Pages

Test Footer

Test Footer 2

Blogroll

Blogger templates

Test Footer 1

Pendidikan Untuk Anak Laki-Laki 17 Tahun

Diasuh oleh:
Dr. Erma Pawitasari, M.Ed
Doktor Pendidikan Islam PKU DDII bekerjasama dengan BAZNAS
Pertanyaan malalui e-mail: redaksi@suara-islam.com


Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Saya punya anak laki-laki 17 tahun. Saya perhatikan sepertinya dia merasa kurang tertantang, otaknya tidak terpakai secara optimal. Saya sudah ikutkan banyak kegiatan di sekolah tapi kok masih tampak kurang semangat. Bagaimana seharusnya pendidikan yang tepat untuk anak laki-laki seusia itu?Terima kasih.

Ibu Ria – Jakarta Selatan

Wa’alaikumsalam Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Ibu Ria yang disayang Allah,

Sikap putra Ibu yang kurang bersemangat bisa jadi disebabkan ia merasa kurang diberi tanggung jawab. Laki-laki usia 17 tahun biasanya sudah baligh. Mereka sudah bukan anak lagi, tetapi sudah menjadi laki-laki dewasa dengan tanggung jawab akhirat 100%.

Baligh merupakan penanda batas antara ditanggung dan menanggung. Sebelum baligh, seseorang menjadi tanggungan orang tua atau walinya. Setelah baligh, ia harus menanggung dirinya sendiri atau bahkan wajib pula menanggung kerabatnya. Seorang yang sudah baligh sudah bisa mengurus harta sendiri, terkena hukuman penuh jika melakukan pelanggaran, serta sudah dapat menikah dan punya anak. Setiap kewajiban agama telah jatuh kepadanya, termasuk kewajiban mencari nafkah dan kewajiban memelihara orang tua/kerabat yang sudah tua atau perempuan-perempuan dalam tanggungannya. Apabila ayahnya meninggal atau mengalami kecacatan sehingga tidak dapat bekerja, maka dia lah yang mendapatkan beban dari Allah Swt untuk menanggung hidup ayah-ibu serta saudara-saudaranya.

Oleh karena itu, persiapan menjelang baligh merupakan persiapan yang berat. Inilah salah satu alasan anak laki-laki mengalami baligh lebih tertunda daripada anak perempuan. Islam memperbolehkan laki-laki baligh untuk menikah, bahkan menikahkan diri sendiri maupun menikahkan kerabat yang ada dalam tanggungannya. Anak perempuan tidak memiliki tanggung jawab nafkah maupun melindungi orang lain.

Saat ini kita dapati para pemuda yang bingung ke mana harus menyalurkan energinya. Mereka tidak boleh menikah, karena adanya aturan hukum positif negara yang melarang laki-laki di bawah usia 19 tahun untuk menikah (UU Perkawinan). Orang tua bahkan bisa dikenakan pasal eksploitasi anak secara ekonomi apabila menyuruh mereka yang di bawah 18 tahun untuk bekerja (UU Perlindungan Anak). Maka, kita dapati para pemuda kongkow-kongkow sepulang sekolah, nge-game di warnet hingga malam, atau menyibukkan diri dengan gadget atau pacar. Energi mereka yang berlebih tidak dibarengi dengan tanggung jawab sehingga muncullah generasi muda yang manja, tidak siap menjadi pemimpin masa depan.

Ibu dapat mulai mengajak anak duduk bareng memetakan masa depannya. Salah satu persiapan yang harus ia lakukan adalah mencari nafkah. Pelajaran dapat diberikan secara bertahap. Misal, pada tahap pertama, Ibu kurangi uang sakunya dan mendorongnya untuk mencari uang saku sendiri. Pada tahap kedua, ia tidak akan menerima uang saku sama sekali. Pada tahap berikutnya, tambahi tanggung jawabnya, misalnya ia harus membayar sewa kamarnya kepada orang tuanya sendiri. Begitu ia lulus SMA dan memasuki jenjang kuliah, maka ia harus memikirkan cara untuk membayar sendiri uang kuliahnya. Ibu dapat membantunya dalam bentuk pinjaman yang harus ia cicil dan bayar lunas. Dengan adanya tantangan seperti ini, insya Allah ia akan menjadi pribadi yang lebih kreatif, inovatif, mandiri, serta mampu mengoptimalkan kemampuan dirinya, baik akal maupun fisik. Waktunya tidak akan tersia-siakan untuk aktivitas-aktivitas yang kurang bermanfaat.

Pemuda-pemuda di Amerika telah terbiasa bekerja di MacDonald, KFC, dan lain-lain sebagai sambilan sepulang sekolah SMA. Mereka menjadi tukang sapu, tukang cuci piring, hingga pramusaji. Hal ini disebabkan, masyarakat Amerika telah menetapkan batasan “baligh” pada usia 18 tahun, di mana sejak usia tersebut orang tua akan melepaskannya. Mereka bahkan merasa malu apabila masih hidup di rumah orang tuanya. Mereka pun membayar uang kuliah sendiri, baik dengan jalan mencari pinjaman bank (bank loan) ataupun dengan bekerja (sebagian orang tua masih membantu, namun hal ini bukanlah kelaziman).

Di dalam sejarah Islam kita temukan para pemuda telah meraih kesuksesan pada usia belia. Usamah bin Zaid telah ikut berperang sejak usia 15 tahun lalu telah ditunjuk menjadi panglima perang pada usia 17 tahun. Muhammad al Fatih menaklukkan Konstantinopel pada usia 21 tahun. Umar bin Abdul Aziz telah menjabat sebagai Gubernur Madinah pada usia 26 tahun. Pada usia-usia tersebut, para pemuda jaman sekarang masih tertatih-tatih untuk belajar mandiri.

Demikian sedikit saran dari saya. Apabila ada kebenaran, maka itu dari Allah Swt dan apabila ada kesalahan maka itu datangnya dari saya pribadi. Semoga saran saya dapat membawa manfaat bagi Ibu sekeluarga, terutama bagi putra Ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.