Orangtua sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya harus memiliki
sifat-sifat yang utama pula, agar kita meraih keberhasilan dalam
pendidikan anak-anak kita. Meskipun mungkin hal tersebut sulit, namun
kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk memiliki sifat-sifat
tersebut, sebab kita akan menjadi fokus teladan pendidikan bagi generasi
baru, paling tidak sebagi fokus teladan bagi anak-anak kita. Mereka
akan senantiasa menyorot kita selaku seorang pendidik dan pembimbing,
karena kitalah contoh nyata yang mereka saksikan dalam kehidupan mereka.
Berikut beberapa karakter yang harus dimiliki orang tua…
- Ikhlas
Rawat dan didiklah anak dengan penuh ketulusan dan niat ikhlas
semata-mata mengharap keridhaan Allah. Canangkan niat semata-mata untuk
Allah dalam seluruh aktivitas edukatif, baik berupa perintah, larangan,
nasehat, pengawasan, maupun hukuman.
Niat yang ikhlas selain mendatangkan keridhaan dan pahala Allah, juga
akan meneguhkan hati kita di saat ujian datang. Dan hati kita akan
tetap lapang, bagaimanapun hasil yang kita raih setelah usaha dan doa.
- Bertakwa
Inilah sifat terpenting yang harus dimiliki seorang pendidik. Yaitu
takwa yang didefinisaikan oleh para ulama : “Menjaga agar Allah tidak
mendapatimu pada perkara yang Dia larang, dan jangan sampai Allah tidak
mendapatimu pada perkara yang Dia perintahkan.” Yakni mengerjakan segala
yang dia perintahkan dan menjauhi segala yang Dia larang.
Atau sebagimana yang dikatakan ulama lain : “Menjaga diri dari azab
Allah dengan mengerjakan amal shalih dan merasa takut kepadanya, baik
secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.” Yakni menjaga diri
dari azab Allah dengan senantiasa merasa di bawah pengawasannya. Dan
senantiasa menapaki jalan yang telah Dia gariskan baik saat sendiri
maupun dihadapan manusia.
Hiasi diri dengan takwa, sebab pendidik adalah contoh dan panutan
sekaligus penanggung jawab pertama dalam pendidikan anak berdasarkan
iman dan islam.
Dan ingatlah janji Allah bahwa Dia akan memudahkan urusan orang yang
bertakwa, akan memberi jalan keluar baginya, dan memberi rizki dari arah
yang tidak ia sangka. Karena anak yang shalih adalah rizki.
Mudah-mudahan karena ketakwaan kita, Allah berkenan memberikan jalan
keluar bagi setiap urusan kita dan memberikan rizki yang baik kepada
kita.
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar dan akan memberinya rizki dari arah yang
tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq:4)
- Berilmu
Pendidik harus berbekal ilmu yang memadai. Ia harus memiliki
pengetahuan tentang konsep-konsep dasar pendidikan dalam Islam.
Mengetahui halal haram, prinsip-prinsip etika islam serta memahami
secara global peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah syariat Islam.
Karena dengan mengetahui semua itu pendidik akan menjadi seorang alim
yang bijak, meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, mampu bersikap
proporsional dalam memberi materi pendidikan, mendidik anak dengan
pokok-pokok persyaratannya. Mendidik dan memperbaiki dengan berpijak
pada dasar-dasar yang kokoh. Medidik dan mengarahkan anak didik dengan
ajaran-ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Memberikan contoh yang baik
kepada mereka dengan keteladanan yang agung dari nabi dan para sahabat
beliau. Sebaliknya, jika pendidik tidak mengetahui semua itu,
lebih-lebih tentang konsep dasar pendidikan anak, maka akan dilanda
kemelut spiritual, moral, mental dan sosial. Anak akan menjadi manusia
yang tidak berharga dan diragukan eksistensinya dalam semua aspek
kehidupan.
Orang yang tidak mempunyai sesuatu bagaimana ia akan memberikan sesuatu kepada orang lain??
- Bertanggung jawab
Milikilah rasa tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak, baik
aspek keimanan maupun tingkah laku kesehariannya, jasmani maupun
ruhaninya, mental maupun sosialnya. Rasa tanggung jawab ini akan
senantiasa mendorong upaya menyeluruh dalam mengawasi anak dan
memperhatikannya, mengarahkan dan mengikutinya, membiasakan dan
melatihnya.
Bertanggungjawablah, karena setiap dari kita adalah pemimpin dan anak adalah amanat serta ujian dari Allah
- Sabar dan tabah
Dua sifat ini mutlak dibutuhkan oleh setiap pendidik. Sebab dalam
proses pendidikan tentu sangat banyak tantangan dan ujian. Baik
tantangan dari diri kita sendiri, anak didik, maupun tantangan dari luar
lingkungan. Kita harus bisa melaksanakan sebaik-baiknya kewajiban
mendidik anak diantara tugas dan tanggung jawab kita yang lainnya. Kita
akan dihadapkan kepada berbagai macam karakter anak. Ulah dan tingkah
mereka yang sangat menuntut kesabaran dalam menghadapinya. Ditambah lagi
dengan faktor luar, baik lingkungan sekitar, kawan bergaul, berbagai
macam media, dan lain sebagainya. Menghadapi semua tantangan dan ujian
ini, kita tidak boleh menanggalkan sifat tabah dan sabar meski hanya
sekejap. Jika tidak niscaya ancaman kegagalan terpampang di depan mata.
