Dr. Hj Erma Pawitasari, M.Ed
Doktor Pendidikan Islam PKU DDII bekerjasama dengan BAZNAS
Pertanyaan melalui e-mail: redaksi@suara-islam.com
Assalamu’alaykum wr wb,
Bunda, saya seorang ibu muda yang bekerja. Bayi saya saat ini baru berusia 1 bulan. Kata teman-teman sekantor, saya sebaiknya memberikan ASI murni selama 6 bulan pertama.
Karena saya bekerja, anak saya
titipkan ibu mertua. Menurut beliau saya harus menambahkan susu formula
(susu kaleng untuk bayi, red) lantaran khawatir cucu beliau kurang
nutrisi. Menurut beliau lagi, anak saya kelak harus hidup dalam
persaingan ketat sehingga dari dini harus diberi tambahan zat-zat yang
mencerdaskan otak. Bunda, saya menjadi bingung. Saya takut disalahkan
jika bayi saya tidak tumbuh cerdas. Saya juga takut dianggap tidak
patuh. Bagaimana menurut pendapat Bunda?Bunda, saya seorang ibu muda yang bekerja. Bayi saya saat ini baru berusia 1 bulan. Kata teman-teman sekantor, saya sebaiknya memberikan ASI murni selama 6 bulan pertama.
Wassalam,
Hamba Allah di Semarang
Pada edisi sebelumnya saya sudah menjelaskan tentang keunggulan ASI dan
bahaya susu formula dari sisi nutrisi. Pada edisi ini, saya akan
melanjutkan dengan pengaruh ASI terhadap karakter anak dan bagaimana
Islam mengatur masalah ini.
Para ahli kesehatan sedunia berkonsensus mengakui bahwa masa terbaik
untuk memberikan ASI adalah selama 2 (dua) tahun, dengan cara: 6 (enam)
bulan pertama ASI ekslusif lalu diteruskan dengan ASI plus makanan bayi.
Al-Qur’an telah jauh-jauh hari memberikan hak ini kepada para bayi.
Bahkan, apabila ada perseteruan antara ayah dan ibu, semisal terjadi
perceraian, maka Allah Swt menyediakan safety net (jaring pengaman) agar
hak nutrisi bagi bayi tetap terpenuhi sebagaimana firman Allah dalam
QS. al-Baqarah 233:
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya.
Warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih, dengan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan."
Berdasarkan firman Allah di atas, terlihat bahwa:
1) Ibu tetap diminta untuk menyusui dengan jaminan penuh dari ayah
berupa makanan, pakaian, dan bayaran upah sesuai kesepakatan ibu dan
ayah. Sang ibu tidak boleh meminta bayaran yang terlalu tinggi sebagai
balas dendam kepada mantan suaminya, demikian pula sang ayah diharamkan
bersikap pelit dengan memanfaatkan naluri kasih sayang antara si ibu
dengan bayinya. Keduanya diperintahkan untuk meletakkan kepentingan sang
bayi di atas kepentingan pribadi.
2) Bila kesepakatan tetap tidak tercapai, maka Allah memperbolehkan sang
ayah untuk mencari ibu susu dengan memberi bayaran yang sesuai.
Dengan demikian, terlihat jelas bagaimana Allah menjamin pemenuhan
kebutuhan nutrisi bayi. Mencabut hak bayi dengan memberikan susu sapi
merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan fitrah. Susu sapi adalah
untuk bayi sapi. Susu kambing untuk bayi kambing. Susu manusia untuk
bayi manusia. Bayi memang dapat bertahan hidup dengan susu formula,
namun sesungguhnya hal ini terkategori malnutrisi.
Pemberian ASI, selain sebagai nutrisi esensial bagi bayi, juga menjadi
media pembentukan karakter. Karakter ibu/ibu susu menjadi teladan bagi
si bayi. Kehangatan pelukan ibu/ibu susu mengajarkan karakter kasih
sayang pada anak. Oleh karena itu, para ulama menempatkan kriteria
akhlaq sebagai syarat utama pemilihan ibu susu. Ayunan dan lagu lembut
yang dinyanyikan saat proses menyusui juga dapat memperkuat karakter
anak. [Lihat Ibn Sina, Al-Qanun fil-Tibb] Proses menyedot ASI memerlukan
tenaga lebih besar dibandingkan menyedot botol, mengajarkan kegigihan
dan kerja keras. Komunikasi yang terjalin antara ibu/ibu susu dengan
bayi mengajarkan keluwesan dalam bersosialisasi. Bayi yang minum botol,
terutama mereka yang bisa memegang sendiri botolnya, cenderung menjadi
anak yang lebih banyak berbicara pada diri sendiri. Oleh karena itu,
secara umum kita dengan mudah dapat melihat perbedaan perilaku antara
anak ASI dibandingkan anak formula. Anak-anak formula cenderung lebih
agresif sekaligus penakut (kurang percaya diri). Beberapa anak formula
juga dilaporkan mengalami keterlambatan bicara.
Dengan demikian, selain kandungan nutrisi dalam ASI, kita harus
memperhatikan bagaimana proses pemberian ASI. Pada proses penyusuan ASI
itulah pendidikan karakter sedang berlangsung. Bila para bunda hanya
ingin memberikan nutrisi terbaik, maka ASI dapat diberikan dalam botol.
Namun, bila para bunda menginginkan nutrisi dan pembentukan karakter
yang baik, maka tidak ada pilihan kecuali bayi harus menyusu langsung ke
sumbernya, baik oleh ibunya sendiri ataupun oleh ibu susu yang
terpercaya akhlaknya.
Sebagai penutup ulasan ini, saya sarankan agar Ukhti mendiskusikan hal
ini dengan suami dan biarkan suami selaku pemimpin rumah tangga untuk
memutuskan. Semoga suami Ukhti dapat mengambil keputusan terbaik dan
berusaha memberikan pengertian/pemahaman yang benar kepada ibunya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar