Diasuh oleh:
Dr. Hj Erma Pawitasari, M.Ed
Doktor Pendidikan Islam PKU DDII bekerjasama dengan BAZNAS
Pertanyaan melalui e-mail: redaksi@suara-islam.com
Pertanyaan melalui e-mail: redaksi@suara-islam.com
Assalamu’alaikum Bu Erma,
Sebelumnya saya berterima kasih yang sebesar-besarnya karena Ibu berkenan membaca surat ini. Perkenalkan nama saya Fatimah dari Pandaan, Pasuruan. Saya ingin bertanya apakah Islam memperbolehkan menghukum anak kecil yang masih berumur 2 tahun? Dihukumnya dengan cara dikunci di kamar mandi. Saya memiliki 2 keponakan yang selisih umurnya hanya 4 bulan, bagaimana menghadapi mereka berdua yang selalu bertengkar memperebutkan sesuatu? Kadangkala ortunya malah melarang anaknya bermain dengan keponakan yang satunya karena sering bertengkar. Syukron katsiro atas jawabannya.
Fatimah Fauziah
Pandaan, Pasuruan
Pandaan, Pasuruan
Wa’alaykum salam wr wb,
Ukhti Fatimah yang dirahmati Allah,
Rasulullah SAW bersabda, “Perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk shalat
sewaktu mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka jika mereka (telah)
berumur sepuluh tahun (bila meninggalkan shalat).” HR. Abu Daud
Hadits di atas merupakan tuntunan bagi umat Islam kapan orang
tua/pendidik diperbolehkan menghukum secara fisik, yaitu 10 tahun. Dalam
Islam, ada beberapa tahapan krusial sebelum orang tua memberikan
hukuman fisik kepada anak, yaitu:
1. Mendidik kejiwaan dan karakter anak dimulai saat mereka masih berada
dalam kandungan. Jiwa yang tenang dan mencintai kebenaran didapatkan
dari stimulasi positif berupa: makanan halal yang dikonsumsi sang ibu,
kondisi ibu yang bahagia dan jauh dari stress, serta suara-suara baik
yang dia dengar dari balik rahim Ibu.
2. Memberikan ASI secara langsung (tidak melalui botol). Sebagaimana
telah saya bahas pada edisi sebelumnya, efek samping susu formula sangat
merusak, baik dari sisi kecerdasan kognitif maupun kecerdasan karakter.
Keberingasan merupakan sifat hewani yang bisa jadi didapatkan si anak
dari susu hewan yang menjadi makanan utamanya sejak lahir. Menyusui
secara langsung merupakan bentuk pendidikan karakter dini yang sangat
berpengaruh pada kejiwaan anak di kemudian hari.
3. Memberikan teladan. Islam menuntut orang tua/pendidik memberikan
teladan terlebih dahulu sebelum menuntut anak melakukan kebaikan.
Kebiasaan kedua orang tua dari kedua anak, apakah mereka orang yang
lembut atau orang yang suka bertengkar, suka mengomel, suka berebut,
dsb, berpengaruh besar terhadap karakter anak. Demikian pula dengan
tontonan anak. Adegan-adegan kekerasan, pertengkaran, dan kebencian di
TV merupakan teladan negatif buat anak-anak.
4. Menciptakan kebiasaan yang baik. Bila ketiga langkah di atas sudah
terpenuhi, maka langkah berikutnya adalah menciptakan kebiasaan yang
baik. Orang tua/pendidik mencari sistem yang dapat dijalankan secara
baik. Misal: sistem waktu. Orang tua dapat memasang alarm yang
menunjukkan waktu mereka bergantian main. Bagi anak yang cenderung
visual, dapat digunakan jarum jam. Bila jarum panjang menunjuk angka
tertentu, maka mereka bergantian main. Sistem ini alhamdulillah berjalan
dengan baik pada anak-anak saya. Setiap si kecil merebut mainan
kakaknya, saya ajarkan agar dia bertanya kepada kakaknya, “Jam berapa
aku gantian main?” Lalu mereka bernegosiasi dan tidak bertengkar lagi.
Bila keempat langkah di atas sudah ditempuh tapi ada kalanya mereka
masih bertengkar, maka hendaklah orang tua/pendidik memahami bahwa
itulah dunia anak-anak. Janganlah orang tua mengharapkan anak dapat
berperilaku seperti orang dewasa. Ada kalanya mereka perlu bertengkar
lalu berbaikan dan bermain bersama lagi. Itu semua bagian dari
pertumbuhannya untuk mengasah kemampuan sosialnya. Selama pertengkaran
tersebut tidak membahayakan, semisal menggunakan pisau atau menutup
jalan nafas anak lainnya, maka orang tua/pendidik perlu memberi mereka
kesempatan untuk menyelesaikan sendiri pertengkarannya. Yang menjadi
masalah, orang dewasa merasa terganggu sehingga tidak sabar. Hal ini
justru dapat merenggut kesempatan anak-anak untuk hidup di dunia anak
dan belajar dari kesalahan.
Apabila pertengkaran mereka sudah membahayakan, maka orang
dewasa/pengasuh/orang tua harus segera melerai. Hukuman non fisik boleh
diberikan. Misalnya: tidak boleh bermain bersama selama 3 hari. Pada
setiap harinya, orang tua harus memberi tahu si anak, sebab anak belum
paham makna hari. Orang tua dapat mengatakan, “Ini hari kedua kamu tidak
boleh main dengan Budi karena kemarin kalian berantem. Masih ada satu
hari lagi, tapi nanti kalau berantem lagi, tidak boleh main lagi 3 hari
ya.”
Sebagai penutup, saya akan kutipkan pendapat ulama besar Islam, Ibn Khaldun dalam bukunya Muqaddimah:
“Hukum yang keras dapat membahayakan anak, menyebabkan tertanamnya
contoh yang tidak baik. Hal ini dapat menimbulkan kebiasaan buruk,
mencegah perkembangan pribadi si anak, membuka jalan pada kemalasan,
penipuan, serta kelicikan. Anak-anak menjadi terdorong untuk
bertindak-tanduk berbeda dengan hati dan pikirannya, demi menghindari
hukuman. Kecenderungan-kecenderungan ini kemudian menjadi kebiasaan dan
karakter. Pada akhirnya, dapat merusak sifat kemanusiaan dan sikap
perwira, kemudian menjadi beban orang lain. Mereka merasa dirinya tidak
berharga sehingga tidak mau berusaha menjadi manusia yang sempurna.
Fakta seperti ini terlihat pada hampir semua bangsa yang pernah dijajah.
Bangsa-bangsa ini menjadi rendah diri, malas, tidak ingin maju, dan
terbiasa dengan kelicikan dan cara-cara yang menyimpang untuk
mendapatkan keinginannya.” Allahu a’lam bi ash-showwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar