Pages

Test Footer

Test Footer 2

Blogroll

Blogger templates

Test Footer 1

Efek Susu Formula Pada Kecerdasan Anak (Bag-2-habis)



Dr. Hj Erma Pawitasari, M.Ed
Doktor Pendidikan Islam PKU DDII bekerjasama dengan BAZNAS
Pertanyaan melalui e-mail: redaksi@suara-islam.com
Assalamu’alaykum wr wb,
Bunda, saya seorang ibu muda yang bekerja. Bayi saya saat ini baru berusia 1 bulan. Kata teman-teman sekantor, saya sebaiknya memberikan ASI murni selama 6 bulan pertama.
Karena saya bekerja, anak saya titipkan ibu mertua. Menurut beliau saya harus menambahkan susu formula (susu kaleng untuk bayi, red) lantaran khawatir cucu beliau kurang nutrisi. Menurut beliau lagi, anak saya kelak harus hidup dalam persaingan ketat sehingga dari dini harus diberi tambahan zat-zat yang mencerdaskan otak. Bunda, saya menjadi bingung. Saya takut disalahkan jika bayi saya tidak tumbuh cerdas. Saya juga takut dianggap tidak patuh. Bagaimana menurut pendapat Bunda?

Wassalam,
Hamba Allah di Semarang



Pada edisi sebelumnya saya sudah menjelaskan tentang keunggulan ASI dan bahaya susu formula dari sisi nutrisi. Pada edisi ini, saya akan melanjutkan dengan pengaruh ASI terhadap karakter anak dan bagaimana Islam mengatur masalah ini.

Para ahli kesehatan sedunia berkonsensus mengakui bahwa masa terbaik untuk memberikan ASI adalah selama 2 (dua) tahun, dengan cara: 6 (enam) bulan pertama ASI ekslusif lalu diteruskan dengan ASI plus makanan bayi. Al-Qur’an telah jauh-jauh hari memberikan hak ini kepada para bayi. Bahkan, apabila ada perseteruan antara ayah dan ibu, semisal terjadi perceraian, maka Allah Swt menyediakan safety net (jaring pengaman) agar hak nutrisi bagi bayi tetap terpenuhi sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Baqarah 233:

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya. Warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih, dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

Berdasarkan firman Allah di atas, terlihat bahwa:

1) Ibu tetap diminta untuk menyusui dengan jaminan penuh dari ayah berupa makanan, pakaian, dan bayaran upah sesuai kesepakatan ibu dan ayah. Sang ibu tidak boleh meminta bayaran yang terlalu tinggi sebagai balas dendam kepada mantan suaminya, demikian pula sang ayah diharamkan bersikap pelit dengan memanfaatkan naluri kasih sayang antara si ibu dengan bayinya. Keduanya diperintahkan untuk meletakkan kepentingan sang bayi di atas kepentingan pribadi.

2) Bila kesepakatan tetap tidak tercapai, maka Allah memperbolehkan sang ayah untuk mencari ibu susu dengan memberi bayaran yang sesuai.

Dengan demikian, terlihat jelas bagaimana Allah menjamin pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi. Mencabut hak bayi dengan memberikan susu sapi merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan fitrah. Susu sapi adalah untuk bayi sapi. Susu kambing untuk bayi kambing. Susu manusia untuk bayi manusia. Bayi memang dapat bertahan hidup dengan susu formula, namun sesungguhnya hal ini terkategori malnutrisi.

Pemberian ASI, selain sebagai nutrisi esensial bagi bayi, juga menjadi media pembentukan karakter. Karakter ibu/ibu susu menjadi teladan bagi si bayi. Kehangatan pelukan ibu/ibu susu mengajarkan karakter kasih sayang pada anak. Oleh karena itu, para ulama menempatkan kriteria akhlaq sebagai syarat utama pemilihan ibu susu. Ayunan dan lagu lembut yang dinyanyikan saat proses menyusui juga dapat memperkuat karakter anak. [Lihat Ibn Sina, Al-Qanun fil-Tibb] Proses menyedot ASI memerlukan tenaga lebih besar dibandingkan menyedot botol, mengajarkan kegigihan dan kerja keras. Komunikasi yang terjalin antara ibu/ibu susu dengan bayi mengajarkan keluwesan dalam bersosialisasi. Bayi yang minum botol, terutama mereka yang bisa memegang sendiri botolnya, cenderung menjadi anak yang lebih banyak berbicara pada diri sendiri. Oleh karena itu, secara umum kita dengan mudah dapat melihat perbedaan perilaku antara anak ASI dibandingkan anak formula. Anak-anak formula cenderung lebih agresif sekaligus penakut (kurang percaya diri). Beberapa anak formula juga dilaporkan mengalami keterlambatan bicara.

Dengan demikian, selain kandungan nutrisi dalam ASI, kita harus memperhatikan bagaimana proses pemberian ASI. Pada proses penyusuan ASI itulah pendidikan karakter sedang berlangsung. Bila para bunda hanya ingin memberikan nutrisi terbaik, maka ASI dapat diberikan dalam botol. Namun, bila para bunda menginginkan nutrisi dan pembentukan karakter yang baik, maka tidak ada pilihan kecuali bayi harus menyusu langsung ke sumbernya, baik oleh ibunya sendiri ataupun oleh ibu susu yang terpercaya akhlaknya.

Sebagai penutup ulasan ini, saya sarankan agar Ukhti mendiskusikan hal ini dengan suami dan biarkan suami selaku pemimpin rumah tangga untuk memutuskan. Semoga suami Ukhti dapat mengambil keputusan terbaik dan berusaha memberikan pengertian/pemahaman yang benar kepada ibunya.***
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.