Jadi hendaklah kita senantiasa bersabar dengan mengharap rahmat Allah
dan mewasapadai sikap putus asa, karena sesungguhnya orang yang berputus
asa dari rahmat Allah adalah orang kafir.
إِنَّهُ لا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“ Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf:86)
- Lemah lembut dan tidak kasar
Inilah salah satu sifat yang dicintai Allah dan disukai oleh manusia.
Pada hakekatnya setiap jiwa menyukai kelembutan. Terlebih jiwa anak
yang masih polos dan lugu. Setiap anak sangat merindukan sosok pendidik
yang ramah dan lemah lembut. Sebaliknya jiwa si anak akan takut dengan
karakter pendidik yang kasar dan kejam. Rasulullah adalah sosok pendidik
yang penuh kelembutan. Sifat lemah lembut dalam mendidik anak akan
mendatangkan banyak kebaikan. Sebaliknya sikap kasar akan membawa
keburukan. Disamping itu, sikap kasar dapat meninggalkan trauma dan
memori buruk dalam jiwa dan ingatan si anak.
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Sesungguhnya sifat lemah lembut itu tidaklah ada pada sesuatu
kecuali ia akan menghiasinya. Dan tidaklah sifat lemah lembut itu
tercabut dari sesuatu kecuali akan menjadikannya buruk.” (HR Muslim)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Wahai
‘Aisyah bersikap lemahlembutlah, karena sesungguhnya Allah itu jika
menghendaki kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah menunjukkan mereka
kepada sifat lemah lembut ini.” (HR Imam Ahmad)
Sifat lemah lembut ini akan membuat anak nyaman dan lebih mudah dalam
menerima pengajaran. Dan secara tidak langsung sifat lemah lembut ini
alan mewarnai karakter anak dan insya Allah sifat ini dengan sendirinya
akan menurun kepadanya. Dan orang yang pertama kali akan merasakan
kebaikannya adalah orang tuanya itu sendiri.
- Penyayang
Perasaan sayang akan menjadi penghangat suasana dan menjadikan proses
pengajaran menjadi nyaman dan menyenangkan. Kasih sayang merupakan
salah satu pondasi perkembangan seorang anak serta merupakan pilar
pertumbuhan kejiwaan dan sosialnya secara kuat dan normal. Apabila anak
kehilangan cinta kasih, ia akan tumbuh secara menyimpang di tengah
masyarakat, tidak mampu bekerjasama dengan individu-individu di
masyarakat dan membaur di tengahnya.
Anas radhiyallahu’anhu meriwayatkan, “Seorang wanita
mendatangi ‘Aisyah lalu ‘Aisyah memberinya tiga butir kurma. Wanita itu
memberi tiap-tiap anaknya satu butir kurma dan menyisakan satu butir
untuk dirinya. Lalu kedua anak memakan kurma tersebut kemudian melihat
kurma yang ada pada ibunya. Kemudian wanita itu membelah dua kurma itu
lalu memberi masing-masing setengah kepada dua anaknya tersebut. Taklama
kemudian Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam datang, lalu ‘Aisyah menceritakan hal itu kepada beliau. Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Apakah kamu takjub melihatnya? Sungguh Allah telah merahmatinya karena kasih sayangnya kepada dua anaknya” (HR. Bukhari)
- Lunak dan fleksibel
Lunak dan fleksibel bukan maksudnya lemah dan tidak tegas. Namun
harus difahami secara luas dan menyeluruh. Maksudnya disini lebih
mengarah pada sikap mempermudah urusan dan tidak mempersulitnya. Seorang
pendidik hendaknya memilih kemudahan yang dibolehkan oleh syariat.
Ketika dihadapkan pada dua pilihan, maka pendidik yang bijak akan
memilih yang paling ringan dan mudah selama hal itu bukan perkara haram.
Termasuk dalam hal ini sikap tidak berlebih-lebihan. Sikap
berlebih-lebihan merupakan sifat tercela dalam segala hal, demikian juga
sikap terlalu menggampangkan. Termasuk juga dalam dunia pendidikan,
seorang pendidik harus bisa bersikap seimbang, proporsional, dan
pertengahan.
