August 27, 2009. Dikirim admin dalam
Ibu dan Anak,
Keluarga,
Sholat | 5
komentar
*diketik ulang oleh Humaira Ummu
Abdillah dari Majalah al-Mawaddah, Edisi ke-12 Tahun Ke-2,Rajab 1430 H/ Juli
2009, Rubrik: Yaa Bunayya, Oleh : Ustadz Abdur Rohman al-Buthoni, halaman :
34-36*
Menurut syari’at Islam yang mulia,
anak-anak tidak dikenai beban syari’at selagi dia belum baligh. Namun mereka
harus dididik dan dilatih sejak masa anak-anak agar menjadi terbiasa melakukan
syari’at ketika telah dewasa.Apabila syari’at memerintahkan para orang tua dan
wali agar memerintah anak-anak mereka untuk menunaikan sholat, maka wajib bagi
orang tua dan para murobbi untuk mengajarkan kepada mereka perihal thoharoh
sesuai dengan thoharohnya Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, menjelaskan
kepada mereka sifat wudhu Nabi shalallahu alaihi wassalam, syarat sah, rukun-rukunnya
dan hal-hal yang membatalkannya.
Demikian pula harus mengajarkan tata
cara sholat sesuai degan sholat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam karena
sabda beliau:
“Tunaikanlah sholat seperti kalian
melihat aku sholat”.1
Hendaknya anak diajari teori
sekaligus praktiknya dengan diajak memperhatikan tata cara berwudhu dan sholat
bapak ibunya atau mengajaknya melakukan sholat dan berdiri di samping orang
tuanya untuk mengambil secara langsung tata cara sholat yang benar.
Ini mengingatkan orang tua, para
murobbi dan para guru TK dan SD agar mengajarkan do’a dan dzikir-dzikir dalam
wudhu dan sholat sebelum yang lainnya. Hal ini perlu kita perhatikan sebab
sebagian guru ada yang lebih mendahulukan do’a dan dzikir yang lain, seperti
do’a berpakaian atau yang lainnya, daripada do’a dan dzikir dalam wudhu dan
sholat.
Sistem pengajaran seperti itu tentu
salah bila ditinjau dari sisi ini, sebab syari’at belum memerintahkannya. Dan
jikalau anak mengamalkannya pun tidak terlalu berarti bila dibandingkan dengan
do’a dalam wudhu dan sholat yang dituntut untuk dihafal dan diamalkan setelah
mencapai usia 7 tahun, sebagaimana anjuran Rasulullah shallahu alaihi wassalam.
Bila bisa didapat kedua-duanya tentu lebih baik.
POKOK – POKOK PENGAJARAN SHOLAT
Pokok-pokok pengajaran yang harus
diberikan kepada anak berkaitan dengan masalah sholat adalah sebagai berikut:
-Ilmu tentang syarat sahnya sholat,
rukun, wajib dan sunnah-sunnahnya.
-Tata cara pelaksanaanya dari
takbirotul ihrom hingga salam, meliputi gerakan-gerakannya, bacaan dan
dzikir-dzikirnya, jumlah gerakan atau jumlah bacaan dan dzikir.
-Sifat-sifat gerakan, seperti sifat
tangan atau jari-jari tangan ketika takbirotul ihrom atau ketika posisi yang
lainnya, apakah dengan menggenggam jari-jari atau dengan membuka dan rapat,
ataukah membuka dengan merenggangkan jari-jari lurus ke atas atau melengkung ke
bawah.
-Sifat bacaannya, antara yang sir
dan yang jahr, juga panjang pendeknya suatu gerakan dan bacaan, seperti gerakan
tangan ketika takbirotul ihrom apakah perlahan-lahan hingga beberapa menit baru
sampai ke bahu dan daun telinga ataukah bagaimana. Demikian juga dengan
bacaan-bacaannya, misalnya apakah melafazhkan takbir dengan bacaan panjang
seperti “Allooooohuuuuu Akbaaaaar” ataukah tidak.
-Mengajarkan yang shohih dari
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan meninggalkan yang tidak shohih.
-Mengajarkan nama-nama sholat dan
waktu-waktunya serta bilangan roka’atnya.
-Mengajarkan tata cara berpakaian
yang wajar di dalam sholat.
-Menanamkan akidah ( keyakinan )
bahwa orang yang sholat itu sedang menghadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka,
apabila kita menghadap kepala desa atau orang kaya saja tidak boleh
bermain-main, tentunya menghadap Alloh, Sang Penguasa langit dan bumi dan
seluruh alam semesta, lebih sangat tidak layak untuk bermain-main.
-Mengajarkan syarat syahnya sholat
yang paling utama, yaitu thoharoh dan berwudhu, hal ini meliputi:
a. Tata cara membersihkan najis
tinja dan kencing sehingga benar-benar suci dan tidak membawa najis dalam
sholat. Mengenalkan kepada mereka benda-benda yang najis agar mereka jauhi,
terutama ketika sholat.
b. Mengajarkan tata cara berwudhu,
dzikir sebelum dan sesudahnya, tata cara penggunaan air yang sesuai dengan
sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, tidak boleh boros sekalipun
banyak air, urut-urutannya dan bilangan-bilangannya.
c. Tata cara membasuh, apakah
membasuh dengan menyiramkan air ataukah cukup dengan mengusap tanpa menyiramkan
air. Juga menjelaskan tentang sifat membasuh dan mengusap.
d. Mengajarkan kepada mereka
anggota-anggota wudhu dan hal-hal yang berkaitan dengannya, apakah yang penting
anggota wudhu tersebut terkena air sehingga cukup dicelupkan ke dalam air
ataukah harus diusap da diratakan dengan tangan.
e. Mengajarkan kepada mereka
batas-baras anggota wudhu, dari mana hingga ke mana.
f. Mengajarkan kepada mereka
tata cara adzan dan iqomat, lafazh-lafazhnya dan bagaimana menjawab jika mendengar
adzan dan do’a sesudah adzan bagi yang mendengar. Juga tentang tata cara
melafazhkannya, yaitu tidak boleh berlebihan dengan memanjangkan lafazh yang
seharusnya pendek atau sebaliknya, atau lafazh yang panjang dilebihkan dari
kadarnya sehingga terlalu panjang, atau dengan merusak lafazah, seperti “Allohu
Akbar” menjadi “Aulohuu Akbaruu”.
g. Mengajarkan kepada mereka tentang
batas-batas aurat dalam sholat, sebab aurat itu ada 2: aurat yang
berkaitan dengan pandangan mata dan aurat yang berkaitan dengan
hak Alloh. Atau dengan istilah lain, berbeda antara aurat di luar
sholat dengan aurat di dalam sholat. Contoh, anak kecil yang belum baligh tidak
ada auratnya sehubungan dengan pandangan mata, meski begitu ia tidak boleh
menunaikan sholat dalam keadaan telanjang. Nabi shalallahu alaihi wassalam
bersabda:
“Janganlah salah seorang diantara
kalian melakukan sholat dengan mengenakan satu pakaian saja, yang ( dengan
begitu ) kedua pundaknya tidak tertutup”.2
Sabda Rasulullah shalallahu alaihi
wassalam lainnya:
“Alloh tidak menerima sholat wanita
yang telah baligh kecuali dengan penutup kepala”.3
PENTINGNYA KETELADANAN
Semua orang sepakat bahwa mengajar
dengan praktik dan memberi contoh secara langsung jauh lebih berpengaruh
positif pada pemahaman anak daripada hanya teori semata. Karena itulah
hendaknya para murobbi tidak lalai dari manhaj ta’lim ( metode pengajaran ) ini
sebab inilah yang dicontohkan Nabi shalallahu alaihi wassalam dan para
sahabatnya.
Suatu ketika, Ustman bin Affan
radiyallahu anhu meminta air wudhu dan mengajak para sahabat untuk
memperhatikan cara wudhu beliau dari awal hingga akhir lalu berkata,
“Seperti inilah aku melihat Nabi shalallahu alaihi wassalam berwudhu”.
Dalam kisah yang lain, salah seorang
sahabat pernah mempraktikkan sholat dari awal hingga akhir dihadapan para
sahabat yang lain, seraya mengatakan, “Kemarilah kalian! Akan aku
perlihatkan kepada kalian sifat sholat Nabi shalallahu alaihi wassalam”.
Rosulullah shalallahu alaihi
wassalam terkadang juga melakukan sholat ( sebagai imam ) dengan berdiri dan
ruku’ diatas mimbar untuk memperlihatkan sholatnya kepada para sahabat, beliau
mengatakan, “Aku melakukan ini agar kalian mengikutiku dan mengetahui
sholatku”.
Contoh metode pengajaran seperti ini
sangat sering diterapkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan para
sahabatnya. Demikian itu karena teori semata sulit untuk dipahami dan
membutuhkan waktu yang lama bahkan mudah terlupakan, berbeda dengan apa yang
dialami dan dilihat secara langsung. Ini berarti orang tua dan para pendidik
tidak cukup hanya menyediakan buku-buku bacaan seputar wudhu dan sholat atau
hanya memerintahkan anak untuk melakukan sholat, namun mereka juga dituntut
untuk memberikan keteladanan berupa praktik amali di hadapan anak-anak mereka
seperti yang dicontohkan Rosululloh shalallahu alaihi wassalam, sebaik-baik
pendidik, dan para sahabat beliau.
MENGAJARKAN SHOLAT YANG BENAR
Para pendidik dan orang tua
harus mengajarkan sholat yang benar kepada anak-anak mereka. Sholat yang
benar artinya sholat yang sesuai dengan sholat Rosululloh shalallahu alaihi
wassalam, sebagaimana sabda beliau diatas. Oleh karena itu, sebelum melakukan
pengajaran, para pendidik harus memiliki ilmu tentang sifat sholat Nabi
shalallahu alaihi wassalam dan tidak cukup dengan mengikuti sholat kebanyakan
orang zaman sekarang, sebab diantara mereka masih banyak yang melakukan bid’ah
dalam sholat, baik dengan mengurangi atau menambahi sebagaian dari sholat mereka
yang tidak ada contohnya dari Rosululloh shalallahu alaihi wassalam. Padahal
sholat merupakan amal yang paling utama yang pelakunya sangat berharap agar
sholatnya bisa diterima oleh Alloh, sementara Alloh tidak akan menerima sebuah
amal kecuali yang ikhlas karena Alloh semata dan sesuai dengan sunnah (
petunjuk / contoh ) dari Rosululloh shalallahu alaihi wassalam.
TIDAK MENDIAMKAN KESALAHAN
Sebagian orang beranggapan bahwa
tidak mengapa membiarkan anak sholat dalam keadaan tidak benar, toh juga masih
anak-anak, misalnya membiarkan anak sholat tanpa berwudhu atau berwudhu hanya
dengan membasuh telapak tangan, wajah dan kaki saja dengan alasan bahwa anak
masih kecil dan belum baligh. Anggapan ini jelas salah. Perlu diketahui bahwa
meskipun hukum-hukum syari’at belum berlaku bagi anak, namun Allah Subhanahu
Wata’ala memerintahkan dan memberi beban kepada para wali untuk memberlakukan
hukum-hukum syari’at kepada anak-anak mereka. Anggapan yang salah ini jelas
bertentangan dengan perintah Rosululloh shalallahu alaihi wassalam:
“Perintahkan anak-anak kalian untuk
menunaikan sholat ketika mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka jika
meninggalkannya ketika mereka telah berusia 10 tahun”.4
Maksud dari perintah Rosululloh
tersebut adalah agar para orang tua menyuruh anak-anaknya untuk thoharoh dan
berwudhu dengan sempurna, berpakaian menutup aurat dan pundak, berdiri
menghadap kiblat, di tempat yang tidak haram untuk sholat di dalamnya,
melakukan tata cara sholat dari takbirotul ihrom hingga salam lengkap dengan
rukun-rukunnya, fardhu dan sunnah-sunnahnya.
Rosululloh pernah melakukan sholat
malam, lalu Abdulloh bin Abbas datang mengikuti dan berdiri di sebelah kiri
beliau. Maka beliau shalallahu alaihi wassalam memutarnya dari arah kiri lewat
belakang kea rah kanan beliau5
Pernah salah seorang Arab Badui
datang ke masjid lalu melakukan sholat. Setelah selesai dari sholatnya,
Rosululloh shalallahu alaihi wassalam mengatakan,
“Ulangi sholatmu, karena
sesungguhnya engkau belum sholat”. Maka orang tersebut mengulangi sholatnya
seperti sholatnya yang semula hingga 3 kali, sampai akhirnya orang itu berkata,
“Wahai Rosululloh, ajarilah aku sholat, sebab aku tidak bisa sholat kecuali
dengan cara yang seperti ini ( yakni sholat dengan gerakan yang sangat cepat,
tanpa thuma’ninah ). Maka Rosululloh shalallahu alaihi wassalam mengajarinya
sholat seraya menyampaikan bahwa wajib baginya untuk thuma’ninah pada setiap
gerakan sholat.
Rosululloh shalallahu alaihi
wassalam menganggap sholat orang ini batal karena meninggalkan salah satu rukun
sholat, yaitu thuma’ninah. Sholat yang dianggap batal oleh Nabi shalallahu
alaihi wassalam yang dilakukan oleh orang ini banyak sekali dilakukan oleh
anak-anak.6 Sehingga kewajiban para orang tua dan
para pendidik adalah membenarkan sholat mereka yang masih salah ini.
- See more at:
http://jilbab.or.id/archives/778-cara-mengajarkan-shalat-pada-anak/#sthash.iLANxvOD.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar