KURIKULUM HOMESCHOOLING
Kurikulum selalu ditanyakan saat bersinggungan dengan homeschooling. Apa sebenarnya bahasa yang lebih mudah untuk menerjemahkan kurikulum? Saya lebih suka menyebutnya outline atau kisi-kisi. Kurikulum hanyalah peta yang memandu kita untuk menentukan topik yang ingin kita pelajari. Penjabarannya tentu sangat beragam. Setiap keluarga bisa menciptakan kegiatan belajar yang amat kaya dari sebuah kisi-kisi pelajaran.
Salah satu keunikan homeschooling terletak pada keleluasaan untuk menentukan urutan prioritas. Kalau kurikulum diknas memiliki urutan-urutan yang sudah baku, maka homeschooler bisa mengubahnya sama sekali. Mungkin istilah level-level kelas 1, 2, 3, dan seterusnya tidaklah berlaku dalam homeschooling. Anak homeschooling usia 8 tahun bisa jadi masih suka mewarnai sekaligus sudah menguasai pelajaran matematika kelas 6 SD. Belajar biologi bisa jadi tak berawal dari definisi biologi, tapi dari kegiatan mengamati kupu-kupu atau serangga di kebun belakang. Alasannya sangatlah sederhana, “Kita akan menyerap pelajaran lebih banyak ketika kita berminat dan antusias untuk mempelajarinya”.
Kalau selalu dibingungkan dengan masalah kurikulum, maka carilah dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
“Apa yang kuingin anak-anakku tahu?”
“Apa yang ingin anak-anakku ketahui?”
Jawaban dari pertanyaa-pertanyaan di atas bisa memandu kita untuk membuat kurikulum sambil melakukan penyempurnaan dalam perjalanan. Akan tetapi, jika benar-benar bingung, kita bisa gunakan kurikulum yang sudah jadi dan langsung mempraktikkannya atau meramunya kembali sesuai kebutuhan. Beberapa di antaranya bisa kita lihat pada beberapa tautan berikut ini:
http://www.lessonpathways.com/info/homeschool
http://www.abeka.com/HomeSchool/
https://www.time4learning.com/homeschool-curriculum.htm
http://amblesideonline.org/curriculum.shtml
Saya sendiri memakai kurikulum nasional sebagai salah satu pilihan, karena kami memang masih berminat untuk mengikutkan anak ujian kesetaraan. Adapun selain itu, saya mencoba mengeksplorasi minat anak-anak dengan mengikutsertakan mereka untuk belajar pada guru-guru di luar rumah.
Apa itu homeschooling?
Apa itu homeschooling?
“Homeschooling itu mengundang guru privat,
kan?”
“Homeschooling itu ikut bimbel, kan?”
“Homeschooling itu gurunya orangtua, kan?”
Begitulah
kira-kira gambaran pertanyaan dan jawaban yang sering aku dengar. Jawaban mana
yang benar?
Menurutku,
jawaban yang paling mendekati adalah jawaban yang ketiga. Walaupun, jawaban itu
pun tak terlalu tepat karena yang bisa menjadi guru dalam homeschooling tidak
harus orangtua, melainkan bisa siapa saja. Sebab, homeschooling adalah sebuah
model pendidikan di mana orangtua memilih bertanggung jawab sendiri dalam
penyelenggaraan pendidikan anak-anaknya.
Dalam
konsepsi yang lebih umum, istilah homeschooling atau juga sering disebut dengan
istilah sekolahrumah sebenarnya bukan hal yang asing. Substansi homeschooling
cukup dikenal luas di kalangan orang dewasa. Sebab, substansi dari
homeschooling adalah belajar mandiri alias belajar otodidak. Kegiatannya serupa
dengan yang dilakukan orang dewasa saat mencari informasi yang dibutuhkan.
Sebagai
orang dewasa, kita tak mencari informasi dengan cara bersekolah. Tetapi, kita
mencari informasi dari sumber-sumber manapun yang menurut kita dapat memberikan
jawaban yang kita butuhkan. Kita bertanya kepada teman, berkonsultasi dengan
ahli, pergi ke toko buku, membaca literatur, menonton VCD, datang ke
perpustakaan, mencari di Internet, aktif terlibat di Forum, datang ke seminar,
mengikuti kursus, dan sebagainya. Pokoknya, kita mencari sumber ke manapun yang
menurut kita dapat memberikan informasi/solusi atas hal-hal yang ingin kita
ketahui/selesaikan.
Nah,
sebenarnya homeschooling itu idenya kurang lebih sama seperti itu. Alih-alih
belajar di bangku sekolah (materi pendidikan yang belum tentu dibutuhkan oleh
anak), orang tua dan anak-anak terlibat aktif untuk menentukan apa-apa yang
ingin dipelajarinya. Anak-anak dan orang tualah yang memutuskan, bukan guru dan
sistem sekolah. Kalau tidak puas dengan satu metode atau sumber, anak-anak bisa
beralih ke metode atau sumber lain.
Karena
berangkat dari kebutuhan/minat anak, dalam homeschooling sejak kecil anak-anak
belajar mandiri; mulai mengenali apa yang berhubungan dengan dirinya sendiri
(minat, kekuatan, kelemahan, gaya belajar), hingga hal-hal lain yang ada di
sekitarnya. Mau tidak mau, anak akan terlatih mencari sendiri sesuatu yang
dibutuhkannya. Tentu saja akan ada jenjang-jenjang, mulai pendampingan ketat
hingga kemandirian anak-anak dalam mengenali kebutuhannya dan mencari sumber
pengetahuan/ketrampilan yang menjawab kebutuhannya.
Tentu
saja proses untuk menjadi seorang pembelajar mandiri atau seorang otodidak
bukanlah sebuah hal yang instan dan mudah. Tapi justru di situlah tantangannya.
Sekali anak dapat mandiri dan terampil dalam proses belajarnya, anak akan
berkembang dan beradaptasi dengan segala masalah kehidupan yang dihadapinya.
Langganan:
Postingan (Atom)