Abu Mas’ud ‘Uqbah bin Umar Al Badri rhadhiyallahu’anhu
berkata, “Sesungguhnya aku biasa melambatkan hadir dalam shalat Subuh
berjamaah karena si Fulan yang suka memanjangkan shalatnya ketika
mengimami kami.” Akhirnya Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam
marah, dan aku belum pernah melihat beliau marah ketika memberikan
nasehat melebihi kemarahan beliau saat itu. Beliau bersabda, “Wahai
manusia sesungguhnya diantara kalian ada yang membuat orang lain lari
(meninggalkan shalat jama’ah). Maka siapa saja diantara kalian yang
menjadi imam shalat hendaklah ia meringankannya, karena diantara makmum
ada orang yang sudah tua, orang lemah, dan orang yang sedang punya
keperluan.” (Mutaffaqun’alaih)
Jika Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam melarang sikap berlebihan
seperti itu dalam masalah pokok agama, lalu bagaimana pula dalam masalah
pendidikan? Rasulullah bersabda, “Permudahlah, jangan membuat sulit dan berikanlah berita gembira, janganlah kalian membuat orang lain lari.” (Mutaffaqun’alaih)
- Tidak mudah marah
Sifat mudah marah merupakan bagian dari sifat negatif dalam
pendidikan. Jika seorang pendidik mampu mengendalikan diri dan menahan
amarahnya, maka hal itu akan membawa keberuntungan bagi dirinya dan juga
anak-anaknya. Karena sebagian besar kemarahan itu datangnya dari
syaithan. Perasaan anak sangatlah peka, mereka dapat membedakan manakah
nasehat yang didorong oleh kemarahan dan manakah nasehat yang didorong
oleh rasa kasih sayang. Dan tentu pengaruhnya bagi hati juga akan
berbeda. Dampak buruk lain dari sikap suka marah ini adalah anak akan
merasa aman ketika bersalah, menunggu orangtuanya sampai benar-benar
marah. Dan anak yang terbiasa dididik dengan kekerasan dan kemarahan
akan kebal dengan nasehat dan gamang dengan kelemahlembutan. Karena itu,
ketika ada seseorang meminta nasehat kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, beliau bersabda : “Jangan marah!” orang itu mengulanginya beberapa kali, namun beliau tetap mengatakan, “Jangan marah!”
Disamping itu Nabi shalallahu’alaihi wassalam juga
mengatakan bahwa keberanian (syaja’ah) adalah kemampuan seseorang untuk
menahan amarah. Diriwayatkan dari Abu Harairah bahwa Rasulullah
bersabda, “Orang yang pemberani bukanlah orang yang selalu menang
dalam berkelahi, akan tetapi pemberani adalah orang yang menguasai
(menahan) diri ketika marah.” (Muttafaqun’alaih)
- Dekat namun berwibawa
Pendidik yang sukses adalah pendidik yang benar-benar dekat di hati
anak. Anak selalu merindukannya. Mereka merasa gembira dan bahagia
bersmanya. Pendidik yang mengasihi dan dikasihi. Anak bukan takut
kepadanya, namun merasa sayang, hormat dan segan melanggar perintah dan
kata-katanya. Kita bisa melihat bahwa rasulullah selalu dekat dan akrab
dengan anak-anak. Bukan hanya terhadap Al-Hasan dan al-Husein (cucu
beliau) tetapi juga anak-anak yang lainnya. Namun kedekatan beliau itu
tidak membuat anak-anak berani berbuat semaunya, tanpa bisa diatur.
Sebaliknya, setiap nasehat dan petuah beliau menghujam begitu dalam di
hati mereka. Beliau adalah pendidik yang akrab lagi penuh wibawa.
- Membatasi diri dalam memberikan nasehat
Terlalu banyak berbicara seringkali tidak memberikan hasil yang
diharapkan. Sementara itu, membatasi diri dalam memberikan nasehat yang
baik acapkali justru memberikan hasil yang diinginkan dengan ijin Allah.
Diriwayatkan dari Abi Wa’il Syaqiq bin Salamah bahwa dia berkata:
Adalah Ibnu Mas’ud memberikan pelajaran seminggu sekali setiap hari
kamis. Lalu ada seseorang yang mengusulkan, “Wahai Abu ‘Abdirrahman
(kunyah Ibnu Mas’ud)! Kami sebenarnya ingin jika engkau memberikan
pelajaran kepada kami setiap hari.” Dia menjawab, “Sesungguhnya yang
menghalangiku untuk melakukannya adalah karena aku tidak suka bila
melihat kalian bosan. Aku membatasi diri dalam memberikan petuah kepada
kalian sebagaimana Rasulullah memberikan batasan dalam memberikan
nasehat kepada kami karena khawatir bila hal itu membuat kami bosan.”
(Muttafaqun’alaih)
***
muslimah.or.id
Diringkas dari :
Mencetak Generasi Rabbani, Ummu Ihsan Chairriyah & Abu Ihsan Al-Atsari, Darul Ilmi
Mendidik Anak Bersama Nabi shalallahu’alaihi wassalam, Muhammad Suwaid, Pustaka Arafah
muslimah.or.id
Diringkas dari :
Mencetak Generasi Rabbani, Ummu Ihsan Chairriyah & Abu Ihsan Al-Atsari, Darul Ilmi
Mendidik Anak Bersama Nabi shalallahu’alaihi wassalam, Muhammad Suwaid, Pustaka Arafah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar