bertebaran. Apabila telah
berlalu sesaat dari waktu maghrib, lepaskanlah mereka….”[24]Aisyah
menceritakan bahwa Rasulullah melihat anak yang sedang menangis kemudian
beliau bersabda, “Mengapa bayi kelian menangis? Mengapa tidak kalian
ruqyah dari penyakit ‘ain?”[25]
Mengajari Azan dan Shalat
Abu Mahdzurah bercerita, “Aku bersama 10
orang remaja berangkat bersama Rasulullah dan rombongan. Pada saat itu,
Rasulullah adalah orang paling kami benci. Mereka kemudian menyerukan
azan dan kami yang 10 orang remaja ikut pula menyerukan azan dengan
maksud mengolok-ngolok mereka. Rasulullah bersabda, ‘Bawa kemari 10
orang remaja itu!’ Beliau memerintahkan, ‘Azanlah kalian!’ Kami pun
menyerukan azan.Rasulullah bersabda, ‘Alangkah baiknya suara anak remaja
yang baru kudengar suaranya ini. Sekarang pergilah kamu dan jadilah
juru azan buat penduduk Mekkah.’ Beliau bersabda demikian seraya
mengusap ubun-ubun Abu Mahdzurah, kemudian beliau mengajarinya azan dan
bersabda kepadanya, ‘Tentu engkau sudah hafal bukan?’ Abu Mahdzurah
tidak mencukur rambutnya karena Rasulullah waktu itu
mengusapnya.[26]Mengenai shalat, Rasulullah bersabda, “Ajarilah
anak-anak kalian shalat sejak usia 7 tahun dan pukullah ia karena
meninggalkannya bila telah berusia 10 tahun.”[27]Anas bin Malik berkata,
“Pada suatu hari aku pernah masuk ke tempat Rasulullah dan yang ada
hanyalah beliau, aku, ibuku, dan Ummu Haram, bibiku. Tiba-tiba
Rasulullah menemui kami lalu bersabda, ‘Maukah bila aku mengimami shalat
untuk kalian?’ Kala itu bukan waktu shalat. Maka salah seorang berkata,
‘Bagaimana Anas di posisikan di dekat beliau?’ Beliau menempatkanku di
kanan beliau lalu beliau shalat bersama kami…”[28]
Tanpa cangung,
Rasulullah mengajak anak shalat berjamaah meski tak ada orang selain
anak tersebut, tanpa ragu pula, beliau mengangkat pemuda yang
membencinya untuk menjadi tukang azan atau muazin kota Mekkah.
Mengajari Anak Sopan Santun dan Keberanian
Sebagaimana yang telah
dijelaskan, bahwa Rasulullah pernah meminta izin kepada anak ketika
beliau hendak memberi minum kepada tamu yang dewasa terlebih dahulu
sebelum dia. Namun anak itu menolak. Saat itu Rasulullah tidak bersikap
kasar dan tidak menegurnya.Di antara
keberanian yang beretika ialah anak tidak dibiarkan berbuat sesuatu
dengan sembunyi-sembunyi. Al Ghazali mengatakan, “Anak hendaknya dicegah
dari mengerjakan apa pun dengan cara sembunyi-sembunyi. Sebab, ketika
anak menyembunyikannya berarti dia menyakini perbuatan tersebut buruk
dan tidak pantas dilakukan.[29]
Menjadikan Anak yang Lebih Muda sebagai Imam Shalat dan Pemimpin dalam Perjalanan
Abu
Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Bila kalian sedang
berpergian, hendaknya yang menjadi imam adalah yang paling bagus
bacaannya di antara kalian, walaupun ia orang yang paling muda. Bila ia
telah menjadi imam berarti ia adalah pemimpin.”[30] Dan dikuatkan dengan
hadits shahih, Amru bin Salamah berkata, Rasulullah bersabda,
“Hendaknya yang menjadi imam kalian adalah yang paling banyak bacaan Al
Qur’annya.”[31]
Sumber:Syeih Jamal Abdurrahman dalam bukunya yang
berjudul “Athfalul Muslimin Kaifa Robaahumun Nabiyyul
Amin Saw” yang
sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Agus Suwandi dengan
Judul “Islamic Parenting, Pendidikan Anak Metode Nabi” Solo: Aqwam,
2010(pkscibitung)
http://pksbangilan.blogspot.com/2014/05/bagaimana-rosululloh-mendidik-anak-4-10.html
http://pksbangilan.blogspot.com/2014/05/bagaimana-rosululloh-mendidik-anak-4-10.html